Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan. Namun, mencapai hal tersebut tentu sulit. Hanya saja, ketika menerapkan prinsip piramida terbalik justru bisa membantu mencapainya.
Prinsip piramida ini disebut juga dengan istilah prinsip atau teknik segitiga terbalik. Dalam dunia kepenulisan, teknik menulis satu ini sangat populer digunakan. Terutama untuk penulis yang terjun di bidang jurnalistik dan karya tulis ilmiah (akademisi dan peneliti).
Bagi beberapa akademisi dan peneliti, teknik segitiga terbalik bisa saja asing di telinga. Apalagi jika masih terbilang pemula. Padahal teknik ini bisa meminimalkan kesalahan dan revisi saat menyusun karya tulis ilmiah.
Prinsip piramida terbalik dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah pendekatan penulisan yang dimulai dengan menyajikan informasi paling penting atau utama di awal, kemudian diikuti dengan informasi yang lebih mendetail, spesifik, atau pendukung.
Dikutip dari Repository UIN Suska Riau, prinsip segitiga atau piramida terbalik adalah struktur penulisan atau penyajian berita paling dasar yang umum dilakukan wartawan, diawali dengan menempatkan semua informasi penting pada bagian awal, kemudian makin kebawah memuat informasi yang kurang penting.
Jika kebanyakan tulisan diawali dengan menyampaikan hal umum, kemudian berangsur-angsur menyampaikan hal khusus. Lain halnya dengan teknik piramida terbalik ini yang justru memiliki pola sebaliknya.
Sebagaimana yang dijelaskan, teknik ini menjadi teknik penulisan yang paling umum untuk artikel berita. Sehingga menjadi teknik yang diterapkan rutin oleh para jurnalis atau wartawan.
Selain itu, dikutip dari website Ebizmark, teknik segitiga terbalik juga bisa diterapkan di penulisan karya tulis ilmiah. Namun tidak untuk semua bab atau bagian dari karya tulis tersebut. Secara umum, teknik ini paling lumrah diterapkan saat menyusun abstrak dan pendahuluan (terutama pada bagian Latar Belakang Masalah).
Jika Anda membaca abstrak suatu artikel ilmiah yang terbit di sebuah jurnal. Maka akan menemukan pembahasan awal adalah inti atau topik utama penelitian. Baru kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang mendukung topik utama tersebut. Begitu pula dalam bagian Latar Belakang Masalah.
Meskipun teknik penulisan karya tulis ilmiah tidak hanya prinsip piramida terbalik. Namun masih ada lebih banyak teknik bisa diterapkan. Harus diakui teknik ini terbilang menjadi pilihan yang menarik dan bahkan terbaik. Sebab memberi banyak manfaat seperti:
Dikutip melalui website Nielsen Norman Group, salah satu manfaat dari penerapan prinsip ini adalah mempercepat pemahaman pembaca. Menyampaikan informasi penting dan topik utama di awal, membantu pembaca memahami topik itu sendiri.
Sekaligus membantu pembaca untuk memahami arah informasi yang akan dipaparkan tulisan yang sedang dibaca. Hal ini tentu menguntungkan pembaca, karena bisa menghemat waktu dan tenaga untuk memahami suatu bacaan.
Seorang penulis, tentu berharap karya tulisnya bisa dipahami dengan tepat dan cepat oleh pembaca. Maka penerapan prinsip ini bisa mendukung untuk mencapai hal tersebut.
Memilih prinsip piramida terbalik saat menyusun karya tulis ilmiah bisa memberi efisiensi waktu dan tenaga. Sebab, teknik ini terbukti meningkatkan kecepatan dalam proses menulis.
Bagaimana hal ini terjadi? Secara umum, kebanyakan penulis lebih mudah menjabarkan suatu topik dengan memahami topik utama itu sendiri. Saat menyusun paragraf pun, penulis bisa lebih mengalir jika sudah fokus pada ide besar.
Teknik piramida terbalik membantu penulis memahami topik utama dan ide-ide besar dalam pengembangan paragraf. Hal ini memudahkan mereka mencari informasi relevan dan memberikan informasi pendukung. Sehingga proses menulis lebih mengalir.
Manfaat ketiga dari penerapan prinsip piramida terbalik adalah struktur tulisan lebih jelas dan logis. Artinya, teknik menulis satu ini membantu menyusun paragraf dan satu naskah utuh dengan alur logika yang baik atau tepat.
Hal ini bisa terjadi, karena penulis akan fokus mencantumkan informasi penting. Kemudian memberi informasi pendukung yang relevan. Sehingga struktur karya tulis menjadi lebih runtut. Tulisan seperti ini lebih enak dibaca dan mudah dipahami.
Jika Anda selama ini merasa tulisan yang dibuat punya alur yang amburadul dan mudah kehilangan fokus. Serta dengan mudah menyampaikan informasi tidak relevan. Ada baiknya mulai memakai teknik piramida terbalik untuk mengatasinya.
Manfaat berikutnya adalah bisa mendorong minat baca. Seorang penulis tentu ingin pembaca menikmati karyanya. Sehingga membaca sampai tuntas dan bukan potongan kecil saja. Misalnya hanya membaca bagian pembuka.
Menerapkan teknik piramida terbalik membantu mendorong minat baca. Sebab, pembaca akan langsung disuguhkan informasi penting dan menggoda untuk dipahami lebih lanjut. Hal ini membuat minat baca mereka sampai paragraf terakhir meningkat.
Misalnya, dalam abstrak artikel ilmiah penulis menjelaskan bahwa teknologi X efektif menurunkan tingkat polusi. Informasi penting ini tentu menggugah minat baca seorang pembaca untuk mengetahui bagaimana teknologi tersebut bekerja dan bagaimana penerapannya. Maka ada dorongan membaca seluruh artikel.
Manfaat berikutnya dari penerapan prinsip piramida terbalik adalah mendukung teknik membaca cepat dan efektif dari para pembaca. Seorang pembaca yang mungkin sedang mencari rujukan ilmiah tentu perlu memahami isi calon rujukan.
Membaca cepat menjadi jalan ninja, agar tidak terlalu lama berdiam di satu calon rujukan. Padahal di akhir, bisa saja tidak terlalu relevan dan harus pindah ke publikasi ilmiah lain.
Jadi, membantu para pembaca untuk menentukan relevansi karya tulis ilmiah dengan kebutuhan mereka. Penulis bisa menerapkan teknik ini, dimana informasi paling penting dan menjadi inti penelitian disampaikan di awal. Sehingga bisa langsung diketahui relevansinya dengan kebutuhan pembaca.
Manfaat berikutnya dari penerapan teknik ini adalah memudahkan pembaca tetap fokus pada poin penting. Sehingga tidak lagi ada kemungkinan kehilangan fokus dan minat untuk melanjutkan membaca.
Pembaca yang sedang melakukan penyuntingan, misalnya editor jurnal. Tentunya membutuhkan hal ini, agar bisa fokus pada inti atau topik utama. Sehingga bisa menilai apakah isi dari artikel ilmiah masih terfokus atau tidak. Hal ini memudahkan mereka menentukan kualitas dan kelayakan untuk terbit.
Manfaat selanjutnya dari penggunaan prinsip piramida terbalik adalah memudahkan proses revisi jika memang ada. Hal ini bisa terjadi, karena penulis bisa fokus pada topik utama dan informasi penting yang disajikan di awal.
Sehingga memudahkan proses revisi untuk bagian di bawahnya agar relevan. Proses revisi kemudian bisa berjalan lebih efektif dan efisien. Sebab penulis bisa fokus di topik utama dan informasi penunjang bisa dipastikan relevan.
Kuasai cara menulis jurnal dengan benar untuk memperbesar naskah lolos submit:
Lalu, bagaimana cara menerapkannya? Berikut cara menerapkan prinsip piramida terbarik saat menulis artikel ilmiah:
Tahap awal dalam penerapan prinsip atau teknik ini adalah menentukan informasi utama. Sebab informasi inilah yang nantinya ditempatkan di awal. Yakni pada kalimat pertama dan pada paragraf pertama.
Jadi, pastikan sudah menentukan informasi utama apa saja yang akan disampaikan di awal. Kemudian bisa mencari informasi pendukung yang merupakan tahap kedua dari penerapan teknik ini.
Tahap kedua adalah mencari atau menyiapkan informasi pendukung dari informasi utama yang sudah ditetapkan. Informasi pendukung ini bisa saja cukup banyak. Semakin banyak rujukan yang digunakan, maka semakin banyak informasi relevan bisa ditemukan.
Maka, pastikan sudah menentukan informasi pendukung mana saja yang akan dicantumkan pada naskah. Kemudian diurutkan agar alur logikanya jelas. Urutan ini akan membantu memastikan struktur tepat sehingga enak dibaca dan mudah dipahami.
Tahap ketiga dalam menerapkan prinsip piramida terbalik adalah menyusun paragraf. Dimulai dengan menuliskan informasi utama yang sudah ditentukan di tahap paling awal.
Kemudian disusul dengan mencantumkan informasi pendukung yang urutannya sudah ditentukan di tahap sebelumnya. Pada tahap ini, penulis bisa mengecek apakah paragraf juga memenuhi kriteria paragraf yang baik.
Selain itu, lebih dianjurkan menyusun paragraf pendek yang ringkas dan jelas. Apalagi jika teknik ini digunakan untuk menyusun abstrak artikel ilmiah. Dimana mayoritas adalah 200 kata saja. Sehingga jangan sampai boros informasi pendukung.
Tahap keempat dalam menerapkan teknik segitiga terbalik ini adalah melengkapi informasi pada paragraf. Pada tahap ini, penulis akan melakukan penyuntingan atau editing mandiri. Kemudian melakukan koreksi jika dibutuhkan.
Selain itu, menambahkan beberapa informasi pendukung agar penyajian topik lebih mendalam bisa dilakukan. Apalagi jika memang ditunjang dengan keberadaan rujukan. Sehingga informasi tersebut bukan karangan.
Tahap akhir adalah mempertimbangkan untuk membeli atau membuat ringkasan. Tahap ini tidak wajib, hanya saja bisa menjadi nilai tambah. Tahap ini lebih tepat diterapkan saat menyusun Latar Belakang Masalah.
Sehingga di paragraf terakhir, penulis bisa meringkas apa yang disajikan sejak paragraf pertama. Hal ini membantu memberi pengingat kepada pembaca mengenai topik utama dan informasi pendukung yang sifatnya paling penting.
Membantu lebih memahami lagi penerapan prinsip piramida terbalik dalam menyusun karya tulis ilmiah. Maka berikut beberapa contoh yang bisa dijadikan bahan pembelajaran:
Abstrak artikel “Investigating Digital Illiterate Classification Techniques Based on DeepFace Technology”
Abstract— This paper presents an algorithm to identify digital illiterates by analyzing age and emotions from facial recognition. In this paper, digital illiterates refer to people who struggle in using digital devices. The study assumed that older individuals who display surprised or angry facial expressions while using digital devices are more likely to be identified as digitally illiterate. For age detection, the study used MTCNN (Multi-task Cascaded Convolutional Networks), and for emotion detection, it employed the VGG-Face model. MTCNN detects facial features and landmarks to preprocess images and distinguish facial characteristics. The VGG-Face model uses convolution operations to analyze facial images and classify emotional states. The dataset used in the study consisted of 3,000 facial images collected from the internet. The research team categorized the images into faces of individuals aged over 50, angry expressions, and surprised expressions. The dataset included 411 individuals (13.7%) aged over 50, 163 individuals (5.4%) with angry expressions, and 145 individuals (4.8%) with surprised expressions. Accuracy was estimated by comparing the results from the DeepFace algorithm with those from the research team’s classifications. The DeepFace algorithm achieved 95.77% accuracy in detecting individuals aged over 50, 83.45% accuracy for surprise, and 76.07% for anger. The results demonstrate that it is possible to identify digital illiterates based on their age and emotional expressions and could enable the development of personalized services to directly or indirectly support digital illiterates, potentially improving digital accessibility.
Keywords— Deep learning; DeepFace; digital illiterate; face recognition; emotion recognition
Introduction (Latar Belakang) artikel “Investigating Digital Illiterate Classification Techniques Based on DeepFace Technology”
I. INTRODUCTION
In the current digital epoch, rapid digitization permeates various sectors, predominantly driven by the extensive use of computer technology. This progression has facilitated the ubiquitous dissemination of information via remote, digital means. Nonetheless, this paradigm shift presents substantial hurdles for individuals with limited digital proficiency, who frequently need help utilizing these technological modalities effectively.
This investigation seeks to ascertain the utility of facial and emotional recognition technologies in identifying individuals facing challenges with digital literacy. The hypothesis conjectures that the exhibition of surprise or anger, particularly in older demographics, may signify a need for digital acumen. Under this premise, the study aims to delineate such expressions as indicative markers for identifying users with limited digital literacy. Moreover, the research contemplates the design of bespoke service offerings, including potential direct interactions, to cater to the specific needs of this demographic, thereby augmenting their engagement with digital platforms. By concentrating on users’ palpable emotional and facial cues, this research aspires to substantially contribute to enhancing inclusive and accessible digital services. Such advancements aim to alleviate the obstacles encountered by individuals with limited digital literacy, promoting a more inclusive digital environment in an era characterized by pervasive digitization.
Abstrak artikel “Kontekstualisasi Fiqh al-Siyāsah di Indonesia: Sebuah Usulan Tipologi Populisme Islam”
Di tengah suasana politik yang makin terpolarisasi oleh berbagai bentuk populisme, artikel ini mengidentifikasi tipologi populisme Islam di Indonesia dari perspektif hukum politik Islam. Artikel ini mengungkap cakrawala baru dengan menunjukkan adaptabilitas fiqh al-siyāsah terhadap varian tipologi populisme Islam. Mengacu pada beberapa pendekatan studi populisme Islam di Indonesia, artikel ini mengklasifikasikan tiga tipologi populisme Islam di Indonesia: populisme ekonomi-politik, Islamisme politik, dan pragmatisme politik. Masing-masing memiliki karakteristik dan misi perjuangan yang berbeda dalam konteks politik dan sosial. Artikel ini berargumen bahwa fiqh al-siyāsah berfungsi tidak hanya sebagai alat legitimasi tetapi juga sebagai kerangka adaptif yang merespons dinamika politik kontemporer. Adaptabilitas ini tidak hanya mengacu pada kontekstualisasi prinsip-prinsip syariah tetapi juga melibatkan adaptasi yang membentuk dan melahirkan kebijakan dan praktik politik yang lebih inklusif dan bermanfaat dalam kerangka populisme Islam di Indonesia. Artikel ini memperluas cakrawala tentang bagaimana integrasi prinsip-prinsip politik hukum Islam dalam gerakan populis dapat memengaruhi dinamika dan kebijakan politik di Indonesia.
Keyword: populisme Islam; politik ekonomi; politik Islam; pragmatisme politik; Fiqh al-Siyāsah
Itulah beberapa contoh penerapan prinsip piramida terbalik dalam menyusun abstrak dan pendahuluan di artikel ilmiah. Teknik ini juga tepat diterapkan untuk pendahuluan pada makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Sehingga penerapannya tidak sebatas pada artikel ilmiah saja.
Baca Juga:
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…
Pada saat memulai kegiatan perkuliahan, mahasiswa biasanya menerima dokumen bertajuk kontrak perkuliahan. Dokumen ini disusun…