Isu tak sedap beberapa kali dialami oleh akademisi karena diduga melakukan tindakan plagiat atas salah satu hasil penelitiannya. Adanya isu ini tentu memberi gambaran bahwa tindakan plagiarisme bisa dilakukan siapa saja. Pasalnya, menghindari plagiarisme ternyata tak semudah membalikan telapak tangan.
Padahal, terdapat sanksi plagiarisme yang sangat tegas bagi pelaku di lingkungan akademisi seperti dosen. Hal ini tentu memberi teguran bagi dosen lain untuk lebih teliti dalam mengantisipasi tindakan plagiarisme. Selain memperoleh sanksi akademik dari kampus, apakah terdapat sanksi lain yang akan didapatkan? Simak penjelasanya.
Isu tindakan plagiarisme di lingkungan akademisi memang sudah cukup sering diperbincangkan. Tak hanya kalangan mahasiswa yang dikenal masih kesulitan untuk menghindari tindakan plagiarisme. Dosen pun mengalami kondisi serupa.
Meningkatkan kewaspadaan dari tindakan plagiarisme yang masih menghantui dunia akademisi Tanah Air. Mengacu pada Pasal 2 Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010, terdapat beberapa bentuk plagiarisme yang wajib dihindari dosen dan mahasiswa, yaitu:
Dalam kasus plagiarisme, ada dua bentuk sanksi plagiarisme yang berlaku di Indonesia. Sanksi secara pidana dan perdata. Sehingga pelakunya bisa digugat secara perdata yang dasar hukumnya ada pada pelanggaran Pasal 1365 KUHPerdata.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dijelaskan bahwa sanksi tindakan plagiarisme bisa diberikan kepada pelaku. Baik itu mahasiswa maupun dosen, dan institusinya pun bisa mendapat sanksi. Berikut sanksi-sanksi plagiarisme:
Mengacu pada Pasal 92 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ditetapkan sanksi atau ancaman hukuman bagi institusi. Sanksi pada institusi ini adalah sanksi administratif, bentuknya antara lain:
Kalangan dosen yang terbukti melakukan tindakan plagiarisme juga akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi plagiarisme untuk kalangan dosen mengacu pada Pasal 11 ayat (6), yaitu:
Plagiarisme yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa juga akan diberi sanksi yang tegas. Sanksi plagiarisme ini mengacu pada Pasal 10 ayat (4), yaitu:
Sebagai catatan tambahan, apabila pelaku plagiat menyandang sebutan guru besar/profesor/ahli peneliti utama, maka dosen/peneliti/tenaga kependidikan tersebut dijatuhi sanksi tambahan.
Sanksi tambahan berupa pemberhentian dari jabatan guru besar/ profesor/ahli peneliti utama oleh Menteri atau pejabat yang berwenang atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau usulan PTS ke LLDIKTI Wilayah setempat.
Setiap menulis dan menerbitkan karya, pastikan naskah Anda aman dari plagiarisme. Pastikan cek naskahnya dulu.
Selain bisa mendapat sanksi perdata, pelaku plagiarisme atau plagiator juga bisa dikenakan sanksi pidana. Sanksi yang diberikan kepada pelaku akan disesuaikan dengan UU yang terbukti dilanggar dan menjadi tuntutan pihak pelapor (penuntut).
Dalam kasus ini, ada 2 dasar hukum yang bisa menjadi tuntutan bagi pelaku untuk mendapat sanksi pidana. Berikut penjelasannya:
Pelaku bisa dikenakan sanksi plagiarisme berdasarkan Pasal 380 KUHP. Sanksi tersebut adalah hukuman kurungan maksimal 2 tahun 8 bulan jika memang terbukti melanggar pasal satu ini.
Sanksi pidana selanjutnya mengacu pada pelanggaran Pasal 113 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Apabila pelaku memang terbukti melanggar pasal ini maka pelaku diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Sanksi plagiarisme terakhir dalam bentuk pidana diatur dalam Pasal 70 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pelaku diancam hukuman penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Memahami betul bahwa ada sanksi pidana maupun perdata yang mengancam pelaku plagiarisme. Selain itu, untuk pelaku dari kalangan dosen juga bisa mendapat sanksi karir akademiknya runtuh seketika.
Maka sangat penting untuk berusaha menghindari tindakan plagiarisme, apapun bentuknya dan sebesar apapun godaan untuk melakukannya. Berikut adalah beberapa cara agar terhindar dari berbagai sanksi plagiarisme tersebut:
Cara pertama yang bisa dilakukan dosen maupun siapa saja agar tidak menjadi pelaku plagiat adalah memahami etika penulisan. Etika penulisan karya tulis ilmiah maupun non ilmiah dijamin sama. Yakni menuliskan hasil buah pikiran sendiri.
Ketika memang ada kutipan dari karya orang lain yang dijadikan referensi, selalu cantumkan sumber. Baik itu di footnote, bodynote, dan tentunya di daftar pustaka. Sekalipun Anda melakukan parafrase, mencantumkan sumber tetap wajib dilakukan.
Cara kedua agar terhindar dari sanksi plagiarisme adalah menulis dengan baik. Tuliskan apa yang menjadi buah pikiran Anda dengan memakai ragam kata dan gaya bahasa sendiri yang dijamin khas.
Ikuti aturan dalam proses menulis suatu karya, salah satunya mencantumkan sumber dari seluruh kutipan dan seluruh referensi yang digunakan. Proses menulis pun sebaiknya tidak merasa dikejar waktu.
Jika memang dosen ingin karya tulis ini masuk ke pelaporan BKD, maka pastikan sudah mulai disusun dan diurus publikasinya jauh-jauh hari. Sehingga tidak ada desakan deadline yang bisa meningkatkan keinginan melakukan plagiat.
Cara ketiga yang bisa dilakukan adalah memahami dengan benar mengenai tata cara sitasi dan parafrase. Parafrase diketahui menjadi jalan terbaik untuk menghindari plagiarisme sekaligus menurunkan similarity index.
Sehingga menjadi jalan ninja yang dijamin dilakukan para dosen, mahasiswa, dan para peneliti profesional. Namun, melakukan parafrase dibutuhkan keterampilan lebih tinggi supaya bisa menjelaskan ulang tanpa merubah makna dari referensi.
Parafrase yang sudah disusun pun bukan berarti adalah buah pikiran sendiri. Sebab acuan dari parafrase ini adalah bagian dari referensi yang digunakan. Maka wajib melakukan sitasi sesuai style atau ketentuan yang berlaku.
Baca Juga:
Cara keempat untuk menghindari sanksi plagiarisme secara optimal adalah selalu melakukan pengecekan. Biasanya institusi mewajibkan dosen dan mahasiswa di bawah naungannya mengecek di Turnitin dengan batas aman yang ditetapkan.
Setiap kali selesai menyusun naskah, usahakan untuk di cek ke Turnitin tersebut atau platform lain sesuai kebijakan internal kampus. Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya bagian yang masih terdeteksi plagiat.
Sebab, bagaimanapun juga ada plagiat yang terjadi karena tidak sengaja dilakukan. Sekalipun tidak sengaja, yang namanya hukum sifatnya tegas. Anda tetap dianggap plagiator. Oleh sebab itu, lakukan pengecekan dan perbaikan jika ada deteksi plagiat.
Jika dari hasil cek plagiarisme di Turnitin maupun platform lain sangat tinggi. Maka segera saja memperbaiki naskah. Bagian-bagian yang terdeteksi plagiat bisa diubah. Baik dengan parafrase maupun mencari referensi lain.
Cara terakhir untuk menghindari sanksi plagiarisme adalah memahami betul kerugian jika melakukan tindakan tersebut. Plagiarisme adalah tindakan tercela dan memberi kerugian bagi semua pihak. Baik pelaku maupun korban.
Jika Anda dosen dan sudah memiliki jabatan fungsional tinggi. Maka usahakan untuk menghindari plagiarisme, sebab kerugian yang nantinya ditanggung sangat besar. Tidak hanya mendapat tuntutan pidana dan perdata. Karir akademik pun bisa hancur.
Itulah beberapa cara yang sebaiknya dilakukan untuk dosen bisa menghindari sanksi plagiarisme. Jika ada pertanyaan, menyampaikan opini, maupun sharing pengalaman terkait topik pada artikel ini. Silahkan menuliskannya di kolom komentar. Klik tombol Share untuk membagikan artikel ini ke kolega Anda sehingga manfaatnya semakin luas.
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…
Pada saat memulai kegiatan perkuliahan, mahasiswa biasanya menerima dokumen bertajuk kontrak perkuliahan. Dokumen ini disusun…
Secara garis besar, kegiatan akademik dosen yang bersifat wajib ada tiga dan mengacu pada tri…
Mempertimbangkan penggunaan AI untuk membuat pertanyaan tentu menarik untuk dilakukan. Sebab, pada saat membuat pertanyaan…
Memahami apa saja isian data publikasi untuk kenaikan jabatan fungsional di SISTER tentu penting karena…
Sesuai dengan Kepmendikbud Nomor 500 Tahun 2024, salah satu indikator kinerja dosen adalah dosen menjadi…