Risa Santoso, B.A., M.Ed., adalah akademikus berkebangsaan Indonesia lulusan University of California. Namanya dikenal luas pasca dilantik menjadi Rektor Institut Teknologi dan Bisnis ASIA Malang, yang sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai rektor termuda di Indonesia. Rektor muda, 27 tahun ini mengaku awalnya tak memiliki cita-cita menjadi rektor.
”Kebetulan ada kesempatan ya saya ambil,” kata Risa saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019) seperti dilansir jatim.suara.com.
Alumnus University of California Berkeley ini mengatakan, ia hanya ingin menjadi sosok pencipta yang berdampak positif. Namun, bukan berarti ia tak paham dunia pendidikan. Sebab, saat menempuh studi S2 di Harvard University, Ia memilih jurusan magister pendidikan.
Ia juga sempat menduduki jabatan sebagai direktur pengembangan Intitute Asia, Malang dan menjadi inisiator program Asia Entrepreneurship Training Program (AETP) serta Asia Hackaton yang bergerak di bidang kerja sama Indonesia dan luar negeri. Kini Risa Santoso mengemban tugas baru sebagai rektor Intitute Asia, Malang.
Lewat akun Instagram pribadinya, Risa mengucapkan terima kasih kepada pihak perguruan tinggi tersebut. Perempuan yang dilantik sebagai rektor pada 2 November 2019 lalu ini berharap kampus yang dipimpinnya menjadi lebih baik.
Kebijakan Mahasiswa Lulus Tanpa Skripsi
Hal yang tak pernah diduga sebelumnya, rencananya Risa Santoso akan membuat kebijakan baru yang akan diterapkan di Institut Teknologi dan Bisnis ASIA Malang yaitu mahasiswa bisa lulus tanpa harus menyusun skripsi.
Bagi rektor cantik ini yang paling penting adalah mahasiswa dapat merangkum studinya selama empat tahun menempuh pendidikan. Dan yang tak kalah penting menjadikan mahasiswa siap menghadapi dunia kerja. Risa mencotohkan, tugas skripsi bisa diganti dengan proposal projects bagi mahasiswa yang ingin berkarir di dunia kerja.
“Mungkin salah satu yang ingin saya terapkan (dari Harvard University) adalah untuk tugas akhirnya, gimana caranya supaya kita ini lebih membantu mahasiswa untuk siap di dunia kerja. Jadi mereka ini bisa memilih, apakah mau skripsi atau mau bekerja di luar dan membuat project akhir,” kata dara kelahiran Surabaya ini.
Misalnya tugas magang atau melibatkan perusahaan yang nantinya mahasiswa tuju. Menurutnya hal itu justru yang akan lebih berdampak kepada mahasiswa. “Kalau mau lanjut S2, mau jadi dosen akademisi tentunya tetap bikin skripsi,” tukasnya.
Dara kelahiran 27 Oktober 1992 itu melanjutkan, yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) paling besar di dunia pendidikan nasional adalah menyiapkan mahasiswa yang tidak hanya sesuai dengan ragam profesi yang dibutuhkan sekarang, tetapi juga untuk perubahan di masa depan. Ia pun tengah menyiapkan langkah supaya lembaga pendidikan yang dipimpinnya bisa menjawan tantangan zaman yang memasuki era industry 4.0 ini.
Menurut Rektor Muda ini di era industri 4.0 merupakan era yang ditandai adanya perubahan terus menerus akibat kemajuan teknologi. Link and match antara perguruan tinggi dan industri menjadi langkah konkret yang dilakukan Risa untuk kampus yang dipimpinnya. Kerja sama antara perguruan tinggi dan industrui harus terus ditingkatkan.
“Jumlah mahasiswa akan datang dengan sendirinya kalau kualitasnya bagus. Tapi yang terpenting menurut saya adalah dengan kerja sama dengan program-program yang dibuat dan itu mungkin lebih nyata,” ujarnya.
Mengedepankan komunikasi untuk menerapkan sebuah kebijakan adalah salah satu prinsip yang dipegang Risa untuk memajukan kampus. Risa peraya, komunikasi yang tepat dalam menyampaikan ide akan menjadi cara yang efektif dalam menjalankan segala kebijakannya.
“Yang penting kreativitas. Lalu berani mengambil keputusan, juga berani mengutarakan ide. Misalnya ada sesuatu yang ingin saya inisiasi itu berani untuk menyuarakan itu, karena mau tidak mau kita harus proaktif jika ingin berbuat sesuatu dan memberikan dampak yang positif,” bebernya.
Pernah Bekerja di Kantor Staf Kepresidenan
Rektor muda kelahiran Surabaya, 27 Oktober 1992 itu memiliki latar pendidikan cemerlang. Ia tercatat pernah menempuh pendidikan S1 jurusan ekonomi di University of California, Berkeley pada 2012-2014. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan S2 jurusan pendidikan di Harvard University tahun 2014-2015.
Selama menempuh pendidikan tersebut, Risa juga dikenal aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus. Terbukti, setelah menyandang gelar master, ia menjadi tenaga Ahli Muda di Kantor Staf Presiden (KSP) dari Agustus 2015 hingga Februari 2017.
Risa bekerja di KSP tidak lama usai lulus dari menempuh pendidikan perguruan tinggi. Kala itu, Risa bertugas sebagai Tenaga Ahli Muda KSP yang dikomandoi Luhut Panjaitan.
“Dua tahunan ikut KPS, sampai 2017. Saya di bawah Deputi III bidang isu-isu strategis ekonomi sebagai tenaga ahli,” ungkap rektor muda tersebut.
Pasca itu, kemudian Risa direkrut menjadi dosen di Institut ASIA Malang yang kala itu masih terbagi dua dalam bentuk Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) ASIA Malang dan Sekolag Tinggi Ekonomi (STIE) Malang.
Selain aktif mengajar, Risa juga diamanahi sebagai Direktur Pengembangan Bisnis. Lantas apa alasannya meninggalkan KSP? Penggemar beladiri aikido ini mengatakan ia ingin bisa merasakan terjun langsung ke lapangan. ”Karena di KSP lebih soal policy-nya, rekomendasi. Alasannya kembali ke Malang agar bisa terjun ke lapangan dan merasakan hasilnya langsung,” jelas putri dari motivator ternama Tanadi Santoso tersebut.
dirangkum dari berbagai sumber