Sejak kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (FATETA IPB) pada 1990, Dr. Ika Amalia Kartika, S.TP., M.T sudah mulai sibuk menjadi asdos untuk beberapa mata kuliah. Kegiatan tersebut ia jalani hingga lulus jenjang sarjana dari IPB pada 1994. Meski menjadi asdos, Ika bercita-cita ingin menjadi peneliti yang fokus pada bidang energi terbarukan. Ia pun sempat melirik LIPI atau BPPT sebagai lembaga tempat kerjanya kelak. Namun, saat melanjutkan ke Jenjang master Ika menemui banyak hal tak terduga yang membuatnya merubah haluan. Dan bagaimanakan perjalanan karir Ika sebagai dosen FATETA IPB sekaligus menjalankan passionnya sebagai peneliti? Berikut hasil wawancara duniadosen.com.
Setelah lulus dari S1-nya, Ika memutuskan untuk melanjutkan ke pendidikan master di Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) berkat beasiswa dari Bank Dunia. Ketika dalam proses menyelesaikan pendidikan master tersebut, Ika mendapat tawaran menjadi dosen oleh Dr. Ir. Abdul Basith, MS, Sekretaris Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Ika tak menyiakan kesempatan tersebut dan mulai mengikuti beberapa seleksi. Pada 1997, Ika resmi menjadi dosen di FATETA IPB sampai sekarang.
Awalnya, Ika mengaku tertarik untuk menjadi peneliti. Namun, ketika bersekolah di ITB, Ika melihat banyak dosen di kampus terbaik tanah air tersebut mengajar dengan idealisme tinggi. Baginya, pengajaran dosen saat ia menempuh pendidikan master tersebut sangat menginspirasi dan membuatnya kagum.
”Dosen di ITB membagi ilmunya kepada mahasiswa dengan sepenuh hati. Hal tersebut yang memantapkan saya untuk menjadi dosen saja. Saya pikir profesi dosen itu lebih menantang dan menarik untuk ditekuni. Karena selain harus kompeten dalam bidang pendidikan, juga harus dapat mengembangkan ilmu melalui penelitian, dan mengaplikasikan hasil penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat,” terangnya kepada tim duniadosen.com melalui surel.
Bagi Ika, setiap pengalaman selama dirinya menjadi dosen memiliki kesan spesial. Banyak hal yang bisa Ika lakukan terkait keistimewaan ketika menjadi dosen yang mungkin tak bisa dilakukannya jika tak menjadi dosen. Meski begitu, Ika mengaku pengalaman menempuh pendidikan doktoral saat menjadi dosen adalah pengalaman paling berkesan.
”Saya menempuh pendidikan S3 di Perancis. Bagi saya, pengalaman selama di sana sangat berkesan. Sampai sekarang, saya terus menjaga hubungan baik dengan kampus saya di Perancis dalam rangka mengembangkan kerja sama riset,” ujar peraih gelar doktor dari Institut National Politechnique De Toulouse, Perancis tersebut.
Menurut Ika, dosen adalah salah satu profesi yang menantang kaitannya dengan interaksi terhadap mahasiswa. Ika menyebut tantangan terbesar dosen adalah mendidik mahasiswa dengan baik. Sehingga mereka menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter baik dengan kompetensi unggul di bidangnya.
Selain itu, Ika juga menyoroti masih tak lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia di beberapa kampus di Indonesia. Menurut Ika, sarana dan prasarana yang tidak lengkap berdampak pada sulitnya melakukan penelitian yang berkualitas.
Ihwal tantangan tersebut, Ika seringkali memutar otak untuk mencari solusi terbaik. Ika sering melakukan riset kolaborasi dengan universitas ternama Indonesia yang memiliki sarana memadai maupun universitas di luar negeri. ”Melalui kerja sama tersebut, saya dapat melakukan riset di laboratorium kampus kolaborator yang lebih modern,” kata Ika.
Terkait proses pengajaran di kelas, Ika mengaku sudah menerapkan sistem pengajaran zaman now. Istilah ini menerangkan tentang strategi pengajaran yang disesuaikan dengan gaya hidup mahasiswa zaman sekarang. Meski begitu, Ika tetap menjaga batasan-batasan antara dosen dengan mahasiswa.
”Tujuan utamanya adalah agar mahasiswa paham. Maka, saya menggunakan strategi khusus dalam pengajaran seperti penyampaian materi kuliah dengan cara menonton video yang berkaitan dengan materi kuliah, diskusi menggunakan permainan, serta memberikan waktu lebih kepada mahasiswa untuk berbicara,” terang Dewan Editor di International Journal of Oil Palm (IJOP) tersebut.
Ika merupakan dosen yang menyukai bidang teknologi pertanian. Kecintaannya terhadap bidang tersebut mulai membuncah tatkala mengambil bidang serupa di IPB saat S1. Sejak saat itu, Ika ingin fokus mengabdikan diri pada bidang tersebut. Tak ayal, pendidikan jenjang S2 dan S3 Ika juga tak jauh dari bidang teknologi pertanian.
Menurut Ika, pertanian menjadi salah satu sektor strategis dalam rangka pengembangan ekonomi sebuah negara, terutama menilik konteks Indonesia. ”Pertanian seharusnya menjadi ladang devisa bangsa ini. Melalui teknologi, komoditas-komoditas hasil pertanian ini dapat diolah menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi,” tegas perempuan kelahiran Cianjur, Jawa Barat tersebut.
Lebih mendetail, Ika memfokuskan diri dalam bidang teknologi yang mendukung energi terbarukan, termasuk biodiesel. Menurutnya, pengembangan energi terbarukan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Maka, Ika ingin menjadi salah satu akademisi sekaligus peneliti yang ingin berkecimpung di dalamnya.
”Indonesia menggunakan devisa negara untuk mengimpor BBM di satu sisi, namun mendulang devisi dari ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil-CPO) di sisi lain. Kenapa kita tidak mengolah CPO menjadi BBM untuk mengurangi impor BBM?,” ujar dosen berusia 51 tersebut.
Ika melanjutkan, tak hanya CPO yang bisa diubah menjadi energi terbarukan dan diolah menjadi Bahan Bakar Nabati (BBN). Ika menyebut banyak tanaman sumber minyak nabati lainnya yang tumbuh di Indonesia dan bisa diolah menjadi sumber minyak, seperti tanaman kemiri sunan dan nyamplung.
Dosen yang juga peneliti tersebut menilai bahwa produktivitas kemiri sunan dan nyamplung sama tingginya dengan CPO. ”Kelebihan dari dua tanaman tersebut adalah dapat tumbuh baik di tanah Indonesia. Selain itu, minyak nabati yang dihasilkan tergolong non edible. Sehingga pemanfaatannya tidak akan berkompetisi dengan keperluannya untuk pangan,” kata Ika menegaskan.
Pun, dosen yang tergabung dalam Masyarakat Perkelapaan Sawit Indonesia (MAKSI) tersebut melanjutkan, tanaman nyamplung bisa jadi salah satu solusi untuk mencegah kerusakan lingkungan secara berkelanjutan melihat penggunaan BBM yang tak terkendali saat ini. Alasan tersebut yang membuat Ika ingin membuat penelitian terkait tanaman nyamplung dan mengembangkannya menjadi energi terbarukan.
Sebelum mengembangkan penelitian terkait tanaman nyamplung, Ika terlebih sempat menggunakan buah jarak sebagai bahan baku biodiesel. Sayangnya, kadar minyak yang ada di buah jarak dinilai terlalu rendah dan kurang cocok dijadikan bahan baku biodiesel. Akhirnya, karena potensi tanaman nyemplung yang cocok untuk bahan baku biodiesel, Ika memiliki tekad kuat untuk mengembangkannya.
Tanaman nyamplung relatif kurang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Jika jeli, tanaman nyamplung sebenarnya dapat ditemui di tepi sungai maupun pesisir pantai Indonesia. Kekurangpopuleran tanaman nyamplung, membuat Ika makin semangat untuk mempopulerkannya di kalangan masyarakat Indonesia.
Dalam penelitiannya, Ika mengembangkan riset yang mencakup pemurnian minyak nyamplung dari resin dan pembuatan produk sampingan dari biji buah nyamplung. Ika berhasil menghasilkan biodiesel dari biji nyamplung melalui teknologi ekstraksi minyak dari biji nyamplung dan teknologi transesterifikasi in situ.
”Biodiesel yang dihasilkan dari biji nyamplung sebenarnya tidak berbeda dengan yang dihasilkan dari biji jarak. Namun tanaman nyamplung dapat menghasilkan biji yang jauh lebih banyak dibandingkan jarak dengan kadar minyak biji yang juga jauh lebih tinggi. Dengan demikian pemanfaatan biji nyamplung sebagai bahan baku untuk biodiesel sangat prospektif,” ujar Ika.
Ika menjelaskan, penelitiannya tentang pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) tersebut bertujuan untuk merespons ketersediaan BBM yang makin menipis. Selain itu, Ika juga menyoroti adanya fenomena memburuknya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan BBM yang kurang terkendali.
”Saya terus melakukan riset dalam pengembangan teknologi energi terbarukan dan produk lainnya yang berbasis komoditas pertanian untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas tersebut. Hasil pengembangan teknologi ini selanjutnya saya publikasikan di jurnal-jurnal nasional dan internasional, agar dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, saya juga bekerjasama dengan industri untuk mengaplikasikannya,” tandasnya.
Berkat penelitiannya menggunakan tanaman nyamplung tersebut, Ika mendapat penghargaan dari Presiden Perancis pada 2018 lalu. Ika meraih penghargaan Laureate dalam program Make Our Planet Great Again 2018. Penghargaan tersebut menganggap Ika menjadi salah satu pihak yang berkontribusi dalam penanganan pemanasan global di seluruh dunia.
”Kesuksesan dan keseriusan kerja sama riset antara saya dengan peneliti-peneliti Perancis sejak tahun 2009 menarik perhatian pemerintah Perancis melalui Atase Pendidikannya di Indonesia untuk memberi kesempatan kepada saya ikut berkompetisi dalam program Make Our Planet Great Again,” terangnya. Saat ini, Ika sedang melakukan kerja sama dengan pihak industri untuk memproduksi minyak dari biji nyamplung tersebut.
Seberapa penting penghargaan tersebut untuk Ika? Secara umum, Ika menyebut dosen perlu mendapatkan penghargaan yang layak berupa gaji dan tunjangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, sehingga dosen bisa fokus dalam melakukan pekerjaannya.
Selain itu, Ika menyebut seorang dosen juga perlu mendapatkan penghargaan atas karya-karya yang dihasilkannya. Untuk menciptakan karya-karya yang berkualitas dan bermanfaat seorang dosen perlu difasilitasi dengan dana riset yang cukup, sarana dan prasarana yang mumpuni. ”Penghargaan ini saya maknai sebagai penyemangat,” terangnya.
Ika menilai pemerintah cukup proaktif dalam mendukung pengembangan BBN di Indonesia. Salah satunya melalui program-program pengembangan tanaman nyamplung untuk BBN, di lembaga penelitian dan pengembangan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Ke depannya, Ika ingin terus fokus pengembangkan penelitian-penelitian untuk menemukan energi terbarukan dan biodiesel. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan sumber minyak dan penanganan pemanasan global melalui pengerjaan proyek-proyek penanganan pencemaran lingkungan bersama peneliti dari Perancis dan Kamboja.
Ika juga berharap Indonesia nantinya bisa memiliki iklim riset dalam dunia pendidikan sebaik negara-negara maju di dunia. Meski begitu, pendidikan yang baik menurut Ika adalah yang tetap menjaga ciri khas dan nilai-nilai bangsa. ”Apakah sudah tercapai? Saya yakin suatu saat nanti harapan tersebut menjadi kenyataan jika semua pihak berusaha dan berkomitmen mewujudkannya,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…