Rusiana, S.Pd., M.Pd., memiliki kisah unik dalam perjalanannya mencapai karir sebagai dosen PBI (Pendidikan Bahasa Inggris). Bermula dari keinginannya masuk di PBI Universitas Muria Kudus (UMK) Jawa Tengah, karena keinginannya untuk bisa dan lancar berbahasa Inggris. Ia beranggapan, jika mampu berbicara bahasa Inggris akan mudah memperoleh pekerjaan. Keputusannya pun berubah ketika usai mencicipi ragam pekerjaan hingga menyelesaikan pendidikan S1 nya. Rusiana tak lagi bingung ingin berkarir di bidang apa, ia memutuskan ingin menjadi dosen Bahasa Inggris di kampus almamaternya.
”Memilih karir sebagai dosen karena passion saya berbagi atau sharing ilmu. Passion ini baru saya sadari ketika sudah menjadi dosen, mengajar mahasiswa yang berbeda kelas dan berbeda angkatan, berbeda mata kuliah. Membuat saya menyadari bahwa profesi dosen ternyata dinamis dan menarik. Belajar menjadi sesuatu yang harus tetap dilakukan,” ungkap dosen PBI tersebut.
Tak Ada Cita-Cita Jadi Dosen PBI
Memang tak pernah terbesit di benak Rusiana akan menjadi seorang dosen PBI. Cita-citanya sejak kecil adalah menjadi dokter, kemudian beralih ke perawat. Namun ketika memasuki SMK, jurusan sekretaris pernah memiliki keinginan untuk menjadi karyawan, bekerja di kantoran atau sekretaris. Hingga saat ini, Rusiana mengaku masih bisa menulis stenografi dan sesekali menulis menggunakan stenografi.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Kudus (SMKN 1 Kudus), Rusiana memang memiliki tekad untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kuliah. Ya meski memiliki tekad tersebut, namun belum muncul kepastian ingin berkarir di bidang apa. Bahkan sampai ia lulus S1 Pendidikan Bahas Inggris di UMK.
”Yang masih bisa saya rasakan adalah semangat untuk kuliah begitu tinggi. Sehingga menurut cerita ibu, saya membeli sepatu baru setelah lulus. Ibu bertanya mengapa saya beli sepatu baru padahal sudah mau lulus. Saya menjawab kalau mau kuliah. ‘Aku mak tratap’ tutur Ibu dalam Bahasa Jawa, yang dalam Bahasa Indonesia kurang lebih artinya saya terhenyak kaget. Akhirnya setelah janji kepada Ibu untuk puasa Senin Kamis dan akan cari part time job, saya berhasil juga mendaftar menjadi mahasiswa PBI FKIP UMK. Saya juga merayu Ayah agar bisa kuliah, maklum Ayah saya hanya seorang PNS di sebuah dinas pemerintahan yang gajinya terkadang minus karena dipotong untuk hutang,” ceritanya.
Motivasi besar keinginan Rusiana ingin berkuliah adalah, kakak sepupunya yang kuliah di Solo pada waktu itu. Adapun motivasi lainnya adalah keinginan mendapatkan pekerjaan yang baik.
”Keputusan untuk kuliah itu tidak mudah untuk saya dan keluarga, ada beberapa keluarga dan tetangga yang mengatakan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya nanti di dapur. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkah saya untuk tetap kuliah,” tegasnya.
Lakoni Ragam Pekerjaan Ketika Kuliah S1
Alasannya memilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris cukup sederhana, putri pertama dari empat bersaudara ini ingin bisa berbicara Bahasa Inggris. Ia berpikir praktis, jika mampu berbasa Inggris akan mudah mendapat pekerjaan ketika lulus.
”Hingga saya masuk kuliah, saya baru tahu kalau PBI menyiapkan seorang guru Bahasa Inggris. Setelah menempuh tahun kedua ketiga, saya mulai lancar berbahasa Inggris dan mulai mengajar les Bahasa Inggris di SD dan TK,” kenangnya.
Dengan kemampuan Bahasa Inggrisnya, seolah membenarkan anggapan Rusiana untuk mudah memperoleh pekerjaan, terbukti. Selain mengajar les di semester akhir dan dalam proses menyelesaikan pendidikan strata satunya di PBI UMK pada 2006, ia diterima sebagai tutor Bahasa Inggris di sebuah Bimbingan Belajar ternama di Kudus.
Ragam pekerjaan mau tak mau memang harus dilakoni Rusiana untuk menambah kebutuhan biaya kuliah. Maklum saja, Rusiana anak pertama dan hanya ayahnya saja yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah serta membiayai sekolah ke tiga adiknya.
Rusiana pun menjalani beberapa ragam pekerjaan sampingan lainnya. Diantaranya menjadi sales kunir putih, yang mengaharuskannya mampu melakukan presentasi tentang seputar penyakit kanker. Rusiana pun melakukan presentasinya mulai dari berbagai sekolah, instansi, hingga pertemuan PKK.
”Pekerjaan sampingan lain adalah memberikan les privat, hingga member MLM produk kecantikan yang berbeda,” ujarnya.
Keputusan Berkarir Dosen
Dari sana pula kemampuan public speaking Rusiana terlatih. Rusiana pun semakin percaya diri dan memutuskan untuk mengikuti rekruitmen dosen pada tahun 2007. Meski belum beruntung, pada tahun yang sama pula istri dari Dodi Irawan ini diterima sebagai dosen tidak tetap di PBI UMK.
”Tahun 2009 mengikuti rekruitmen dosen untuk yang kedua kalinya, dan diterima dengan syarat melanjutkan S2 dengan biaya sendiri. Melihat kesempatan tersebut, saya menerima syarat tersebut dan diterima menjadi dosen pada tahun 2009,” ucapnya bangga.
Di tahun yang sama Rusiana kemudian memutuskan menempuh pendididikan S2 nya di Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan lulus pada tahun 2011. Ibu dua anak mengungkapkan, dua tahun menjadi tahun yang berat yang harus ia tempuh. Namun, segala beban itu tak lagi dirasakannya ketika semangatnya mulai membara.
”Semangat saya adalah anak saya yang baru berusia 18 bulan. Saya bertekad lulus tepat waktu, dan 2 tahun dengan dukungan suami dan keluarga. Nglaju Kudus ke Semarang dengan kelas terakhir pukul 6 sore, saya selalu pulang kembali ke Kudus dan tidak pernah menginap di Semarang karena anak pertama masih ASI. Pernah karena sudah cukup larut dan agak gerimis saya salah naik bis jurusan Kendal. Untung segera sadar sebelum jauh dari rute yang seharusnya. Deg-deg an juga rasanya,” ujarnya.
Prestasi
Penghoby membaca dan bernyanyi ini cukup merasa bangga, di tahun ke dua berkarir sebagai dosen PBI, Rusiana mencetak prestasi. Prestasi pertamanya, yaitu ketika papernya diterima untuk dipresentasikan di forum seminar internasional di UNIKA Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2011. Mungkin, bagi banyak dosen yang berpengalaman, hal tersebut bukanlah hal yang istimewa, namun bagi perempuan kelahiran Kudus 11 November 1983 ini, hal tersebut pada waktu itu adalah sebuah prestasi dan kebanggaan sendiri.
”Saya berkesempatan menghadiri seminar internasional dan sharing hasil refleksi pembelajaran tentang multiculturalism dalam speaking class. Dalam seminar tersebut, saya banyak bertemu dan berkenalan dengan dosen-dosen dari universitas-unversitas lain dari Indonesia dan pembicara lain dari luar negeri,” tuturnya.
Hingga sekarang tentu saja sebagai dosen, Rusiana aktif meneliti dan menulis. Karena hal tersebut merupakan kewajiban dosen, yang meliputi; melaksanakan pengajaran, pengabdian, dan penelitian. Menurutnya, yang lebih membahagiakan menjadi seorang dosen adalah ketika mahasiswa mengatakan bahwa mereka senang belajar pada hari itu dan mendapat sesuatu yang bermanfaat pada hari itu.
”Saya hampir tidak pernah lupa menanyakan tentang dua pertanyaan tersebut setiap di akhir kelas. Satu hal lagi, jika bertemu dengan alumni dan mereka mengatakan bahwa saya adalah dosen favorit, itulah prestasi bagi saya. Bagi saya itulah prestasi sesungguhnya, ketika kita bisa menginspirasi dan memotivasi hingga mereka sudah meninggalkan bangku kuliah,” akunya.
Ciri Khas Mengajar dan Inovasi
Setiap dosen pastinya memiliki gaya dan metode pengajaran yang berbeda-beda. Sebagai dosen PBI, Rusiana melakukan ragam inovasi lebih banyak dalam hal pembelajaran. Ia menerapkankan pada beberapa mata kuliah yang ia ampu. Di antaranya, Teaching English to Young Learners, Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-anak, Extensive Reading, dan Vocabulary.
”Dulu sekali saya mengampu mata kuliah Speaking. Contoh-contoh inovasi dalam pembelajaran adalah menggunakan Project-based Learning dalam pembelajaran makul Teaching English to Young Learners,” ungkapnya.
Rusiana yang pernah mengikuti seminar Internasional MELTA Conference di Ipoh, Malaysia, 2016 itu memaparkan, metode pengajaran yang ia terapkan kepada mahasiswa dirancang agar tidak membosankan. Yaitu dengan cara mahasiswa membuat lagu, puisi, media, game, buku cerita, dan menggunakannya untuk praktik mengajar anak-anak usia SD di akhir semester. Selain itu metode tersebut juga sebagai pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar.
Selain itu Rusiana bersama rekannya Nuraeningsih pernah mendapatkan hibah dana dari Kemenristekdikti untuk penelitian dosen pemula, dengan topik Penggunaan Permainan Tradisional untuk Mengajarkan Bahasa Inggris SD. ”Memang bukan dana yang besar, namun itu adalah proposal pertama saya dan diterima. Selanjutnya lebih dari proposal yang saya ajukan dan tidak lolos,” ujarnya sambil terbahak.
Dosen PBI itu melanjutkan, tantangannya saat ini adalah dalam pembelajaran Extensive Reading (ER). Yang merupakan mata kuliah baru, dan baru dua tahun ia ampu. Seperti biasanya, jika mendapat ampuan mata kuliah baru maka ia pun mulai meluangkan waktu untuk belajar lebih.
”Waktunya sering browsing, baca, dan menyiapkan apa saja untuk ‘dimakan’ mahasiswa. Saya join workshop Extensive Reading, bertemu dan sharing dengan dosen-dosen lain dari berbagai kampus di Indonesia dan join asosiasi terkait. Dari hasil workshop saya merekomendasikan ke Prodi untuk mengadakan buku cerita, graded readers, sebagai bahan bacaan mahasiswa.
Awalnya, Rusiana berpikir bahwa mengajar ER akan sukar, namun ternyata menyenangkan. Aktivitas-aktivitas mahasiswa yaitu membaca graded readers dengan aktivitas setelahnya yaitu membuat jurnal, membuat ringkasan, puisi, membuat akhir cerita yang berbeda, menulis surat ke penulis, bermain peran, memilih bagian favorit dari cerita, dan Sustained Silent Reading (SSR), membaca di dalam kelas.
”Dan saya, bersama mereka membaca. Di akhir semester akan ada festival atau pameran ER yang akan menjadi pembukaan untuk program ER di PBI UMK,” ucapnya antusias.
Ia melanjutkan, mahasiswa akan memamerkan hasil karya mereka selama satu semester dan menampilkan reading poem, storytelling, atau role play. Sejauh ini, itulah inovasi yang ia lakukan, inovasi pembelajaran yang beberapa diantaranya dijadikan penelitian dan sering juga menjadi materi untuk pengabdian masyarakat.
Baginya, pengalaman yang menarik dan akan selalu menarik adalah ketika melaksanakan pengabdian dimana ia bertemu dan berbagi dengan murid atau guru-guru. Juga presentasi dalam seminar nasional maupun internasional dimana ia bisa sharing hasil penelitian atau bertukar pikiran dengan dosen-dosen lain dari berbagai universitas.
”Selain menjadi dosen, saya mempunyai Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang saya rintis bersama rekan saya, Bu Neny Suci sejak tahun 2013. Saya merekrut mahasiswa untuk menjadi guru les di LKP saya. Pun saya masih juga mengajar di LKP sebagai usaha untuk memberikan kepada para guru yang notabene adalah mahasiswa saya. Baik sudah lulus maupun belum,” tuturnya.
Tokoh yang banyak menginspirasi Rusiana dalam pembelajaran adalah Dr. Itje Chodidjah, MA. Dari sosok Itje, Rusiana belajar bahwa inovasi dan pembelajaran sebenarnya adalah di kelas-kelas. Maka itulah, meski kini telah menjadi dosen Rusiana tetap mengajar les mulai level TK, SD, SMP, SMA, Mahasiswa dan Umum.
Dalam mengarungi kehidupannya, setiap orang pastinya memiliki motto hidup. Begitu juga dengan Rusiana yang dahulu memiliki motto Hidup adalah Perjuangan. Namun semakin dewasa, ia berpikir bahwa motto tersebut justru membuat hidupnya terasa berat.
”Kemudian saya mendengar motto Agnes Monica; dream, believe, make it happen. Saya merasa cocok dengan motto itu. Jika boleh sama saya suka motto tersebut. Pada intinya saya yakin bahwa mimpi-mimpi yang dihidupkan dan dibawa dalam doa akan menjadi nyata, Insya Allah,” celetuknya.
Dalam karir, Rusiana masih terus menulis artikel hasil penelitian di beberapa jurnal dan prosiding seminar nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga masih ingin mengejar mimpinya untuk bisa melanjutkan pendidikan S3, menulis buku, dan ingin menjadi Professor. ”Dan saya ingin terus bisa berinovasi dan menulis di jurnal yang bereputasi,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang perkembangan pendidikan tinggi di kota tempat ia mengajar, Ibu dari Mahardika Maulana Irawan dan Maharani Elina Irawan ini mengatakan, geliat pendidikan tinggi di Kudus bisa dikatakan baik. Melihat banyak mahasiswa yang aktif mengikuti program-program PKM yang diselenggarakan Kemenristekdikti. Tak hanya itu, tetapi juga aktif di kampus, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
”Namun budaya akademik dan kiprah mahasiswa masih tampak ‘tenang’ karena mahasiswa yang tidak begitu heterogen. Jadi seolah tidak begitu kompetitif. Kita semua pun harus up to date dan melek teknologi serta literate dalam banyak aspek,” tutupnya. (duniadosen.com/ta)