Serdos untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, kualitas pendidikan, dan meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajibannya dengan metode portofolio online.
Pada sistem pendidikan perguruan tinggi dosen memiliki peran yang esensial. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (14)).
Kualifikasi akademik dosen sangat menentukan mutu suatu perguruan tinggi. Untuk tetap menjaga dan meningkatkan kualitas serta mutu perguruan tinggi pemerintah melakukan sertifikasi dosen (Serdos).
Serdos adalah proses pemberian sertifikat pendidikan kepada dosen. Program ini selain untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi dengan menilai profesionalisme dosen juga untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, mempercepat terwujudnya dunia pendidikan dan meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajibannya dengan metode portofolio online.
Untuk mengikuti serdos tersebut, tidak semua dosen dapat disertifikasi. Hanya dosen yang telah berstatus tetap dengan masa kerja minimal dua tahun, memiliki pendidikan S2, tidak sedang melakukan tugas belajar, dan memiliki jabatan fungsional minimal Asisten Ahli serta melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan beban mengajar minimal sama dengan 12 SKS.
Setelah memenuhi kualifikasi untuk mengikuti sertfikasi dosen, selanjutnya akan dilakukan sistem sertifikasi yang melalui penilaian protofolio, penilaian persepsional yang biasanya diperoleh dari borang persepsional mahasiswa dengan unsur penilaian kompetensi pedagodik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Selain itu juga dilakukan penilaian deskripsi diri dan CV , tes potensi akademik, kemampuan bahasa inggris, serta publikasi ilmiah. Dari rangkaian sistem penilaian tersebut dilakukan secara on line maupun review on desk yang tentu tidak terlepas dari kekurangan yang menjadi tantangan untuk perbaikan kedepan.
Beberapa tantangan dalam sistem sertifikasi dosen yang disarikan dari beberapa sumber adalah sebagai berikut.
1. Kualifikasi Dosen
Untuk mendapatkan serdos, seorang dosen setidak-tidaknya harus berpendidikan S2 atau pascasarjana.
Menurut data Balitbang Kemdiknas, secara nasional dari 236.286 orang baru 43,46 persen atau 102.690 orang yang sudah berpendidikan master dan doktor; sementara itu 133.596 orang lainnya masih berpendidikan sarjana.
Misalnya pada tahun 2013, pemerintah menyediakan kuota 15,000 sertifikasi, namun hanya 9.000 dosen yang lolos. Hal tersebut bukan karena keterbasatan tunjangan, melainkan banyaknya dosen yang belum memenuhi syarat sertifikasi.
Baca juga Siakad Online: Penghubung Dosen dan Mahasiswa
Tidak jauh berbeda dengan dengan tahun 2014, Kemendikbud menyediakan sebanyak 26.000 dosen untuk disertifikasi. Meskipun menurut Ditjen Dikti proses pendaftaran sertifikasi dosen ini tidak sulit, namun diperkirakan hanya sekitar 10.000 dosen yang lolos sertifikasi berdasarkan persyaratan yang harus dipenuhi.
2. Permasalahan Penyataraan (Inpassing)
Dosen tersebut belum mendapat penyetaraan pangkat untuk dosen bukan PNS yang telah memiliki Jabatan Akademik dengan Pangkat Dosen PNS, di mana banyak dosen di kampus swasta yang belum mendapat akses inpassing sehingga tidak dapat mengikuti sertifikasi dosen.
3. Anggaran Dana
Anggaran dana yang belum memadai sehingga menyebabkan tersendatnya kegiatan Sertifikasi Dosen, salah satunya berkaitan dengan pemabayaran. Keempat, penugasan asesor dengan latar belakang pendidikan yang berbeda dengan dosen yang dinilai sehingga menimbulkan penilaian yang bias, karena asesor tidak paham betul ilmu yang digeluti oleh dosen.
4. Pemalsuan Dokumen
Pemenuhan persyaratan dalam proses sertifikasi menjadi salah satu tolok ukur untuk dilakukannya sertifikasi. Sehingga memungkinkan munculnya peluang kecurangan dalam hal pemenuhan dokumen agar sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.