fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Dosen Gaul Punya Karya

dosen gaul
Dr. Indiwan Seto Wahyu Wibowo, M.Si., dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Jakarta. (Foto: Indiwan Seto)

Keputusan untuk berprofesi sebagai dosen bagi Dr. Indiwan Seto Wahyu Wibowo, M.Si., justru muncul saat menjadi jurnalis di Lembaga Kantor Berita Antara Jakarta sejak 1993. Tujuh tahun lebih berkecimpung di dunia jurnalistik, membuatnya merubah haluan karirnya. Ia pun tertarik menjadi dosen di tahun 2001. Indi merasa, dosen  merupakan profesi menantang. Terbukti, meski usia tak lagi muda Indi dihadapkan tantangan harus mengajar mahasiswa millenial, Indi pun punya trik sendiri. Dosen 53 tahun ini mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan membawa dirinya sebagai dosen gaul yang memiliki banyak karya. Sehingga mahasiswanya merasa enjoy diajar olehnya.

”Saya pindah berprofesi dosen karena profesi ini sangat menantang, dan bisa mengembangkan hobi serta kemampuan menulis. Di profesi dosenlah kita bisa mengasah kemampuan dalam dunia tulis menulis. Saya kagum sekali dengan Little John dan Roland Barthes, dosen dan penulis buku terkenal di bidang komunikasi,” papar Indi pada duniadosen.com.

Sebelum akhirnya menjadi dosen tetap Ilmu Komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta, Indiwan sempat berpindah-pindah tempat mengajar. Mulai dari Universitas Mercubuana Jakarta untuk mata kuliah Penulisan Feature di kelas Sabtu Minggu, karena saat itu ia masih aktif menjadi jurnalis dan diminta menggantikan mengajar seniornya. Pada 2004 usai lulus dari program magister Komunikasi Universitas Indonesia Indi mulai mengajar di Universitas Moestopo (Beragama) sampai tahun 2009. Sempat menjadi Ketua Konsentrasi Jurnalistik pada tahun 2005-2009, dan mengajar untuk mata kuliah Fotografi Jurnalistik dan Pengantar Jurnalistik, dan Metode Penelitian Komunikasi. Kemudian mengajar Investigative Reporting di  London School Public Relations sebagai dosen tidak tetap.

”Sejak 2009 saya pindah ke Universitas Multimedia Nusantara hingga saat ini. Dan saat ini saya sebagai dosen tetap untuk mengajar mata kuliah Teori Komunikasi, Metode Penelitian Komunikasi 2 (Kualitatif), Pengantar Ilmu Komunikasi. Jabatan terakhir saya dan masih saya pegang di kampus ini adalah Ketua Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) di tingkat Universitas,” ungkap dosen yang kerap ngevlog ini.

Tak heran dengan pengalamannya tersebut, menjadikan  seorang Indi menjadi dosen gaul yang mudah menghasilkan karya. Lulusan S1 Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada pada 1992 ini pun kemudian mengaplikasikan teknologi ke dalam metode pembelajarannya. Begitu disibukkan dengan karirnya, Indi mengaku, pada awalnya sempat merasa terpaksa memilih jurusan Komunikasi. ”Karena jurusan komunikasi adalah pilihan kedua saya saat sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) pada tahun 1986. Tetapi kemudian menyukai bidang komunikasi. Apalagi karena sesuai dengan hobi saya jalan-jalan, travelling, dan menulis buku,” ujarnya.

Ketertarikannya menjadi seorang pengajar tak terlepas dari sosok-sosok yang berada di sekeliling Indi. Diketahui, nenek Indi adalah seorang mantan guru yang sangat dicintai murid-muridnya. Salah satunya adalah ayah Indi sendiri yang kemudian menjadi menantunya karena menikah dengan ibu kandung Indi.

”Ibu saya hingga di usia senjanya masih aktif mengajar di sekolah menengah atas, sedangkan adik  kandung saya juga seorang guru. Istri tercinta saya, Dr. Yoyoh Hereyah, sebelum menjadi dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Mercubuana Jakarta adalah seorang guru di sekolah menengah. Anak pertama saya juga mengikuti jejak saya, kuliah di jurusan komunikasi di Universitas Gadjah Mada dan sekarang sudah bekerja di BPJS ketenagakerjaan dan ditempatkan di Klaten,” ujar ayah 3 putri ini.

Dr. Inidiwan Seto M.Si. bersama istri tercintanya yang juga seorang dosen Dr. Yoyoh Hereyah. (Foto: Indiwan Seto)

Indi mengaku dalam menjalani karir dosennya, tidak ada kendala berarti yang ia temui. Hal tersebut karena pada dasarnya Indi sosok yang gemar meneliti, dan ada banyak hasil penelitiannya yang ia laporkan saat di asses, demikian pula sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. ”Karena saya suka menulis buku dan sering tampil sebagai pembicara dalam pelatihan-pelatihan khususnya dalam pelatihan jurnalistik dan public relations. Saya tidak merasa terkendala, mungkin karena saya suka profesi dosen saat ini,” terangnya.

Indi menyebut, tantangan utama dari seorang dosen adalah bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tetap kreatif dibawah tekanan dan bisa memahami perubahan luar biasa di bidang komunikasi, khususnya menghadapi era disruption dimana profesi-profesi klasik akan makin ditinggalkan digantikan automasi teknologi dan kekuatan mesin/robot. ”Tantangan dosen sekarang adalah bisa dekat dengan  mahasiswa yang sangat berbeda zaman, dan berbeda kebiasaan hidup,” ujar pria kelahiran Tangerang, 8 Maret 1966 ini.

Lulusan S3 Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini mengatakan, menjadi dosen harus terus belajar, menyesuaikan diri dan mempelajari teknologi yang terkait dengan revolusi industri terbaru. Tidak melihat ke masa lalu, tetapi kreatif menghadapi tantangan dan peluang masa depan.

Indi pun menerapkan teknologi dalam proses mengajarnya. Misalnya dengan setiap tugas dikirimkan via email, dan melakukan modul belajar e-learning untuk bisa mendekatkan diri dengan kebiasaan mahasiswa millenial yang  sangat tergantung dengan smartphone mereka.

”Justru jangan melarang atau mencoba menjauhkan mereka dari gadget, justru dirangkul lewat tugas-tugas yang bisa merangsang mereka untuk tetap kreatif. Meski tidak membuat mereka menjadi kecanduan bahkan ketergantungan berlebihan pada smartphone,” tutur anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan F Toepan (alm) dan Si Soebekti tersbeut.

Trik yang diterapkan Indi sebagai dosen gaul adalah pendekatan klasikan yang harus diubah. Yaitu menjadi Student Learning Center, dimana dosen tidak lagi menjadi satu satunya sumber. Tetapi dosen justru menjadi fasilitator yang mendukung transfer informasi di antara generasi muda tersebut dan proses ini simultan. Memadukan antara cara tradisional, yakni tatap muka dengan sistem pendidikan modern yang interaktif dan multimedia learning, dimana informasi dan sumber bisa datang dari mana saja, juga dari mahasiswa.

Indi mengaku sangat dekat dengan para mahasiswanya. Baginya tak ada gunanya menjadi dosen killer, dan berimbas tidak disukai mahasiswanya. ”Justru kita senang kalau mahasiswa merasa kita berperan sebagai orang tua, teman dan sahabat yang bisa mengarahkan,” jelasnya.

Dosen gaul yang menyukai bidang komunikasi sejak 1987 ini, kini aktif dan concern dalam bidang video blogger (vlog), instagram video creator, multimedia jurnalism, Online Public Relations dan Online Marketing Commmunications. Dari fokusnya tersebut, selain disibukkan mengajar Indi juga menjadi pelatih untuk bidang Cyber Public Relations dan Manajemen media kehumasan untuk diklat Pranata Humas Pusdiklat Kemkominfo. Selain itu, ia juga aktif sebagai pengisi content creator untuk channel Youtube ”Dosen Gaul Punya Karya”.

Penghobi memancing, melukis dan menulis ini mengaku menjadi dosen lebih banyak sukanya. Ia merasa bahagia ketika membuat banyak mahasiswa lulus ujian skripsi dan mengingat Indiwan. Dan apabila karyanya, naskah tulisannya dipublish di sebuah jurnal ilmiah terakreditasi, atau naskah bukunya diterbitkan dan dibaca serta diapresiasi oleh banyak pembaca. ”Cita-cita saya sebenarnya sederhana sekali, menjadi orang yang berarti dan bermanfaat bagi orang banyak. Belum tercapai seluruhnya,” Akunya.

Indi merasa, prestasi tertingginya adalah saat berhasil menyelesaikan studi di program S3, Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Hal tersebut merupakan perjuangan luar biasa karena ia menempuh kuliah di saat usia tidak lagi muda, dan dilaksanakan dalam situasi keluarga yang sangat tebatas di sisi keuangan, serta ketika pekerjaan begitu banyak yang  mesti dilaksanakan seiring waktu kuliah.

Pemilik motto hidup ‘bisa berarti dan bermanfaat bagi orang lain, tangan memberi lebih mulia dibanding tangan yang meminta dan Carpe Diem manfaatkanlah  hari seefektif mungkin ini mendefinisikan sukses itu adalah jika sebuah karya yang dihasilkan dihargai. Tak hanya itu, sukses juga bisa diartikan ketika usaha yang dilakukan bermanfaat dan membuat orang lain bahagia.

”Dosen yang baik itu tidak butuh penghargaan, tetapi kalo mendapat penghargaan pasti memotivasi langkah dan prestasinya kedepan. Salah satu bentuk penghargaan apabila dosen mendapat kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri,” menurutnya.

Adapun prestasi Indi selama menjadi dosen adalah menerbitkan sejumlah buku hasil tulisannya. Terhitung sejak tahun 2006 sampai 2018, sedikitnya ada 6 buku yang telah ia publish. Yang terakhir di tahun 2018 berjudul “Semiotiika Komunikasi Aplikasi Praktis untuk penelitian dan skripsi Komunikasi”. Buku ini merupakan edisi ketiga sejak edisi perdana diterbitkan pada tahun 2011.

Pengagum Pramudya Ananta Toer ini pun memiliki kiat menjadi dosen yang baik, yang juga ia terapkan dalam kehidupannya. Yaitu tetap semangat bekerja walau digaji kurang memadai, bulatkan niat bekerja untuk Tuhan bukan untuk manusia apalagi atasan. ”Tujuan menjadi dosen adalah bebakti dan mengabdikan segala kemampuan dan keahlian serta ilmu kita untuk mendidik dan membentuk generasi muda menjadi generasi yang membanggakan. Tetap lakukan tridharma perguruan tingggi, mengajar , meneliti dan melakukan pengabdian kepada masyarakat secara profesional,” bebernya.

Sebagai dosen, Indi berusaha melaksanakan tugas tridharmanya. Di antaranya menulis buku, yaitu dengan menggarap projek pembuatan buku ajar “Metode Penelitian Kualitatif”. Sebuah projek yang mencoba memberi informasi praktis dan dibutuhkan oleh mahasiswa tingkat akhir yang memilih Metode Penelitian Kualitatif sebagai metode analisis skripsi mahasiswa. Selain itu, sebagai dosen UMN pengabdian kepada masyarakat setiap tahun sedikitnya melakukan satu kali kegiatan.

”Yang paling baru adalah penjajakan pengabdian kepada masyarakat di wilayah desa binaan UMN  di Desa Pada Beunghar Kabupaten Kuningan Jawa Barat, yang sangat membutuhkan bimbingan khususnya di bidang komunikasi pariwisata, dan strategi marketing komunikasi di daerah wisata “Rock garden” di desa tersebut,” jelasnya.

Indi berharap, di usianya yang tak lagi muda ia ingin segera menjadi professor di bidang Komunikasi. Ia juga ingin bisa menulis di Jurnal Internasional terindeks Scopus dan menulis buku minimal satu buku dalam setiap semester. ”Saya juga berharap, kampus UMN terus memfasilitasi kemampuan dan kebutuhan dosen dalam pengembanngan kemampuan dan ilmunya, lewat banyak memberi kesempatan magang, inovasi baru, strategi baru untuk mengembangkan kemampuan dosen,” tutupnya. (duniadosen.com/ta)