Per lima tahun, perguruan tinggi mengajukan akreditasi ke BAN-PT dan setiap tahunnya akan mengajukan klasterisasi perguruan tinggi. Apa itu klasterisasi di perguruan tinggi? Bagi beberapa orang, istilah ini mungkin masih asing.
Terbilang wajar memang, karena program klasterisasi di lingkungan pendidikan tinggi baru dilaksanakan di tahun 2020. Klasterisasi bisa disebut sebagai proses mengelompokan PTN maupun PTS berdasarkan nilai yang diraih saat dilakukan penilaian.
Sebagai sebuah pengelompokan, tentunya akan sangat menguntungkan apabila perguruan tinggi masuk ke Klaster 1 atau mungkin 2. Hal ini bisa menjadi magnet agar semakin banyak calon mahasiswa mendaftarkan diri setiap tahunnya.
Namun, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menjelaskan bahwa klasterisasi ini berbeda dengan pemeringkatan. Lalu, seperti apa pengertian dan proses penilaiannya?
Klasterisasi perguruan tinggi secara umum adalah Pengelompokan perguruan tinggi yang disusun menggunakan data data penyusun indikator penciri kualitas kinerja perguruan tinggi yang tersedia di PDDIKTI.
Oleh pihak Ditjen Dikti Kemendikbud, proses penilaian menggunakan sejumlah penciri atau indikator penilaian. Sehingga perguruan tinggi masing-masing memiliki nilai tertentu yang kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok.
Nilai tertinggi nantinya akan masuk ke Klaster 1, 2, dan begitu seterusnya sampai yang terendah masuk ke Klaster 5. Pengelompokan terhadap perguruan tinggi kemudian terjadi, dimana masing-masing masuk ke Klaster-Klaster yang sudah ditentukan kriteria penilaiannya.
Pengelompokan ini akan mendorong setiap perguruan tinggi untuk terus berbenah. Sehingga yang tahun ini hasil klasterisasi perguruan tinggi masuk Klaster 1-2 bisa terus bertahan.
Sementara perguruan tinggi yang tahun ini masuk Klaster 4 atau 5 bisa berjuang lebih keras untuk masuk ke Klaster lebih tinggi di tahun mendatang. Adapun sumber data untuk melakukan penilaian adalah dari PDDIKTI.
Sedangkan untuk penciri atau indikator penilaian pada proses klasterisasi adalah sebagai berikut:
Di tahun 2020, proses klasterisasi dilakukan terhadap 2.136 perguruan tinggi baik PTN maupun PTS di seluruh wilayah Indonesia. Setiap tahunnya jumlah perguruan tinggi yang dinilai bisa berubah, ada kemungkinan bertambah karena adanya perguruan tinggi baru.
Namun bisa juga sebaliknya, karena Kemendikbud menetapkan kebijakan sejumlah PTS dengan jumlah mahasiswa yang minim atau bahkan tidak memiliki mahasiswa. Dihimbau dan diberi fasilitas untuk melebur menjadi satu dengan beberapa PTS.
Baca Juga:
Mengenal Apa Itu SAPTO dan Alur Akreditasi Online Didalamnya
Begini Cara Mengetahui Akreditasi Jurnal Nasional di SINTA
Begini Cara Mengecek Akreditasi Perguruan Tinggi agar Tidak Salah Pilih
Apa Saja Pengaruh Akreditasi Jurusan Terhadap Dunia Kerja?
Klasterisasi perguruan tinggi bukanlah proses pemeringkatan, sehingga tidak langsung menunjukan peringkat terbaik sampai yang terburuk. Klasterisasi adalah proses pengelompokan perguruan tinggi menjadi beberapa Klaster.
Fungsi maupun tujuan dari pengelompokan perguruan tinggi berdasarkan skor yang diperoleh sesuai penciri penilaian adalah sebagai berikut:
Klasterisasi perguruan tinggi sekilas memang akan memberi data daftar perguruan tinggi terbaik dan terburuk. Meskipun begitu, tujuannya bukan untuk pemeringkatan yang jika sudah ada daftar peringkat maka program selesai. Klasterisasi lebih dari itu.
Hasil klasterisasi kemudian menjadi PR bagi Kemendikbud untuk bisa menetapkan kebijakan dan melahirkan program yang bisa meningkatkan kualitas perguruan tinggi. Harapannya, di masa mendatang semua perguruan tinggi bisa masuk ke Klaster 1 atau 2.
Sebagaimana yang dipaparkan di awal, klasterisasi menggunakan daftar penciri atau indikator penilaian. Bisa disebut sebagai komponen penilaian untuk menentukan perguruan tinggi mana saja yang masuk ke Klaster 1, 2, 3, 4, atau 5.
Komponen penilaian dalam proses klasterisasi perguruan tinggi total ada 4 komponen, yaitu:
Komponen penilaian yang pertama adalah indikator input yang memiliki bobot nilai sebesar 20%. Indikator input mencakup sumber daya manusia (SDM) dan mahasiswa di perguruan tinggi. Berikut cakupan penilaiannya:
Berikutnya adalah indikator proses yang memiliki bobot penilaian sebesar 25% dengan cakupan sistem pengelolaan kampus. Berikut detail cakupan penilaiannya:
Indikator penilaian dalam proses klasterisasi perguruan tinggi adalah indikator output yang mengacu pada pencapaian jangka pendek. Bobot penilaian di indikator ini sebesar 25%. Cakupannya antara lain:
Terakhir adalah indikator outcome yang memiliki bobot nilai sebesar 30% yang mencakup pencapaian jangka panjang. Misalnya:
Berdasarkan hasil klasterisasi perguruan tinggi di tahun 2020, maka terdapat sejumlah perguruan tinggi yang masuk ke Klaster 1. Semuanya merupakan PTN yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Berikut daftarnya:
Skor : 3.648
Skor: 3.414
Skor: 3.315
Skor: 3.299
Skor: 3.275
Skor: 3.218
Skor: 3.161
Skor: 3.161
Skor: 3.111
Skor: 3.007
Skor: 2.930
Skor: 2.908
Skor: 2.860
Skor: 2.792
Skor: 2.747
Hasil penilaian klasterisasi di atas merupakan penilaian untuk 4 komponen penilaian, sehingga merupakan hasil klasterisasi secara menyeluruh. Selain daftar tersebut, hasil klasterisasi juga memberikan daftar perguruan tinggi dengan skor tertinggi di komponen tertentu.
Misalnya untuk hasil penilaian terhadap komponen atau indikator Input. Maka di tahun yang sama pengisi Klaster tertinggi adalah Universitas Hasanudin, Institut Pertanian Bogor, Universitas Pendidikan Indonesia, dan lain sebagainya.
Hasil klasterisasi perguruan tinggi kemudian dijadikan dasar oleh Kemendikbud untuk merumuskan kebijakan pembangunan. Sehingga perguruan tinggi bisa terus maju dan berkembang yang kemudian semuanya bisa masuk ke Klaster 1 maupun 2.
Artikel Terkait:
5 Cara untuk Meningkatkan Penilaian Akreditasi Kampus
Seberapa Penting Peran Dosen dalam Akreditasi Kampus?
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…