Tulungangung – Proses pendidikan pada hakikatnya sudah berlangsung sejak lama sampai hari akhir tiba kelak. Pendidikan menjadi suatu yang perlu dilakukan sepanjang hidup, begitu petuah agama. Zulfatun Ni’mah, S.H.I., M.Hum. nampaknya sadar betul dengan hal tersebut. Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, Jawa Timur tersebut sudah mendedikasikan diri dalam pendidikan cukup lama, terutama pendidikan Islam.
Saat remaja, Zulfa, panggilan akrabnya, membantu ayahnya mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) di Cilacap, Jawa Tengah, yang dinamai TPQ Baitul Makmur pada 1998. Saat itu, usia Zulfa baru 19 tahun. Di usia yang sangat muda, Zulfa sudah turut mendirikan institusi pendidikan Agama Islam dan membantu proses pengelolaan meski di sisi lain sibuk mengemban tugas perkuliahan yang tak sedikit.
Bagi Zulfa, TPQ merupakan sekolah agama yang sangat penting, terutama bagi perkembangan anak-anak muslim dan muslimah. TPQ berperan mengenalkan anak-anak pada Al Quran sebagai pedoman hidup, dengan cara yang sesuai kadar pikiran anak-anak, yaitu belajar membaca teks, menghafal, menyanyi, berdoa, dan mempraktikkan hal-hal yang sederhana dalam keseharian.
”Anak-anak diajarkan bagaimana bersikap santun kepada orang tua dan guru, bagaimana tuntunan Al Quran dalam bergaul dengan teman, menjaga kebersihan, dan lain-lain,” jelasnya.
Perempuan yang saat ini sedang mengikuti program Partnership of Islamic Education Scholarship (PIES) di Australian National University (ANU), Australia tersebut melanjutkan, TPQ memiliki andil sebagai sarana pergaulan yang diisi tak hanya dengan kegiatan belajar. Namun juga bermain dan bersosialisasi yang merupakan hak dasar anak.
”TPQ juga penting sebagai sarana pergaulan dengan teman-teman sebaya, yang mungkin kalau pagi tidak bertemu karena berlainan sekolah. TPQ bisa menjadi rumah kedua bagi anak. Di sana tersedia perpustakaan kecil yang berisi buku-buku bacaan anak yang dapat dimanfaatkan,” ujarnya kepada duniadosen.com.
Ia menilai perkembangan TPQ di Indonesia sudah cukup bagus begitu juga dengan tingkat kuantitasnya. Sudah banyak tersedia TPQ di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di pelosok. Meski begitu, Zulfa mengungkapkan TPQ masih perlu peningkatan secara kualitas. ”Terutama terkait metode belajar, paradigma pembelajaran, fasilitas peraga, dan pemanfaatkan teknologi informasi,” ungkapnya.
Dosen yang enggan menjadi pengacara tersebut pernah menjadi pimpinan TPQ Baitul Makmur di Cilacap sejak 2014 sampai 2017. Peran strategis tersebut ia dapatkan karena dedikasinya dalam pendidikan yang cukup tinggi. Zulfa harus melepas posisi tersebut lantaran harus mengikuti program PIES di Australia sampai Desember 2018 ini. Meski begitu, bukan berarti Zulfa melepas TPQ begitu saja. baginya, mengelola TPQ adalah panggilan hati.
Sebagai lulusan pesantren, Zulfa menilai akses pendidikan formal bagi lulusan pesantren di Indonesia sudah cukup terbuka. Banyak lulusan pesantren yang dapat mengakses pendidikan di universitas. ”Meski begitu, untuk bidang-bidang sains dan teknologi saya rasa masih belum banyak, saya kurang tahu apakah kurang minatnya atau kurang kuat saat berkompetisi dengan lulusan non pesantren,” kata lulusan Pondok Pesantren (PP) Riyadlatul Uqul dan PP Ainul Huda Cilacap tersebut.
Terlibat dalam berbagai kesibukan, di antaranya mengurus urusan domestik, akademik, sampai pengelolaan TPQ, Zulfa memiliki strategi tersendiri yang membuatnya bisa menyelesaikan berbagai urusan tersebut. ”Biasanya saya mengajar di kampus (IAIN Tulungagung-red) tiga hari, selebihnya saya gunakan untuk kegiatan non-kampus, termasuk datang ke TPQ,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)