Salah satu dokumen yang wajib dilampirkan dosen saat mengurus kenaikan jabatan fungsional adalah bukti korespondensi jurnal. Apalagi jika riwayat publikasi ilmiah untuk pemenuhan syarat khusus ternyata masuk ke dalam jurnal discontinued atau canceled.
Bukti korespondensi tentu tidak sulit untuk didapatkan dosen, terutama yang memiliki peran sebagai penulis korespondensi. Secara umum, publikasi ilmiah ke jurnal yang dilakukan bersama dosen lain (kolaborasi) akan membagi peran masing-masing dosen.
Salah satunya akan berperan sebagai penulis korespondensi. Sehingga dalam proses pengurusan publikasi ilmiah, penulis ini akan fokus pada kegiatan korespondensi. Lalu, seperti apa dan bagaimana mendapatkan bukti korespondensi tersebut? Berikut penjelasannya.
Membahas mengenai bukti korespondensi jurnal, maka akan perlu memahami dulu apa itu korespondensi dalam publikasi ilmiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korespondensi adalah perihal surat-menyurat.
Korespondensi menjadi istilah yang umum digunakan dalam aktivitas saling berkirim surat. Istilah ini juga digunakan dalam ranah publikasi ilmiah. Dimana terjadi korespondensi, yakni komunikasi lewat tulisan (misalnya email) antara penulis dengan pihak pengelola (editor dan reviewer) jurnal ilmiah.
Dikutip melalui website resmi UIN Sunan Gunung Djati Bandung , korespondensi dalam publikasi ilmiah adalah proses keterhubungan antara penulis paper dan penerbit jurnal, yang dalam sistem OJS, seluruhnya dilaksanakan secara online sesuai ketentuan sistem manajemen jurnal.
Dewasa ini, pengolah jurnal melakukan komunikasi dengan para penulis secara daring, yakni melalui website resmi jurnal maupun melalui email. Sehingga dari definisi di atas, dijelaskan komunikasi tertulis terjadi secara online atau daring (dalam jaringan).
Korespondensi bisa terjadi antara penulis artikel ilmiah dengan editor sebuah jurnal. Kemudian bisa juga terjadi antara penulis dengan reviewer karena ada revisi maupun kebutuhan komunikasi lainnya. Korespondensi yang terjadi secara daring tentunya bisa ditelusuri riwayatnya, sehingga didapatkan bukti korespondensi jurnal.
Sudah submit jurnal? Inilah poin Angka Kredit Jurnal Nasional dan Internasional untuk Dosen.
Komunikasi antara penulis dengan editor dan reviewer bisa berlangsung cukup lama dan intens. Sehingga dalam proses publikasi ilmiah, penulis yang berkolaborasi dengan penulis lain akan saling membagi tugas. Dimana ada yang menjadi penulis utama (penulis pertama), ada juga penulis korespondensi.
Penulis utama dan pendamping biasanya fokus dalam menyusun artikel ilmiah sesuai ketentuan jurnal yang dipilih. Sementara penulis korespondensi akan fokus melakukan korespondensi dengan editor dan reviewer jurnal.
Adanya proses korespondensi dalam publikasi ilmiah dan ditangani satu orang penulis sangatlah penting. Berikut beberapa arti penting dari proses korespondensi ini:
Arti penting yang pertama dari proses korespondensi dalam publikasi di jurnal ilmiah adalah memastikan artikel berhasil di submit. Artikel yang sudah disusun bersama penulis lain wajib dikirimkan ke pihak pengelola jurnal.
Proses pengiriman atau submit mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pengelola jurnal. Mayoritas meminta dikirim melalui email, akan tetapi ada juga yang tidak. Jika artikel tersebut diterima editor jurnal, maka akan dikirimkan email balasan.
Isinya tentu saja konfirmasi bahwa editor sudah menerima artikel tersebut dan dalam proses pemeriksaan atau penilaian. Korespondensi pada akhirnya membantu penulis memastikan artikel berhasil submit. Sebab tanpa ada korespondensi, maka akan memunculkan tanda tanya karena proses publikasi menjadi tidak transparan.
Arti penting korespondensi yang kedua dalam proses publikasi ilmiah adalah memastikan revisi segera diselesaikan. Umumnya, proses revisi juga akan ditangani oleh penulis korespondensi. Akan tetapi, sering juga direvisi bersama-sama dengan penulis lain, termasuk penulis pertama.
Revisi yang dikirimkan oleh reviewer biasanya akan disampaikan melalui email. Baik itu email baru maupun lanjutan dari email sebelumnya pada saat submit artikel. Sehingga reviewer akan menuliskan poin-poin revisi.
Keterangan bagian mana saja yang direvisi bisa dicantumkan reviewer di badan email jika tidak terlalu banyak. Namun untuk revisi yang cukup kompleks, biasanya disusun di suatu dokumen. Kemudian dilampirkan di email tersebut.
Penulis korespondensi harus sigap dalam mengecek email masuk. Pada saat email revisi diterima, maka bisa segera diketahui dan proses revisi bisa segera dijalankan. Semakin cepat revisi dikerjakan, semakin cepat pula artikel terbit di jurnal tersebut.
Korespondensi dengan reviewer penting untuk penulis menanyakan detail lain atau meminta kejelasan jika diperlukan. Misalnya ada poin revisi yang kurang dipahami, maka bisa segera mengirimkan email kepada reviewer.
Arti penting yang ketiga dari proses korespondensi dalam publikasi ilmiah adalah memastikan kualitas artikel sesuai standar jurnal yang dipilih. Selain itu juga untuk mengurus beberapa hal tambahan jika memang ada.
Pada artikel yang masih diperiksa tahap awal oleh editor, maka akan ditentukan apakah artikel tersebut diterima dan diteruskan ke reviewer atau sebaliknya. Pada ahap ini, editor jurnal mungkin memberi beberapa informasi dan catatan tambahan.
Informasi tambahan misalnya, merekomendasikan jurnal lain yang scope masih sesuai. Misalnya karena publikasi di volume berikutnya masih jauh. Sehingga merekomendasikan ke penulis untuk submit ke jurnal lain yang lebih sesuai.
Contoh lainnya, editor jurnal mungkin menyarankan menggunakan jasa penerjemah profesional. Bahkan merekomendasikan nama penerjemah. Saran ini diberikan untuk artikel yang tata bahasanya belum maksimal dan perlu diperbaiki oleh ahlinya.
Pastikan Anda tidak memilih jurnal predator untuk publikasi. Kenali lebih lanjut:
Umumnya, proses penulisan dan pengurusan publikasi ilmiah pada jurnal memang ada kolaborasi antara beberapa penulis. Meskipun ada kalanya artikel ilmiah disusun secara mandiri oleh satu orang penulis. Hanya saja terbilang jarang.
Artikel ilmiah yang disusun oleh penulis tunggal maupun hasil kolaborasi, dipastikan akan melakukan korespondensi. Sebab, sangat jarang artikel yang di submit ke sebuah jurnal tidak ada revisi. Paling beruntung adalah revisi skala minor.
Korespondensi yang terjadi tentunya perlu didokumentasikan jika penulis adalah dosen di Indonesia. Kenapa? Sebab pada saat mengajukan kenaikan jabatan fungsional, maka dalam kondisi tertentu perlu melampirkan bukti korespondensi jurnal.
Mengutip dari PO PAK 2024, untuk kenaikan jabatan fungsional jenjang Lektor Kepala dan Guru Besar terdapat syarat khusus wajib dipenuhi. Syarat khusus disini mengacu pada riwayat publikasi di jurnal ilmiah yang sesuai standar dan kriteria Ditjen Dikti.
Pada pemenuhan syarat khusus berbentuk publikasi di jurnal internasional bereputasi. Maka ada dua kriteria tambahan wajib dipenuhi riwayat publikasi tersebut, yaitu:
Jadi, dengan ketentuan tersebut bisa dipahami bahwa riwayat publikasi ilmiah dosen di jurnal internasional yang kebetulan berstatus discontinued maupun canceled masih bisa dipertimbangkan. Artinya, bisa tetap diterima untuk pemenuhan syarat khusus.
Namun, akan muncul syarat administrasi tambahan jika dalam kondisi tersebut. Yakni melampirkan bukti korespondensi jurnal. Bukti korespondensi ini menunjukan jika proses publikasi ke jurnal tersebut sesuai prosedur dan standar. Sehingga kualitas artikel ilmiah terjamin dan memenuhi kriteria syarat khusus naik jabatan fungsional.
Begitu pula sebaliknya. Jika riwayat publikasi ilmiah di jurnal internasional tidak dalam status discontinued maupun canceled. Maka dosen tidak perlu melampirkan bukti korespondensi jurnal pada saat pengajuan kenaikan jabfung di laman SISTER.
Lalu, bagaimana dosen mendapatkan bukti korespondensi jurnal? Jawabannya adalah dengan mengecek riwayat komunikasi dengan pihak pengelola jurnal. Baik itu editor maupun reviewer, khususnya dengan reviewer.
Publikasi ilmiah yang digunakan dosen dalam memenuhi syarat khusus kenaikan jabatan fungsional perlu dicek kembali proses publikasinya. Sehingga bisa diketahui ada komunikasi dengan jurnal lewat media apa. Biasanya lewat email.
Jika lewat email, silakan cek riwayat email Anda dengan pihak jurnal tersebut. Riwayat komunikasi ini yang disebut riwayat korespondensi. Silahkan melakukan screenshot atau tangkapan layar pada perangkat elektronik yang digunakan. Hasil screenshot ini bisa dijadikan bukti korespondensi jurnal.
Bagian komunikasi yang di screenshoot harus menunjukan komunikasi dua arah. Misalnya kiriman email dan balasan antara penulis dengan reviewer maupun editor jurnal ilmiah. Umumnya, seluruh bukti korespondensi dikumpulkan di Word maupun aplikasi lain. Lalu file dokumen dilampirkan sebagai bukti korespondensi publikasi ke jurnal ilmiah.
Berikut adalah beberapa contoh bukti korespondensi yang dikutip dari berbagai sumber yang bisa dipelajari lebih lanjut:
Berikut adalah contoh bukti korespondensi pada saat submit artikel ke pengelola jurnal melalui email:
Bukti Konfirmasi Submit Artikel
Berikut adalah contoh bukti korespondensi jurnal ilmiah dalam bentuk konfirmasi proses penerimaan artikel dan review oleh ahli di bidangnya:
Berikut adalah contoh bukti korespondensi jurnal yang menampilkan proses revisi dan balasan dari reviewer melalui email:
Lebih detail mengenai seluruh contoh bukti korespondensi dalam publikasi ilmiah tersebut. Bisa mengunduh di tautan https://pak.kemdikbud.go.id/portalv2/download/3635/. Sebab proses korespondensi berlangsung cukup lama dan dalam beberapa tahapan. Tidak hanya bukti submit artikel dan melakukan revisi seperti sebagian kecil contoh di atas.
Selain harus memenuhi syarat administrasi dalam bentuk bukti korespondensi jurnal yang sudah dijelaskan di atas. Dosen yang ingin naik ke jenjang jabatan fungsional lebih tinggi juga harus memenuhi syarat lainnya.
Dikutip melalui website SISTER Kemendikbud, berikut adalah kriteria umum yang wajib dipenuhi dulu oleh dosen jika ingin naik ke jabfung Lektor Kepala dan Guru Besar:
Lektor Kepala | Guru Besar |
Jabatan akademik terakhir LektorMinimum S2Telah menempati jabatan akademik Lektor selama lebih dari 2 tahunBKD selama 4 semester terakhir telah Memenuhi (M)Total KUM angka kredit memenuhi untuk naik jabatan menjadi Lektor KepalaJika PNS, maka pangkat harus IIID | Jabatan akademik terakhir Lektor KepalaMinimum S3Telah menempati jabatan akademik Lektor Kepala selama lebih dari 2 tahunBKD selama 4 semester terakhir telah Memenuhi (M)Telah menjadi dosen selama lebih dari 10 tahun sejak dalam jabatan akademik pertama (AA/L)Total KUM angka kredit memenuhi untuk naik jabatan menjadi Guru BesarUntuk Dosen yang baru lulus S3 maka dapat mengajukan kenaikan ke GB setelah lulus S3 lebih dari 3 tahun. Namun jika baru lulus S3 < dari 3 tahun dapat mengajukan jika memiliki publikasi JIB setelah selesai DoktorJika PNS, maka pangkat bisa IVA, IVB, dan IVC |
Selain kriteria umum di atas, para dosen juga wajib memenuhi syarat khusus sesuai dengan ketentuan di dalam PO PAK 2024. Syarat khusus disini terbagi menjadi dua. Yakni syarat khusus dan syarat khusus tambahan.
Syarat khusus tambahan hanya wajib dipenuhi dosen yang mengajukan kenaikan jabfung ke jenjang Guru Besar. Berikut rinciannya:
Syarat Khusus – Lektor | Karya Ilmiah Jurnal Nasional Terakreditasi peringkat 3, atau peringkat 4, atau peringkat 5, atau peringkat 6 sebagai penulis pertama |
Syarat Khusus – Lektor Kepala | Magister:1 (satu) Karya Ilmiah Jurnal Internasional terindeks Scopus atau WoS Sebagai penulis pertama Doktor:1 (satu) Karya Ilmiah Jurnal Nasional Terakreditasi peringkat 1 / 2 atau 1 (satu) Karya Ilmiah lebih tinggi Sebagai penulis pertama |
Syarat Khusus – Guru Besar | 1 (satu) Karya Ilmiah/Artikel Jurnal Internasional Bereputasi Sebagai penulis pertama Terindeks Scopus (SJR >0.10) Atau WoS Clarivate Analytics (JIF>0.05) |
Syarat Khusus Tambahan – Guru Besar | Pernah mendapatkan hibah penelitian kompetitif/penugasan tingkat daerah/ nasional/ kementerian/ internasional/ korporasi; atauPernah membimbing/bantu program doktor (di PT sendiri/ lain) dengan melampirkan bukti yang dibimbing telah lulus; atauPernah menguji sekurangnya 3 (tiga) mahasiswa doktor dengan melampirkan bukti disertasi mahasiswa yang diuji; atauSebagai reviewer sekurangnya 3 (tiga) jurnal internasional bereputasi yang berbeda. |
Pemenuhan syarat khusus harus dipastikan riwayat publikasi yang digunakan memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan Ditjen Dikti. Berikut adalah kriteria jurnal internasional berkualitas yang diakui sebagai pemenuhan syarat khusus:
Sementara untuk syarat khusus riwayat publikasi di jurnal internasional bereputasi, wajib memenuhi 2 kriteria tambahan. Kriteria tambahan ini sudah dijelaskan sebelumnya. Sehingga perlu dicermati,agar dosen bisa menyiapkan bukti korespondensi jurnal jika memang dibutuhkan.
Tak hanya jurnal, Anda bisa publikasi buku untuk meningkatkan poin angka kredit Anda. Pahami Nilai Poin Dosen Menerbitkan Buku agar Tidak Salah Strategi.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu untuk menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…