Dalam setiap profesi dikenal ada kode etik, rupanya kode etik dosen juga menjadi salah satunya. Bagi siapa saja yang ingin menjadi dosen atau sudah menjadi calon dosen karena menamatkan studi jenjang S2 maupun S3.
Maka ada baiknya mempelajari mengenai kode etik yang mengatur profesi pendidik di perguruan tinggi tersebut. Tujuannya untuk bisa bekerja dan berkarya secara profesional di bidang akademik.
Secara umum, kode etik dosen sama seperti pengertian kode etik profesi lainnya. Misalnya kode etik untuk profesi dokter, guru, pengacara, dan lain sebagainya. Kode etik biasanya ditujukan kepada profesi yang membutuhkan keahlian khusus di suatu bidang.
Kode etik secara umum adalah sebuah acuan yang digunakan oleh suatu kelompok yang menjalankan profesi tertentu, yang harus dan wajib diikuti oleh setiap peserta setiap profesi dalam kegiatan yang profesional.
Kode etik kemudian memuat seluruh aturan dalam menjalankan pekerjaan melalui profesi yang ditekuni. Sekaligus menjadi landasan bagi pemilik profesi tersebut dalam bekerja, berkarya, dan juga menjaga tingkah laku maupun tutur kata di tengah masyarakat umum.
Kode etik dosen sendiri merupakan acuan yang digunakan pemilik profesi dosen untuk menjalankan kegiatan profesinya secara profesional. Sehingga lewat kode etik ini para dosen bisa paham tugas, kewajiban, sampai hak yang dimiliki atas profesinya apa saja.
Kode etik juga sering dikaitkan dengan istilah etika, tidak keliru memang sebab di dalam kode etik yang umumnya berbentuk daftar. Juga akan mencantumkan seluruh etika yang harus dipatuhi pemilik profesi. Hal ini juga berlaku untuk profesi dosen.
Baca Juga:
Syarat Dosen Pembimbing Skripsi
Disusunnya kode etik dosen tentu bukan tanpa alasan, hal ini juga berlaku untuk kode etik profesi lain. Secara umum, daftar isi sebuah kode etik profesi tenaga pendidik di perguruan tinggi memiliki fungsi dan tujuan sebagai berikut:
Keberadaan kode etik atau pembuatan kode etik memiliki fungsi dan tujuan untuk menjaga martabat dosen. Sebab di dalam kode etik ini tercantum sejumlah poin yang menjelaskan hak dan kewajiban dosen.
Tujuannya tentu saja untuk menegaskan apa saja tugas dan kewajiban dosen yang kemudian wajib dipahami masyarakat luas. Selain itu, hak dosen pun harus dipahami dan dihormati masyarakat luas.
Contoh sederhana dari fungsi dan tujuan ini adalah terkait gaji dosen. Dosen yang profesional dan sudah bersertifikasi berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang layak sesuai peraturan perundang-undangan.
Semua perguruan tinggi yang merekrut dosen tersebut memiliki kewajiban memberikan hak gaji dan tunjangan tersebut. Sehingga martabat dosen terjaga sebagai pendidik profesional yang dihargai tidak hanya sebatas dihormati dari sikap, tapi juga dihargai dengan memberi manfaat ekonomi kepada dosen.
Fungsi dan tujuan kedua dari penyusunan kode etik dosen adalah untuk menjaga kesejahteraan dosen. Hal ini sesuai dengan contoh kasus yang dijelaskan di poin sebelumnya, dimana dosen berhak mendapatkan penghasilan yang layak.
Namun, dosen yang ingin mendapatkan haknya sudah tentu wajib melaksanakan kewajibannya. Yakni melaksanakan Tri Dharma berisi tugas pokok disusul tugas penunjang, dan mungkin ada tugas tambahan lewat jabatan struktural.
Kode etik di dalam sebuah profesi biasanya juga memuat standar gaji, fee, bonus, royalti, dan sebagainya. Hanya saja untuk dosen, kode etik ini disusun oleh instansi pendidikan dimana dirinya bernaung.
Biasanya isi kode etik akan disesuaikan dengan semua norma yang diterapkan di instansi pendidikan tinggi tersebut. Jika dosen pindah ke instansi lain alias pindah homebase maka ada kemungkinan akan bertemu kode etik dengan isi berbeda.
Lewat susunan kode etik dosen maka seorang dosen akan lebih mudah untuk meningkatkan maupun menjaga layanan dan kualitas profesionalnya. Artinya, dosen paham dan sadar penuh mengenai kewajibannya sebagai pendidik.
Dosen kemudian akan berusaha untuk menjadi dosen bertanggung jawab dengan melaksanakan seluruh kewajiban tersebut sebaik mungkin. Sehingga mampu menyelenggarakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian secara maksimal.
Manfaat atas semua kinerja dosen kemudian bisa dirasakan semua pihak mulai dari mahasiswa, instansi pendidikan yang menaunginya, masyarakat luas, sampai peningkatan mutu pendidikan nasional di Indonesia yang artinya ikut dirasakan pemerintah.
Kode etik dosen maupun profesi lain ternyata tidak hanya mencantumkan hak dan kewajiban dosen. Melainkan juga mencantumkan beberapa jenis sanksi yang bisa diterima dosen jika melanggar isi kode etik tersebut.
Berhubung kode etik untuk profesi dosen di setiap instansi pendidikan akan berbeda-beda. Maka secara umum bentuk sanksi yang bisa diberikan kepada dosen melanggar kode etik adalah sebagai berikut:
Dosen yang melanggar kode etik memiliki kemungkinan mendapatkan sanksi berupa teguran. Misalnya dipanggil oleh dekan sampai rektor untuk dilakukan penyelidikan dan upaya mendapatkan pertanggung jawaban dosen.
Teguran biasanya menjadi bentuk sanksi yang paling ringan dan bisa diberikan di tahap awal. Jika masih ada pelanggaran maka sanksi yang diberikan akan dinaikan skalanya ke level selanjutnya.
Teguran juga hanya diberikan kepada dosen yang melakukan pelanggaran ringan. Namun, bentuk pelanggaran disesuaikan dengan kebijakan perguruan tinggi atau instansi pendidikan.
Jenis sanksi yang kedua untuk dosen yang melanggar kode etik dosen adalah diberikan surat peringatan atau SP. SP diberikan setelah teguran yang diberikan pimpinan perguruan tinggi tidak mendapatkan perbaikan.
Sehingga dosen tersebut diberikan SP yang kemudian dicatat oleh pihak administrasi perguruan tinggi. Secara umum SP ini berlapis sampai maksimal 3 kali, akan tetapi bisa disesuaikan dengan kebijakan instansi. Jika sudah maksimal, maka sanksi akan ditingkatkan.
Jenis sanksi pelanggar kode etik berikutnya di profesi dosen adalah pencabutan hak, biasanya untuk sementara. Misalnya pencabutan hak untuk mengajar mahasiswa, membimbing mahasiswa, sampai penangguhan gaji.
Pencabutan hak biasanya disesuaikan dengan jenis kesalahan dan bentuk pelanggaran dosen. Sekaligus disesuaikan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi tempatnya bernaung.
Pelanggaran kode etik dosen juga bisa berujung pada pemberian sanksi secara perdata maupun pidana. Biasanya untuk kasus pelanggaran berat yang melibatkan pihak berwajib.
Contohnya adalah kasus korupsi rektor perguruan tinggi, bisa juga kasus pelecehan seksual yang dilakukan dosen kepada mahasiswa. Jika kasus ini dilaporkan dan terbukti benar, maka sanksi perdata sampai pidana akan dilayangkan.
Sanksi perdata maupun pidana biasanya akan dilengkapi dengan sanksi internal perguruan tinggi. Misalnya pemecatan, baik secara hormat maupun tidak hormat disesuaikan dengan tindak pelanggaran yang dilakukan dosen tersebut.
Keberadaan kode etik dosen sejatinya untuk dijadikan panduan dan dasar dalam menjalankan aktivitas di lingkungan akademik. Dosen yang dikenal sebagai kalangan cendekiawan memiliki kepercayaan untuk menjadi teladan yang baik. Maka adanya kode etik membantu mengarahkan dosen tetap menjadi teladan yang baik tersebut.
Artikel Terkait:
11 Cara Mengajar Dosen yang Baik
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…