fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Zulfatun Ni’mah, S.H.I., M.Hum. tengah menjalani program Partnership of Islamic Education Scholarship (PIES) di Australian National University di Canberra, Australia. (Sumber: Istimewa)

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam.

Tak hanya di kota besar, dosen-dosen di berbagai daerah di Indonesia juga memiliki segudang inspirasi yang bisa dibagikan. Salah satunya adalah Zulfatun Ni’mah, S.H.I., M.Hum. Zulfa, begitu sapaan karibnya, adalah dosen di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Institusi Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, Jawa Timur.

Setelah menamatkan pendidikan jenjang sarjana dari Fakultas Syariah Institut Agama Islam (IAI) Imam Ghozali Cilacap, Jawa Tengah dan pendidikan magister di Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 2006, Zulfa menjadi Dosen Luar Biasa (DLB) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, Jawa Tengah selama enam bulan.

Karena memang ingin mendedikasikan diri menjadi dosen, Zulfa kemudian mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi dosen Ilmu Hukum di IAIN Tulungagung (dulu STAIN Tulungagung). ”Saya dinyatakan lulus dan mulai menjalankan tugas CPNS tahun 2008, dan efektif menunaikan tugas sebagai dosen tahun 2010 sampai sekarang,” ujarnya.

Ingin Menjadi Inspirasi

Kenapa menjadi dosen? perempuan kelahiran Cilacap, 17 Desember 1979 tersebut menganggap ketika dirinya menjadi dosen, dia memiliki kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat. Zulfa memiliki banyak ruang untuk mengemukakan pendapat, baik di kelas, forum seminar, konferensi, buku, artikel jurnal, bahkan di media massa. ”Lewat semua saluran ini, saya ingin berbagi pengetahuan, pengalaman, dan berharap akan menginspirasi banyak orang, khususnya mahasiswa saya,” bebernya.

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Zulfatun Ni’mah (tengah) ketika mempresentasikan makalah pada seminar nasional di STAIN Kudus, 2013. (doc. Zulfa)

Zulfa melanjutkan, menjadi dosen adalah proses pengembangan diri melalui proses pengajaran bersama mahasiswa sampai kegiatan di luar kelas. Yaitu pendidikan dan pelatihan (diklat) dan short course. Hal itu bisa dilakukan di dalam maupun luar negeri. Kesempatan sangat terbuka luas. ”Naluri petualang saya juga terasah kalau saya menjadi dosen. Ketika saya melakukan penelitian lapangan di tempat-tempat yang sebelumnya saya belum pernah kunjungi,” jelasnya kepada duniadosen.com.

Pada dasarnya, Zulfa mengaku sebagai sosok yang menyukai kegiatan akademik misalnya, membaca, menulis, dan melakukan diskusi ilmiah. Pun, menjadi dosen baginya adalah sebuah passion. ”Saya merasa semakin berguna dan terarah melakukan aktivitas tersebut kalau saya berprofesi sebagai dosen. Karena secara institusional pasti ada dorongan dan tekanan untuk terus mengembangkannya demi memproduksi pengetahuan baru,” ujar dosen pengajar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Gender tersebut.

Dalam profesinya sebagai dosen, Zulfa ingin menjadi ahli yang mumpuni di bidang hukum keluarga. Saat menjadi dosen, Zulfa menilai dirinya harus produktif terutama dalam melakukan penelitian, publikasi, pengabdian kepada masyarakat, dan melakukan proses pengajaran yang penuh tanggung jawab. “Itu sih yang ingin saya capai,” katanya.

Baginya, kinerja dosen sangat penting untuk dihargai agar para dosen semakin termotivasi untuk menghasilkan karya ilmiah dan temuan teknologi baru. Sehingga ilmu yang diajarkan dan disebarluaskan memiliki relevansi dengan perkembangan masyarakat.

Profesi Berkesan Penuh Tantangan

Zulfa berpendapat, profesi dosen adalah profesi yang sangat penuh kesan. Ia mengaku sudah mengalami suka dan duka selama menjadi dosen. Menurutnya, kegiatan bertemu mahasiswa dari dalam dan luar negeri dan juga kesempatan untuk melakukan kunjungan dinas ke luar kota adalah pengalaman yang penting. Meski begitu, Zulfa seringkali rindu keluarga di Cilacap saat menunaikan tugasnya di Tulungagung.

Di atas itu semua, menurutnya yang paling berkesan ketika mahasiswanya mengaku mengambil pelajaran setelah melalui proses pengajaran yang ia ampu. Zulfa melanjutkan, pengalaman paling berkesan adalah ketika mahasiswanya menyatakan mereka melakukan perubahan perilaku menjadi lebih positif, karena pengaruh Zulfa. ”Misalnya mengaku menjadi lebih disiplin, lebih rajin membaca, lebih peduli pada lingkungan sekitar, lebih adil memandang orang-orang yang termarjinalkan, dan lebih bersemangat meraih cita-cita. Itu sangat membahagiakan,” ungkapnya berbinar.

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Zulfatun Ni’mah (kedua dari kiri) mempresentasikan makalah pada Konferensi Internasional tentang hukum Islam di UIN Jogja, 2017. (doc. Zulfa)

Zulfa mencontohkan, ada beberapa mahasiswanya yang mengaku menjadi lebih peduli dan respek pada orang difabel setelah mengikuti perkuliahan HAM dan gender. Mereka awalnya menganggap orang difabel itu rendah dan tidak berguna. Ada juga mahasiswa laki-laki yang mengaku lebih sering melakukan pekerjaan rumah tangga setelah belajar tentang gender. Karena menyadari beban perempuan di rumahnya terlalu berat, dan ia sadar itu ketidakadilan. ”Bagi saya, itu adalah sumbangsih nyata perkuliahan dalam membentuk karakter bangsa,” tegasnya.

Menurut Zulfa, tantangan dosen saat ini cukup banyak, apalagi semua sudah digitalized menyusul era Revolusi Industry 4,0. Namun, Zulfa menilai tantangan terbesar dosen adalah bagaimana meng-update ilmu pengetahuan agar tidak tertinggal oleh perubahan sosial yang sangat cepat. Baik update untuk mendapatkan, menemukan, maupun menyebarluaskan.

Perbaharui Keilmuan Ikuti PIES

Menjadi dosen, membuat Zulfa sadar ilmunya perlu terus diperbarui. Ia memilih melanjutkan studi doktoral di FH UGM dan lulus pada 2017 lalu di bidang Ilmu Hukum. ”Saya menulis disertasi berjudul Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dalam Perceraian Sepihak Ditinjau dari Perspektif Gender (Studi Kasus pada Masyarakat Sasak di Pulau Lombok),” jelasnya.

Perempuan yang memiliki motto berani dan pantang menyerah tersebut saat ini tengah menjalani program Partnership of Islamic Education Scholarship (PIES). Program ini merupakan sebuah beasiswa dari Kementerian Luar Negeri Australia untuk dosen Kementerian Agama (Kemenag) yang sedang menempuh pendidikan doktoral di Indonesia.

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Zulfatun Ni’mah (paling kanan) mengikuti aksi “Kami Tidak Takut” di Canberra, merespon peledakan bom di tiga gereja di Surabaya, 2018. (doc. Zulfa)

Ia menjelaskan, program tersebut menyediakan pembimbingan penulisan disertasi, jurnal ilmiah internasional, peningkatan kemampuan bahasa Inggris, fasilitasi jejaring akademik dan pemahaman antar budaya (cross culture understanding) selama dua semester di Australian National University di Canberra, Australia. Dalam program ini, Zulfa mengaku mendapat banyak ilmu dan pengalaman baru.

Zulfa mengungkapkan, ia mendaftar program tersebut sejak awal tahun 2017, untuk keberangkatan Juli 2017. Namun karena ada beberapa halangan, keberangkatannya tertunda satu semester menjadi awal 2018. ”Akhirnya, saya memanfaatkan penundaan itu untuk memproses kelulusan di UGM, kebetulan tahun lalu UGM memberlakukan kebijakan mempersingkat masa studi. Sehingga angkatan saya tidak dapat memperpanjang masa studi. Program ini selesai pada 14 Desember 2018 mendatang,” lanjutnya.

Turut Mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an

Selain menjadi dosen di IAIN Tulungagung, Jawa Timur, perempuan asli Cilacap, Jawa Tengah tersebut juga memiliki kesibukan lain di bidang pendidikan agama. Pada 1998, Zulfa turut mendirikan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) Baitul Makmur di Cilacap. Saat itu dia hanya membantu ayahnya mengelola TPQ, karena ada tanggungjawab kuliah yang harus diselesaikan.

Kemudian, pada 2014, Zulfa didapuk menjadi ketua TPQ tersebut sampai tahun 2017. ”Tahun 2014, ayah saya yang merupakan pembina TPQ meminta saya untuk memimpin. Saya berhenti, karena harus studi di Australia awal 2018. Peran saya di TPQ adalah mengambil keputusan penting, memimpin rapat guru dan wali santri, menyelenggarakan kegiatan untuk peningkatan kapasitas guru, mengusahakan terpenuhinya fasilitas belajar, mencari donator, dan memimpin wisuda,” jelasnya.

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Menjadi pembimbing KKN di Kediri sekaligus narasumber pelatihan parenting skill bagi wali murid TK setempat (doc Zulfa)

Zulfa menganggap kemauannya memimpin TPQ tersebut adalah atas nama hati nurani. Dia merasa terpanggil untuk memimpin TPQ. Perjalanan hidup Zulfa memang sejak kecil tak jauh-jauh dari dunia pesantren. Saat remaja, Zulfa pernah menempuh pendidikan pesantren di Pondok Pesantren (PP) Riyadlatul Uqul dan PP Ainul Huda, keduanya di Cilacap, Jawa Tengah.

Bagi Zulfa, keterlibatannya dalam bidang pendidikan (di IAIN Tulungagung dan di TPQ) adalah bentuk kegiatan yang didasarkan pada passion. ”Saya bercita-cita untuk selalu memberikan manfaat kepada orang lain, dengan segala apa yang Tuhan anugerahkan kepada saya. Dalam beberapa tingkat Alhamdulillah sudah tercapai, namun masih banyak yang harus saya perjuangkan lagi,” ujarnya penuh optimisme.

Tekuni Bidang Hukum Jadi Piihannya

Meski terlibat langsung dalam pendidikan di institusi pendidikan agama Islam, Zulfa nyatanya adalah doktor di bidang hukum. Perempuan yang pernah menjadi Ketua Pusat Studi Gender dan Anak di IAIN Tulungagung periode 2010-2013 tersebut mengaku peran hukum dalam kehidupan sangat penting. ”Hukum sangat penting untuk menciptakan ketertiban dalam pergaulan antar manusia,” katanya.

Meski begitu, masih banyak yang perlu dikritisi dalam konteks hukum di Indonesia, bahkan dunia. Hukum itu sendiri adakalanya terasa expired ketika tertinggal oleh perubahan. Tantangan bagi Zulfa untuk mengkritisi hukum sekaligus menawarkan gagasan baru untuk pengembangan hokum, agar dapat menjawab tantangan perubahan dan efektif berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia.

Zulfatun Ni’mah, Dosen Bidang Hukum dalam Pusaran Agama Islam
Menjadi pembicara dalam penyuluhan penghapusan KDRT di kalangan perempuan muda. (doc Zulfa)

Zulfa tidak menafikan kenyataan bahwasanya masih ada banyak masalah hukum yang dihadapi oleh bangsa ini. Namun, ia menyebut kenyataan tersebut tidak boleh membuat pesimis akan masa depan hukum. ”Justru kita dapat mengambil peran untuk mengedukasi masyarakat agar semakin melek hokum. Sekaligus memberi saran dan kritik kepada pembuat, pelaksana, dan penegak hukum,” tegasnya.

Zulfa mengaku tertarik dalam bidang hukum sejak kecil, yaitu ketika mengaji kitab kuning kepada ayah dan ibunya. ”Hampir semua kitab yang saya pelajari membahas tentang hukum. Ketertarikan ini semakin menguat ketika di pesantren karena kitab hukum Islam yang dikaji semakin tinggi levelnya, dan ternyata ada begitu persoalan kontemporer yang penting untuk dijawab oleh hukum,” jawabnya ketika ditanya kenapa menekuni bidang hukum.

Perempuan yang pernah menjabat sebagai pengurus Lembaga Kajian dan  Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM NU) pada 2001 sampai 2008 tersebut, juga pernah melakukan advokasi untuk para petani yang tanahnya diserobot oleh perusahaan di Cilacap sejak tahun 1970-an. Pihaknya melakukan pendidikan hak-hak rakyat, memberi support ketika para petani menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Baik melalui unjuk rasa maupun dialog. ”Setelah berjalan kurang lebih 15 tahun, Alhamdulillah tanah itu kembali. Presiden SBY sendiri yang menyerahkan sertifikatnya kepada mereka,” ujarnya.

Bagi Zulfa, kehidupannya sangat terinspirasi oleh satu orang penting dalam hidupnya, yaitu suaminya yang juga berprofesi sebagai dosen. Baginya, sosok suaminya adalah seorang yang ikhlas lahir batin dan mendukung pilihan-pilihan Zulfa, menjalankan fungsi belahan jiwa dengan sangat baik, mencintai tanpa syarat, berkomitmen membangun hubungan perkawinan yang setara dengan meniadakan tuntutan-tuntutan bias gender kepadanya. ”Dia adalah laki-laki yang berbeda, dan  berbedanya itu sangat memudahkan hidup saya,” ungkapnya.

Zulfa pernah menulis buku berjudul Sosiologi Hukum yang menjadi buku ajarnya saat mengampu mata kuliah Sosiologi Hukum di IAIN Tulungagung. Kedepannya, Zulfa ingin kembali menulis buku. ”Saya sedang menulis buku dan artikel untuk di-submit ke jurnal internasional. Berbicara di konferensi internasional, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat yang terdekat dengan tempat saya tinggal,” katanya. (duniadosen.com/az)