Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh dosen. Banyaknya kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh dosen sudah tentu perlu dihargai dengan cara tidak pernah menjiplak maupun memperbanyak karya tersebut tanpa izin. Semua kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh kalangan dosen ini kemudian bisa dimanfaatkan secara luas.
Misalnya dijadikan referensi untuk melaksanakan kegiatan penelitian, menyusun tugas akhir, atau tujuan lainnya. Tentunya ketika dijadikan referensi ada berbagai aturan yang menyertainya, salah satunya aturan dalam penulisan kredit. Tak hanya sampai disitu saja, para dosen pun perlu mengurus Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) tersebut.
Mengurus HAKI di beberapa dekade yang lalu masih dianggap sebagai suatu hal yang tidak begitu penting. Namun, tidak di negara lain yang mana setiap karya kemudian segera diurus HAKI-nya. Perlahan hal ini kemudian mulai dilakukan oleh para dosen di Indonesia, yang tentu memberi banyak dampak positif.
Dosen menjadi profesi yang tidak hanya mulia dalam hal aktif mengajar, akan tetapi juga aktif menelurkan sebuah karya. Dosen kemudian sering mengikuti sejumlah pelatihan untuk mendapat keterampilan mengurus HAKI. Tujuannya tentu saja mendapatkan hak paten atas karya yang sudah dibuat dengan susah payah.
Proses mengurusnya memang sedikit ribet, membutuhkan biaya dan pengorbanan lainnya. Apalagi untuk pengalaman pertama, dijamin terasa panjang dan melelahkan. Namun, di masa mendatang apa yang telah dilakukan akan berbuah manis. Dimana setiap karya yang dihasilkan dan dipublikasikan akan diakui sebagai karya dosen yang bersangkutan.
Dosen kemudian memiliki beragam jenis kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh dosen. Dimana jenis-jenis ini memang secara umum dihasilkan oleh para pemilik profesi dosen. Misalnya saja hak atas hasil suatu penelitian, hak atas suatu judul buku, dan jenis karya yang lainnya.
Pada saat dosen melakukan kegiatan penelitian, maka tidak hanya sibuk mengurus penelitian tersebut dan menyusun laporan hasil penelitiannya. Melainkan juga mengurus HAKI atas hasil penelitian yang didapatkan. Mengapa? Sebab bisa jadi hasil penelitian ini adalah sesuatu yang baru, solusi baru, dan menjadi jalan keluar atas permasalahan di masyarakat.
Jika temuan baru ini tidak dipatenkan dengan pengurusan HAKI, maka dimasa mendatang bisa dijiplak atau diakui sebagai hasil penelitian orang lain. Tentunya setiap dosen tidak menghendakinya, karena yang namanya menemukan hal baru dalam penelitian adalah hal susah. Jika sudah didapatkan dan seenak jidat diakui oleh dosen atau orang lain, tentu rasanya sangat menyakitkan.
Jika HAKI atas hasil penelitian ini tidak pernah diurus sebelumnya. Maka pada saat diakui begitu saja oleh pihak lain, dosen yang bersangkutan tidak akan bisa berbuat banyak. Sebab memang tidak memiliki payung hukum yang melindungi dan menyatakan bahwa hasil penelitian tersebut adalah temuannya.
HAKI sendiri kemudian terbagi menjadi dua jenis utama, dimana proses pengurusannya berbeda dan nantinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dosen. Jenis-jenis tersebut adalah:
Jenis HAKI yang pertama adalah Hak CIpta dan merupakan hak khusus yang diberikan kepada para pencipta suatu karya di bidang ilmu pengetahuan, sastra, dan juga seni. Hak ini nantinya akan memberi kebebasan bagi pencipta suatu karya untuk mengumumkan dan memperbanyak karya yang sudah dibuatnya.
Hak Cipta kemudian diberikan secara eksklusif, baik kepada satu orang yang statusnya sebagai pencipta karya. Maupun kepada kelompok orang yang bersama-sama menciptakan suatu karya. Misalnya mengenai buku, ada buku yang ditulis lebih dari dua penulis dan ada juga dari satu penulis.
Setiap penulis, baik secara perorangan maupun berkelompok bisa mengurus Hak CIpta atas buku yang telah disusun. Tujuannya agar memiliki hak untuk disebut sebagai pencipta buku tersebut. Sekaligus memiliki wewenang dalam memperbanyak buku cetak maupun elektronik untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas.
Pada saat membahas mengenai kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh dosen, maka Hak CIpta tidak bisa dipisahkan. Pasalnya, kalangan dosen memang aktif menulis buku. Setiap dosen kini bahkan sudah mulai aktif mengurus HAKI atas setiap buku yang sudah ditulis dan diterbitkan kepada masyarakat luas.
Jenis HAKI yang kedua adalah Hak Kekayaan Industri, yang mencakup beberapa poin. Yaitu:
Pertama adalah hak paten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hak paten hanya akan diberikan oleh pemerintah atau negara kepada pihak industri yang berhasil mendapatkan penemuan baru di bidang teknologi. Sehingga setiap pelaku industri yang bisa menemukan teknologi baru berhak untuk mengurus Hak Paten.
Teknologi baru yang berhasil ditemukan ini kemudian bisa diaplikasikan oleh perusahaan tersebut. Kemudian bisa juga diterapkan di perusahaan lain yang sudah meminta izin atau menjalin suatu kerjasama. Sehingga siapa saja yang berhak menggunakan temuannya adalah yang sudah meminta izin.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek dagang kemudian menjadi ciri khas yang diusung oleh suatu perusahaan atau usaha. Merek ini kemudian diharapkan unik, dan memang sebaiknya unik. Tanpa ada unsur menjiplak usaha atau perusahaan lain dan juga dibuat sekreatif mungkin.
Masalah merek dagang pun sebaiknya segera diurus oleh para pelaku industri. Sebab di masa mendatang tidak tertutup kemungkinan merek dagang ini jamak digunakan. Tanpa mengurus merek dagang di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual maka pemilik merek tidak akan bisa berbuah apa-apa.
Merek dagangnya bisa dengan mudah dijiplak oleh usaha lain, terutama kompetitor. Sehingga penting untuk segera mengurus merek dagang agar tetap unik dan menjadi ciri khas. Jika di masa mendatang usaha sudah besar dan punya banyak cabang tidak perlu repot lagi.
Baca Juga: Peranan Penting Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk Hasil Penelitian Dosen
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Industri, bahwa desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Secara sederhana, desain industri ini berhubungan dengan desain kemasan. Desain kemasan ini tidak hanya mencakup model fisik kemasan yang digunakan. Melainkan juga semua unsur informasi yang tercantum di dalamnya, yakni nama usaha, logo, dan unsur lainnya.
Desain kemasan idealnya juga harus diurus kepemilikannya untuk menghindari kasus penjiplakan. Jika tidak diurus maka harus ikhlas desain kemasannya dipakai oleh usaha lain tanpa izin. Jika hendak diurus maka akan keluar biaya tinggi dan memakan waktu lama. Lain halnya jika sudah diurus hak Desain industrinya sejak awal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bahwa, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang bahwa, Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Segala informasi penting yang sifatnya internal, maka hanya bisa didapatkan dan dimanfaatkan secara internal. Hanya saja belajar dari sejumlah kasus ada kebocoran informasi yang kemudian menguntungkan kompetitor. Mencegahnya, maka setiap rahasia dalam usaha perlu diurus HAKI-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Pasal 56 Ayat 1 Tentang Merek bahwa, Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Artinya, asal dari suatu merek dagang atau produk dalam ruang lingkup industri juga mendapatkan perlindungan HAKI. Tentunya dengan catatan bahwa pelaku industri sudah mengurus hal ini di masa awal pendirian usaha. Sehingga segala kelebihan dari produk daerah tersebut akan terjaga atau terlindungi.
Semua karya kekayaan intelektual yang dihasilkan dosen kemudian perlu diurus hak paten, sesuai dengan aturan yang ada. Jadi, setiap dosen tetap harus fokus dalam mengurus HAKI tersebut. Supaya karya maupun diri sendiri tetap terlindungi, sekaligus merasakan manfaat lain dari pengurusannya.
Baca Juga: Kesiapan Dosen Meningkatkan Hasil Penelitian yang Diakui HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)
Jika mengurus hak paten atas kekayaan intelektual yang dihasilkan masih dirasa merepotkan dan bahkan tidak penting. Maka bisa memahami dulu berbagai arti penting atau manfaat atas pengurusannya. Sebab memang sangat banyak sekali, yang kemudian menguntungkan pihak dosen yang bersangkutan. Berikut beberapa diantaranya:
Arti penting pertama kenapa para dosen perlu mengurus HAKI atas karya yang dibuat adalah untuk membantu branding diri. Hal ini lebih mengarah kepada manfaat secara moral. Dimana nama dosen tersebut akan tercantum di karya yang sudah diurus HAKI-nya.
Sehingga sampai kapanpun akan dikenal luas oleh masyarakat sebagai pencipta atas karya tersebut. Tidak ada kemungkinan nama dosen lain akan menggantikan nama dosen pertama. Sebab memang HAKI sudah diurus atau dipatenkan, sampai karya tersebut diperbanyak dalam jumlah berapapun nama penciptanya akan tetap sama.
Sebagai contoh adalah karya dalam bentuk buku. Buku ini kemudian diurus HAKI oleh dosen penulisnya. Setiap kali buku akan dicetak ulang maka semua atas sepengetahuan dan seizin dari dosen tersebut. Kemudian namanya akan selalu tercantum sebagai penulis, baik itu penulis utama maupun kontributor.
Sehingga di masa mendatang saat judul buku disebut masyarakat hanya tahu satu nama penulisnya, yakni dosen yang mengurus HAKI tadi. Hal ini tentu penting untuk memperkenalkan nama dosen tersebut sebagai penulis profesional. Sekaligus memberi tahu kepada publik bahwa buku tersebut adalah buku berkualitas yang ditulis oleh seorang dosen ahli di suatu bidang keilmuan.
Arti penting pengurusan hak atas kekayaan intelektual yang dihasilkan dosen adalah membantu mendapatkan keuntungan ekonomi. Jadi, setiap dosen yang sudah meluangkan waktu, biaya, dan tenaga mengurus HAKI atas karya yang dibuatnya tidak akan rugi.
Selain bisa dikenal luas oleh masyarakat sebagai pencipta suatu karya, juga bisa mendapatkan penghasilan pasif. Sebab bagi seorang pencipta maka akan berhak mendapatkan komisi atau royalti atas semua karyanya yang dipublikasikan, diperbanyak, dan laku terjual.
Misalnya saja kepada seorang dosen yang aktif menyanyi, maka setiap kali lagunya dipublikasikan atau diputar di radio. Sekaligus setiap kali lagu tersebut laku terjual di Spotify atau platform lain, maka dosen tersebut berhak menerima royalti. Artinya ada pembagian keuntungan antara dosen selaku pencipta dengan pihak yang mempublikasikan karyanya.
Hal serupa juga berlaku untuk karya dalam bentuk buku, sebab kekayaan intelektual yang dihasilkan dosen memang sangat beragam. Jadi, setiap buku yang sudah diurus HAKI-nya oleh dosen. Maka setiap kali ada yang laku terjual akan memberikan sekian persen komisi penjualan. Sekaligus berhak mendapatkan royalti setiap beberapa bulan sekali atau setahun sekali sesuai perjanjian dengan penerbit.
Baca Juga: Syarat Pengajuan Paten HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) Agar Cepat Disetujui
Jika sudah sibuk mengurus HAKI atas semua karya yang dibuat dijamin akan semakin semangat mengurus HAKI untuk karya selanjutnya. Mengapa? Sebab sudah bisa merasakan manfaat atas pengurusan HAKI tersebut. Misalnya bisa menerima royalti yang bisa disebut sebagai tabungan di masa mendatang.
Belum lagi dengan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat luas atas karyanya yang bermanfaat. Maka dijamin dosen tersebut akan lebih semangat untuk berkarya lagi, melakukan penelitian lagi, menulis dan menerbitkan buku lagi, dan lain sebagainya. Sebab usaha kerasnya dalam mencetak suatu karya memang mendapat penghargaan.
Hal ini tentu akan berdampak baik bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air. Sebab semakin banyak dosen yang produktif dalam berkarya dan mematenkan karya tersebut sebagai ciptaannya. Karya ini kemudian bisa diperkenalkan kepada seluruh dunia dan mencantumkan nama dosen tersebut sebagai penciptanya.
Proses menyusun karya kemudian mengurus kekayaan intelektual yang dihasilkan dosen tentu memakan waktu lama dan panjang. Ketika dosen tersebut berhasil menyelesaikan pengurusannya. Maka selain merasa puas juga akan lebih mudah menghargai karya orang lain.
Dosen tersebut akan sangat menghargai setiap buku yang ditulis oleh rekan sesama dosen. Sebab setipis apa[un suatu buku dijamin ada perjuangan panjang yang menyertainya. Dosen tak hanya perlu mengeluarkan waktu dan tenaga untuk menulis, melainkan juga biaya untuk memastikan karya tersebut terbit ke masyarakat.
Jadi, dengan mengurus HAKI maka setiap dosen akan lebih mudah menghargai karya dosen maupun pemilik profesi lain. Sehingga bisa ikut menikmati karya para dosen lain tersebut. Supaya bisa ikut memberi kontribusi untuk mereka menerima royalti, dan semakin semangat dalam menulis maupun menciptakan karya emas lainnya.
Jadi, setiap dosen memang sangat penting dalam melindungi kekayaan intelektual yang dihasilkan dosen tersebut. Supaya namanya bisa dikenal sebagai pencipta dan menerima keuntungan ekonomi atas pengurusan HAKI tadi.
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…