Sejumlah dosen yang bergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) melakukan aksi damai di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) RI dengan mengirimkan 50 karangan bunga.
Aksi damai dengan mengirimkan puluhan karangan bunga ini dimaksudkan untuk menyampaikan kekecewaan dosen di Indonesia. Pasalnya semakin tidak jelas keputusan realisasi tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN.
Ketua Bidang Aksi Aliansi Dosen, yakni Anggun Gunawan mengungkapkan rasa kecewa usai ada penyampaian bahwa tahun 2025 tidak ada anggaran untuk tukin dosen ASN. Hal ini disampaikan oleh Kemendiktisaintek melalui Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek Togar M. Simatupang.
“Di hari Jumat kemarin di tanggal 3 Januari, itu ada taklimat dari Kemdiktisaintek yang mengatakan bahwasannya untuk tahun 2025 ini tidak ada tukin dosen. Sementara, itu (tukin) sudah dijanjikan tahun lalu, ini masalahnya apa?” kata Gunawan.
Gunawan juga menjelaskan bahwa dosen ASN di Indonesia yang dinaungi Kemendiktisaintek membutuhkan tukin tersebut untuk bisa memberi pemasukan tambahan untuk meningkatkan kelayakan hidup mereka.
Gunawan sendiri yang berstatus sebagai dosen PPPK di Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta. Memilih mengajar di dua tempat berbeda selain di Polimedia tersebut. Tujuannya untuk mendapat pemasukan tambahan dan hidup lebih layak.
Tak hanya dirinya, dosen ASN lain pun banyak yang memiliki pekerjaan sampai usaha sampingan untuk menyambung hidup. Tidak sedikit dosen yang rela menjadi driver ojek online (ojol) maupun taksi online (taksol).
Nasib dosen ASN pun disebut Gunawan tidak lebih baik dari pegawai PPPK di Kemendiktisaintek. Sebab mayoritas setelah menerima SK pengangkatan, maka tukin pun didapatkan. Namun, tidak demikian dosen dosen ASN.
“Kayak gimana ya, dengan ijazah S2, S3 kemudian jadi tukang ojek gitu kan ya, sementara pegawai lain di kementerian ini, seperti laboran di kampus, tenaga administrasi, itu sejak SK PNS-nya atau P3K-nya ke luar, itu langsung dapat tukin. Sementara, kami masuk dengan ijazah S2, itu nggak diberikan tukin oleh pemerintah,” ujarnya.
Aksi ADAKSI menunjukan kekecewaan tukin tidak diberikan pada dosen ASN tersebut sejalan dengan penjelasan dari Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek Togar M. Simatupang yang menjelaskan tidak ada anggaran untuk tukin dosen sepanjang tahun 2025.
“Jadi sekali lagi bapak-ibu sekalian, tidak ada anggarannya (tunjangan dosen) di tahun 2025 ini,” kata Togar M. Simatupang dikutip melalui Kumparan pada Selasa, 7 Januari 2025.
Tidak adanya anggaran untuk pencairan tukin dosen ASN di bawah naungan Kemendiktisaintek bukan tanpa alasan. Togar pun kemudian menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut.
Salah satunya adalah dari kebijakan perubahan nomenklatur. Misalnya nomenklatur Kementerian Diktiristek, Dikbud, Dikbudristek, dan kini menjadi Diktisaintek. Hal ini yang kemudian membuat anggaran untuk tukin belum ada atau belum tersedia. Selain itu, juga berkaitan dengan isi dari peraturan terkait tukin untuk ASN.
“Perlu disampaikan bahwa tukin (di peraturan) itu tidak ada tertulis kata-kata dosen, hanya tertulis pegawai,” ujarnya.
Meski begitu, pihak Kemendiktisaintek masih berusaha memperjuangkan pencairan tukin dosen ASN di Indonesia yang totalnya ada Rp2,8 triliun. Upaya ini dibuktikan dengan mengurus pengajuannya ke Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Perjuangan tersebut dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan diharapkan bisa berbuah manis.Togar pun menjelaskan jika proses ini panjang sebab ada prosedur yang harus diikuti. Harapannya, pengajuan ke Banggar disetujui dan dosen ASN mendapatkan tukin di tahun 2025.
“Jadi tidak (semudah) membalikkan tangan proses itu, kita ikutilah. Kita sebagai dosen, kita ikutilah prosedurnya, kita ikuti step-by-step,” jelas Togar.