Seorang dosen ketika ingin mengurus sertifikasi pasti berharap bisa lolos. Tetapi, ketika ia tidak mengetahui dan memahami setiap prosesnya maka harapan itu akan tinggal harapan. Tidak sedikit dalam proses sertifikasi dosen, banyak dosen yang masih kebingungan. Maka, yuk simak kupas tuntas tahapan sertifikasi dosen dari duniadosen.com berikut.
Pemahaman merupakan hal mendasar yang menjadi pijakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Bukankah begitu? Tanpa memahami, apa yang kita lakukan menjadi sia-sia. Bayangkan saja. Seseorang hendak belajar menaiki sepeda. Ia ingin lancar bersepeda agar mobilitasnya lebih mudah dan tidak bergantung pada orang lain.
Namun ia tidak mengetahui, apalahi memahami, apa fungsi bagian sepeda. Ia tidak memahami fungsi rantai, roda, pedal, stem, dan bagian bagian lain yang di sepeda. Lantas bagaimana ia bisa menaiki sepeda jika tidak memahami kegunaan setiap bagian sepeda?
Nah hal ini juga berlaku dalam konteks sertifikasi dosen. Seorang dosen ingin mengurus sertifikasi dengan harapan ia bisa lolos. Akan tetapi ia tidak mengetahui dan memahami setiap proses sertifikasi. Ia masih kebingungan. Ia pun menjalani sertifikasi dengan ketidakjelasan yang mememuhi kepalanya.
Jadi bagaimana hasilnya? Jalan menuju sertifikasi pun tersendat karena ia memulai sesuatu dengan ketidakjelasan. Tanpa memahami apa yang dilakukan, seseorang tidak akan mampu melakukan hal tersebut dengan baik dan benar. Jadi pemahaman menjadi landasan penting di sini.
Berdasarkan dokumen tersebut, salah satu faktor yang menyebabkan dosen tidak lolos sertifikasi dosen adalah dosen tidak memahami proses sertifikasi baik secara substantif maupun teknis. Selain itu adanya perubahan pola manajemen juga turut mempengaruhi.
Poin lain yang patut diperhatikan adalah dosen masih menyalin narasi deksripsi diri dari dosen lain, memalsukan karya ilmah, menggunakan sertifikah Pekerti/AA tidak sah, dan adanya penilaian persepsional oleh para penilai.
Untuk itu dosen perlu memahami seluk beluk sertifikasi. Mulai dari tujuan, manfaat, kebijakan, proses seleksi, hingga persyaratannya. Ketika dosen memahami tentang sertifikasi maka ia bisa menerapkan upaya yang tepat dan maksimal untuk lolos. Dalam tulisan ini, mari kita mengupas tuntas sertifikasi dosen.
Dasar hukum penyelenggaraan sertifikasi dosen adalah UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentang profesionalisasi dosen. Selain itu dilandasi oleh Permenristekdikti Nomor 51 Tahun 2017 tentang Sertifikasi Pendidik untuk Dosen. Tujuan dari sertifikasi dosen sendiri diantaranya adalah:
Nah, apabila digambarkan konsep sertifikasi dosen ini mempunyai alur seperti berikut ini:
Tahap 1: Kualifikasi, kompetensi, dan kontribusi
Tahap 2: Profess]ional
Tahap 3: Sertifikasi
Tahap 4: Keberlanjutan profesionalisme
Tahap 5: Peningkatan mutu
Dosen yang mengikuti sertifikasi maka ia perlu menyiapkan persyaratan. Persyaratan ini meliputi:
Kemudian, bagaimana dnegan dosen yang sedang tugas belajar? Jadi dosen yang berstatus tugas belajar bisa mengikiti sertifiasi asalkan beban tugas belajarnya setara dengan 12 sks. Sementara itu komponen penilaian persepsional mahasiswa nilai rata rata 4.00.
Untuk penilaian, sertifikasi dosen melibatkan banyak aspek. Penilaian persepsional dilakukan oleh mahasiswa, rekan dosen, atasan, dan dosen yang bersangkutan. Penilaian deskripsi diri dilakukan oleh asesor. Kemudian ada penilaian terhadap konsistensi antara nilai persepsional dan deskripsi diri. Terakhir ada nilai gabungan yang terdiri dari nilai jafung,nilai pangkat, nilai perspesional, niali TKDA, nilai TOEP, atau nilai Pekerti/AA.
Perlu dicatat, sejak tahun 2017 terdapat pembaharuan sistem sertifikasi dosen. Beberapa poin penting perubahan ini perlu diperhatikan. Berkaitan dengan peserta sertifikasi, dosen dengan tugas belajar S3 bisa mengikuti sertifikasi. Apabila ada dosen yang tidak lulus maka bisa mengikuti sertifikasi pada periode berikutnya usai mengikuti masa pembinaan. Kemudian berkaitan dengan portofolio. Sejak tahun 2019, dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli yang masa kerjanya sebagai dosen tetap minimal 20 tahun dapat menggunakan sertifikat Pekerti/AA sebagai pengganti TKDA atau pun TOEP.
Hal lainnya adalah sejak tahun 2018, terdapat revisi instrument penilaian persepsional dan tahun 2019 proses sertifikasi dosen menggunakan aplikasi SISTER. Di bawah ini merupakan gambaran pembaharuan sertifikasi dosen sejak tahun 2017.
Apakah Anda sudah cukup memahami proses sertifikasi dosen ini? Apakah Anda masih kebingungan? Apabila Anda masih menemukan ketidakjelasan dalam proses sertifikasi dosen, segera berkonsultasi dengan pihak terkait, ya. Tak ada salahnya berdiskusi dengan rekan sejawat yang telah sertifikasi jika hal itu dibutuhkan. (duniadosen.com)
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…