Merdeka Belajar episode ke-26 resmi dirilis, dan fokus utama pada perilisan kali ini adalah melakukan transformasi pada standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi. Transformasi ini kemudian mempengaruhi bentuk tugas akhir mahasiswa di perguruan tinggi Indonesia.
Seperti yang diketahui, selama ini mahasiswa diwajibkan menyusun karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan. Misalnya menyusun skripsi bagi mahasiswa S1. Transformasi pada standar nasional kemudian mengubah syarat kelulusan di semua jenjang pendidikan tinggi. Berikut informasinya.
Pada saat Merdeka Belajar episode ke-26 dirilis, pihak Kemdikbud melalui penyampaian materi oleh Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, mengumumkan adanya perubahan pada bentuk tugas akhir mahasiswa.
Perubahan ini sesuai dengan proses transformasi terhadap standar nasional pendidikan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Transformasi berfokus pada penyederhanaan sejumlah aspek, diantaranya:
Penyederhanaan yang pertama adalah pada lingkup standar yang mengacu pada penyederhanaan standar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di setiap perguruan tinggi di Indonesia.
Dulunya, standar dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat cukup kompleks atau sangat banyak. Dimana total ada 8 standar yang wajib atau perlu diusahakan untuk dipenuhi semua PT.
8 Standar ini mencakup standar hasil, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pelaksana, standar sarpras, standar pengelolaan, dan standar pendanaan. Semua ini disederhanakan menjadi hanya 3 standar, yaitu standar luaran, standar proses, dan standar masukan.
Penyederhanaan yang kedua adalah pada standar kompetensi lulusan dimana akan mengubah bentuk tugas akhir mahasiswa. Perubahan ini ditujukan untuk menyederhanakan rumusan kompetensi dan bentuk tugas akhir menjadi spesifik.
Selama ini, standar kompetensi lulusan dipandang terlalu rinci dan berlaku umum, sehingga standar dipukul rata ke seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Padahal untuk mengukur kompetensi lulusan perguruan tinggi ada banyak cara.
Selain itu, perguruan tinggi (PT) di Indonesia bukan hanya PT berbasis akademik melainkan juga berbasis vokasi yang memberikan keterampilan teknikal kepada mahasiswa. Maka dilakukan penyederhanaan untuk memperjelas bentuk tugas akhir bagi lulusan PT.
Penyederhanaan yang ketiga adalah pada standar proses pembelajaran dan penilaian. Penyederhanaan ini mengubah sistem perhitungan 1 SKS yang dilewati oleh mahasiswa di Indonesia.
Dulunya, 1 SKS artinya mengikuti kegiatan pembelajaran misalnya tatap muka selama 50 menit per minggu, penugasan terstruktur 60 menit per minggu, dan kegiatan mandiri 60 menit per minggu.
Hal ini disederhanakan menjadi 1 SKS artinya mahasiswa mengikuti pembelajaran selama 45 jam*) per semester, dengan pembagian waktu ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Selain mengubah definisi 1 SKS, penyederhanaan ini juga ikut menyederhanakan sistem penilaian mata kuliah yang diikuti mahasiswa. Dari penilaian berbentuk angka atau huruf seperti IPK menjadi berbentuk IPK dan berbentuk status Lulus dan Tidak Lulus.
Baca Juga: Kemdikbud: Tugas Akhir Mahasiswa Tidak Wajib Skripsi, Lalu Apa?
Salah satu penyederhanaan yang cukup mencolok dalam perilisan Merdeka Belajar episode ke-26 adalah penyederhanaan standar kompetensi kelulusan. Hal ini juga banyak dibahas sekaligus banyak dicari tahu oleh publik, karena dikabarkan menghapus skripsi sebagai syarat kelulusan.
Jadi, penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan bukan menghapus skripsi. Melainkan memberi lebih banyak pilihan syarat kelulusan mahasiswa kepada masing-masing perguruan tinggi.
Skripsi dan publikasi jurnal menjadi tidak wajib, akan tetapi memiliki tugas akhir sifatnya tetap wajib. Apapun bentuk tugas akhir mahasiswa yang ditetapkan oleh setiap PT di Indonesia.
Penyederhanaan standar kompetensi kelulusan ini mencakup perubahan aturan bentuk tugas akhir dan rumusan kompetensi yang diraih mahasiswa. Dulunya, kompetensi mahasiswa dijabarkan terlalu rinci. Mencakup sikap, pengetahuan umum, dan keterampilan.
Kebijakan baru menyederhanakannya sehingga tidak lagi dijabarkan terlalu rinci dan terpisah. Perguruan tinggi kemudian dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi.
Sementara untuk bentuk tugas akhir mahasiswa, dulunya syarat kelulusan untuk jenjang S1 adalah menyusun skripsi dan jenjang S2 maupun S3 adalah publikasi jurnal ilmiah. Namun, aturan ini diubah dan disederhanakan menjadi sebagai berikut:
Adanya perubahan aturan terkait bentuk tugas akhir mahasiswa dan sistem penilaian selama masa perkuliahan tersebut. Maka ada berbagai dampak positif yang diharapkan bisa diraih, yaitu:
Baca Juga: Kemdikbud Gratiskan Akreditasi dan Sederhanakan Status Akreditasi
Dengan adanya perubahan standar pada kompetensi kelulusan, maka akan ikut mengubah bentuk tugas akhir mahasiswa. Perubahan ini bukan menghapus kewajiban tugas akhir, melainkan mengubah bentuknya.
Sehingga mahasiswa yang ingin lulus dari jenjang pendidikan tinggi yang ditempuh diwajibkan untuk memiliki tugas akhir. Menurut Kebijakan baru Kemdikbud, bentuk tugas akhir mahasiswa disesuaikan dengan kebijakan masing-masing perguruan tinggi.
Mengacu pada MB26 Buku Saku Soal yang Sering Ditanyakan, berikut adalah bentuk tugas akhir mahasiswa sesuai jenjang mengikuti kebijakan baru dari Kemdikbud:
Bentuk tugas akhir bagi mahasiswa di jenjang S1 baik Sarjana maupun Sarjana Terapan adalah skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok.
Dijelaskan pula bahwa program studi sarjana/sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus/tidak lagi bersifat wajib.
Tugas akhir bagi mahasiswa jenjang S2 bersifat wajib, baik untuk Magister maupun Magister Terapan. Hanya saja bentuk tugas akhir mahasiswa ini beragam bisa tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.
Selain itu, di dalam Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023 tidak ada penjelasan bahwa mahasiswa jenjang S2 wajib melakukan publikasi ilmiah. Sehingga publikasi jurnal nasional terakreditasi tidak lagi wajib.
Bentuk tugas akhir di jenjang S3 atau Doktoral adalah disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis. Tugas akhir ini bersifat wajib dan berlaku untuk semua PT di Indonesia, baik akademik maupun vokasi (terapan).
Kemudian, di dalam Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023 tidak ada penjelasan mahasiswa di jenjang S3 wajib melakukan publikasi ilmiah. Sehingga tidak ada lagi kewajiban melakukan publikasi ke jurnal internasional bereputasi.
Melalui penjelasan tersebut, maka bisa dipahami bahwa bentuk tugas akhir mahasiswa di semua jenjang pendidikan tinggi sudah berubah. Tidak lagi wajib berbentuk karya tulis ilmiah dan publikasi ke jurnal. Melainkan bisa juga dalam bentuk proyek, prototipe, dan lainnya.
Baca Juga: Penyederhanaan Status Akreditasi Perguruan Tinggi dalam Kebijakan Baru
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…