Yogyakarta – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menggelar Seminar Nasional bertajuk ‘Revolusi Perizinan Dikti: Membuka Prodi dan Merger Hanya 15 Hari Kerja’ di Rich Jogja Hotel, Rabu (20/02/2019). Pengurus Yayasan Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) sekaligus Wakil Ketua Bidang Humas APTISI Ir. Naba Aji Notoseputro mengatakan, menjadi tanggungjawab Aptisi untuk mensosialisasikan program Kemenristekdikti tersebut. Dan yang tidak kalah penting adalah menginformasikan bagaimana kiat Perguruan Tinggi (PT) untuk bermerger dan membuka prodi baru.
Ditemui duniadosen.com di sela Seminar Nasional Aptisi, Naba menjelaskan kehadiran rektor Universitas BSI Dr. Moch Wahyudi MM, M.Kom, M.Pd sebagai salah satu narasumber, karena UBSI sebagai Best Practice yang berhasil menggabungkan 21 perguruan tinggi. Para peserta Aptisi yang terdiri dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia ini tentunya ingin mengetahui pengalaman, strategi, serta alasan BSI untuk melakukan merger dimana hal tersebut kini menjadi program Kemenristekdikti.
Menurut data Kemenristekdikti, jumlah PT di Indonesia saat ini sangat banyak dan tidak sedikit yang bermasalah serta kurang optimal. Sehingga pemerintah meminta kepada PT yang memiliki sedikit mahasiswa, tidak memiliki lahan yang sesuai aturan, tidak memiliki gedung, dan memiliki tidak lebih dari lima prodi untuk bisa menggabungkan diri atau bermerger dengan kampus lain. Hal tersebut guna menciptakan perguruan tinggi yang kuat dan efisien.
”Selain itu tujuan seminar nasional Aptisi ini juga untuk memberikan dorongan, inspirasi, dan kesadaran kepada seluruh anggota Aptisi bahwasannya adanya regulasi dan persaingan yang semakin tajam. Jika PTS tidak mau gabung atau menggabungkan diri atau masih ingin berdiri sendiri pasti akan kalah. Di PTS misalnya, mahasiswanya hanya 50 atau 20 apa bisa berkembang?. Mengapa tidak bergabung, bermitra saja, supaya lebih kuat. Saya ilustrasikan, PTS lebih senang jadi kepala tikus dari pada menjadi buntut macan. Dia hebat tapi sebentar lagi tikus mati diinjak macan. Maka itu, lebih baik diantisipasi dari sekarang,” beber Naba.
Seminar Nasional Aptisi yang diikuti sedikitnya 150 peserta ini dibuka oleh Dr. H. Kasiyarno, M.Hum selaku ketua APTISI wilayah V Yogyakarta, dan George Iwan Marantika, MBA ketua Yayasan Universitas Immanuel Yogyakarta, sebagai tuan rumah. Serta menghadirkan narasumber yang berkompeten, diantaranya Ketua Umum APTISI M. Budi Djatmiko, Direktur Pengembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi Dr.Ir. Ridwan, M.Sc yang berhalangan hadir karena sakit, dan Rektor UBSI Dr. Moch Wahyudi, MM, M.Kom, M.Pd.
Adapun agenda yang dibahas dalam seminar nasional Aptisi tersebut yaitu, tentang merger (penggabungan) dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi, penandatanganan MoU antar perguruan tinggi, keuntungan dan kerugian merger, serta tantangan perguruan tinggi Era Digital. Tak hanya itu, tetapi Rektor UBSI juga memberikan materi coaching tentang pengisian Borang usulan menjadiUniversitas dan Program Studi Baru.
”Sebenarnya sederhana saja. Kita harus lihat pada kenyataan bahwa persaingan sekarang di era disruptif ini sangat luar biasa. Kalau masih saja bersi keras ingin jadi kepala tikus terus, siap-siap ada dua konsekuensi. Pertama kalah atau yayasan akan terus mensubsidi biaya-biaya yang akan keluar untuk perguruan tinggi,” ujarnya.
Naba mengungkapkan, kesulitan dan hambatan dalam proses merger atau izin menambah prodi itu hal biasa. Kuncinya, jalani proseduralnya dengan baik. Terbukti, BSI hanya membutuhkan waktu satu tahun dan mendapat hasilnya. ”Dahulu kami bermerger masih dalam peraturan lama. Apalagi saat ini kebijakan barunya hanya 15 hari kerja, saya rasa akan mudah mengurusnya. Makanya pemerintah ingin perguruan tinggi merger dari pada dia mati sendiri,” katanya.
Ia berpendapat, kebijakan baru tentang merger sudah sesuai. Kalau dahulu berkas harus dikirim ke pusat, saat ini bisa dengan cara online. Dahulu jika ada kekurangan berkas yang mengajukan bisa mengeceknya via online dan bisa segera memenuhinya. ”Misalnya yang mengajukan dari Aceh, tidak perlu lagi mengeluarkan biaya akomodasi ke Jakarta, ya jadi lebih memudahkan dan lebih bagus,” jelasnya.
Naba menambahkan, namun yang perlu dicermati adalah ketika banyaknya yang ingin bermerger, ingin berubah, ingin menambah prodi baru, tentu diikuti keterbatasan SDM dalam melayani. Meski via online, tetap semua berkas harus dicek satu per satu. Bisa jadi tidak tepat 15 hari kerja. ”Kebijakan baru ini baru dilaunching awal Februari 2019 kemarin,” imbuhnya.
Diketahui, Seminar Nasional Aptisi dengan tema serupa akan diadakan di empat kota besar. Sebelumya Aptisi menyelenggarakan di Pekanbaru pada November lalu, kemudian di Makassar. Februari ini dilaksanakan di Yogyakarta dan selanjutnya di Palembang.
Salah satu peserta seminar nasional Aptisi Prof. Parwadi Moengin, Ph.D mengatakan, seminar ini sangat bagus dan bermanfaat bagi PTS. Sebagai Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti dalam Bidang Ilmu Penelitian Operasional, dirinya sempat kesulitan dalam mengurus perizinan yang berkaitan dengan Dikti.
”Kalau kebijakan baru ini terlaksana bagus, dahulu menghabiskan waktu bertahun-tahun tanpa kejelasan dan pernah juga ditolak. Kendalanya dulu diwaktu, waktu banyak tersita dari awal pengurusan sampai keluarnya hasil. Kalau ini 15 hari kerja bagus,” kata Parwadi.
Parwadi menyampaikan, kedua narasumber yang hadir begitu memaparkan dengan sangat detail dan jelas. Sesi tanya jawab juga berlangsung lama, dan dijelaskan dengan gamblang. Setelah mengikuti seminar ini, pihaknya juga akan segera mengurus pembukaan prodi baru S3 di Universitas Trisakti Jakarta.
”Pak Budi Djatmiko sebagai ketua Aptisi sangat jelas sekali paparan yang disampaikan, beliau sangat menguasai sekali. Begitu juga dengan Pak Wahyudi yang merasakan sendiri bagaimana menggabungkan banyak perguruan tinggi, sehingga kami memiliki gambaran,” tutupnya. (duniadosen.com/ta)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…