Jakarta – Riset dan inovasi di Indonesia mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Hal tersebut ditandai dengan capaian publikasi ilmiah internasional dan paten Indonesia juara 1 di ASEAN. Hal tersebut disampaikan Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam keterangan releasenya (15/10/2019) kemarin.
Dalam dalam forum Silaturahim dan Dialog dengan para Peneliti Ahli utama, Perekayasa Ahli Utama dan Perekayasa Ahli Madya, Senin (14/10/2019), Mohamad Nasir menyebut, inovasi dalam bentuk perusahaan startup juga diakuinya termasuk mengalami pertumbuhan yang signifikan.
“Tahun 2013 publikasi riset kita masih ada di nomor 4 Asean, demikian juga paten juga sama, selalu nomor 4. Alhamdulillah di tahun 2018 paten kita sudah nomor 1 ASEAN. Dan di tahun 2019 publikasi ilmiah internasional kita juga peringkat pertama ASEAN,” ujarnya.
Menteri Nasir menambahkan pertumbuhan startup binaan Kemenristekdikti juga luar biasa. Tahun 2015 ada 54 startup, namun di tahun 2019 sudah ada 1.307 startup. Pekerjaan besar selanjutnya adalah bagaimana inovasi bisa dihilirisasikan ke industri dan memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
“Jangan sampai jumlah publikasi, paten dan inovasi berhenti pada angka-angka semata. Namun harus dihirisasikan ke industri dan masyarakat agar menjadi faktor penggerak ekonomi nasional. Peneliti dan perekayasa baik dari LPNK dan perguruan tinggi memiliki peran yang sangat besar,” tuturnya.
Menteri Nasir menambahkan pendekatan riset harus diarahkan pada “market driven” dan “demand driven”. Ekosistem riset dan inovasi harus dibangun dengan baik, hubungan antara pemerintah, industri dan akademisi (Triple-Helix) haruslah sinergis.
“Masalah kita adalah riset kita belum mempunyai ekosistem yang baik, harus ada hubungan baik antara peneliti, industri, dan pemerintah. Peneliti bingung hasil risetnya mau dipakai siapa, industri bingung siapa yang mau jalani riset, ” tegas Nasir.
Menteri Nasir juga mengatakan perlu ada perbaikan kebijakan supaya riset terarah dengan baik dan juga riset perlu dikawal yaitu Perpres 38/2018 RIRN 2017-2045, Kemenristekdikti membuat 9 fokus litbangjirap di Pangan Pertanian, EBT, Kesehatan Obat, Transportasi, Nanotech dan ICT, Hankam, Kemaritiman, Sosial Humaniora Budaya Pendidikan, dan bidang riset lainnya.
“Setiap fokus riset harus jelas target dan capaiannya. Semua harus punya bayangan terkait “supply chain”- nya. Ada integrasi, seperti dengan klaster inovasi, klaster pangan fungsional. Semua digarap dari hulu hingga hilir,” lanjut Nasir.
Menteri Nasir mengatakan tahun 2019 melahirkan capaian khusus bagi peneliti dan perekayasa Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Kehadiran UU ini diharapkan menjadi momentum bagi pengembangan riset dan inovasi Indonesia.
“Embrio dari UU ini adalah Peraturan Presiden mengenai rencana induk riset nasional. Harapannya ke depan UU Sisnas Iptek ini akan mendorong terintegrasinya riset yang ada di berbagai kelembagaan riset,” kata putra kelahiran Ngawi tersebut.
Menteri Nasir berharap kehadiran UU Sisnas Iptek dan adanya Perpres RIRN Indonesia akan mempunyai banyak produk unggulan (flagship) yang dapat bersaing di tingkat global. Saat ini Indonesia memiliki beberapa produk inovasi unggulan, contohnya motor listrik Gesits yang saat ini diproduksi oleh industri. Produk unggulan lain harus terus dikembangkan.
Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati mengatakan saat ini Indonesia memiliki sekitar 20.800 Peneliti Ahli utama, Perekayasa Ahli Utama dan Perekayasa Ahli Madya. Mereka merupakan aset bangsa untuk membawa riset dan inovasi Indonesia memiliki manfaat untuk bangsa dan negara serta membawa riset dan inovasi Indonesia disegani di tingkat dunia.
Redaksi