fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Regulasi Diri Dalam Belajar di Rumah

belajar di rumah
Ilustrasi anak sedang belajar di rumah. (Sumber Foto: languangemagazine.com)

Sebagai orang tua yang kebetulan sebagai pendidik, saya sangat prihatin akan motivasi belajar anak di rumah, yang semakin hari semakin menurun meskipun berbagai dorongan telah diberikan. Berbagai metode belajar terkini pun telah penulis berikan agar anak berungkit motivasi belajarnya. Namun apa dikata, metode pemberian tugas yang diberikan oleh seluruh guru secara monoton tanpa ada evaluasi dan pembenahan terasa sangat menjenuhkan semangat belajar anak.

Anak mayoritas hanya diberi tugas mengerjakan soal yang ada di buku, melalui WA, jaringan komunikasi (Jarkom) dan media belajar lainnya, tanpa mengetahui tujuan, metode, target, strategi, umpan balik, dan partner belajar. Hal ini menjadi semakin jauh dari konsep belajar yang sejatinya sebagai proses input, process, dan output berupa perubahan yang relatif permanen dalam bentuk perilaku dan potensi.

Terapkan Self-Regulated Learning

Sebagai pendidik, saya mencoba menerapkan metode self-regulated learning kepada anak. Sebelum menerapkan metode itu, saya mencoba membuat lingkungan belajar sesuai dengan harapan anak. Tidak lain agar motode belajar ini dapat diterapkan dan mampu menghilangkah kejenuhan anak.

Kita ketahui metode self-regulated learning merupakan pendekatan strategi belajar kognitif sosial yang akan sangat menentukan keberhasilan belajar anak di rumah (Bandura, 1997).

Menurut Bandura, manusia merupakan hasil struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi, perilaku, dan lingkungan. Ketiga aspek ini merupakan aspek diterminan dalam menentukan baik tidaknya self-regulated learning. Semakin baik anak dalam meregulasi diri dalam belajar di rumah, akan semakin baik prestasi belajarnya. Sekalipun kemampuan anak tinggi, tetapi ia tidak dapat mencapai prestasi akademik yang tinggi karena kegagalnnya dalam meregulasi diri.

Setelah saya menyiapkan lingkungan belajar anak, mulai dari tempat belajar yang kondusif, mudah diawasi orang tua, media elektronik yang dibutuhkan juga telah tersedia, dan anak juga sudah mengetahui apa self regulated learning, maka langkah selanjutnya adalah memulai. Yes! Kita aplikasikan.

Saya memberikan keleluasaan kepada anak untuk menentukan tujuan belajar, metode yang digunakan, waktu, tempat duduk–apakah di kursi, di lantai atau rebahan di busa—jam istirahat, dan jam bermain. Ternyata lucu juga ya, tujuan belajar yang ditulis anak yaitu, “Saya akan belajar semaksimal mungkin agar bisa menjadapatkan tiga besar di kelas.” Ok lah saya maklumi, kerena semester kemarin baru mendapatkan rangking kelima.

Anak Menentukan Sendiri Jam Belajarnya

Dia menulis waktu belajar, jam 05.00-07.00; 09.00-12.00; 16.00-17.45; 19.30-20.30. Dalam hatiku mengatakan, “Kok banyak banget ya?” Ternyata aku lupa bahwa tujuan belajar dia adalah untuk mendapatkan rangkin 1-3. Jadi wajarlah, jam belajarnya sangat panjang, padat, dan banyak.

Metode yang akan digunakan, dia memilih, “Membaca, mendengarkan, menghafal, menonton you tube, mencari di internet, bergabung dengan medsos kelas, berlatih, mengerjakan tugas mandiri, tiduran, bersantai main game online, diskusi dengan teman satu kelasnya, bertanya ke guru bimbingan belajar, bertanya kakak, bertanya abi dan umi.”

Karena ada yang janggal aku konfirmasi, “Nak mengapa tiduran dan bersantai main game online, jadi metode belajar ya?” “Kan biar rilex bi, masa belajar terus?” jawabnya. Dalam hatiku mengatakan, “Benar juga ya, karena kalau belajar terus siapa yang tidak jemu ya, maka bersantai dan tiduran, dapat merelaxasi otak kanan, sementara main games online juga merupakan bagian belajar yang berkesinambungan dalam rangka melatih otak kanan agar lebih seimbang.”

Dengan membuat tujuan belajar sendiri, jadwal belajar, dan motode belajar sendiri, pada diri anak akan tumbuh tanggunjawab personal yang tinggi. Tugasku sebagai orang tua hanya memonitor atau mengontrol keseriusan anak dalam belajar, memfalisitasi makan, minum, asupan gizi, menjawab pertanyaan dia saat ada kesulitan, termasuk melihat berbagai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh saat belajar dari rumah.

Permasalahan dan Hambatan

Regulasi diri yang sudah dibuat anakku dengan sedikit bimbingan dariku, sangat terkait dengan bagaimana guru memberikan tugas-tugas mandiri dan berinteraksi dengan siswa selama belajar dari rumah.

Dari hasil pengamatan yang kulakukan, aku melihat bagaimana proses pembelajaran diorganisasikan oleh anak selama dia belajar dari rumah. Ternyata, berbagai permasalahan dalam proses belajar dari rumah sangat bervariatif mulai yang sederhana hingga sangat komplek, karena adanya  ketidaksesuaian antara harapan guru dengan kemauan siswa.

Gurunya, menginginkan anak mengerjakan tugas selesai tepat waktu, begitu juga guru yang lain pun memberikan tugas yang memakan waktu lama, cukup melelahkan dan bertumburan waktunya dengan tugas guru sebelumnya. Akibatnya, anakku mengerjakan tugas yang bersifat keilmuan, sementara tugas yang bersifat keterampilan ditinggalkan menunggu bantuan kakak dan orang tuanya. “Brabe deh,” kakak dan orang tua jadi ikut kerja keras agar anak bisa meng-up load tugas yang telah diberikan tepat waktu.

Kegagalan siswa dalam memanage waktu menyebabkan siswa menjadi semakin frustasi dengan tugas-tugas yang diberikan guru. Di sini tampak sekali, proses penyelesaian tugas dari guru menuntut penyelesaian tugas secara cepat yang harus diprakarsai dan diarahkan sendiri dengan bantuan guru bimbel, internet, teman diskusi satu kelas, kakak, dan orang tua.

Garner (2009) dalam The journal of Psychology: Interdisciplinary and applied menjelaskan bahwa dalam proses belajar mandiri perlu self-regulated yang akan mempengaruhi perencanaan, kontrol diri, motivasi dan arahan dari guru dan orang tua agar hasil belajar yang dicapai maksimal.

Meskipun teori itu sudah agak usang karena belum memasukkan unsur teknologi kekinian, akan tetapi bolehlah dipakai dalam melihat peran afeksi dan kontrol diri dalam proses pembelajaran self regulated learning.

Cara Kurangi Hambatan

Untuk mengurangi berbagai hambatan yang ada, saya menekankan kepada anak perlunya kontrol diri baik dalam menentukan waktu penyelesaian tugas, emosi, tekanan stress, dan tujuan menjadi juara tiga besar.

Dalam hatiku berkeyakinan, ketika anakku mampu melakukan self-regulated dengan baik, maka tingkat depresinya akan rendah, karena anak mampu melakukan kontrol diri, kesadaran diri, dan integrasi antara tugas yang harus dia kerjakan dengan kemampuan diri.  Sebaliknya, jika anakku gagal dalam melakukan self-regulated maka akan meningkatkan depresi, stress, kecemasan, dan rasa bersalah.

Itu semua yang aku kontrol, jangan sampai anak menjadi semakin jemu dalam hari-harinya yang hilang karena penuh dengan tugas dari guru. Kehadiran orang lain dalam hal ini guru bimbel, teman diskusi satu kelas, kakak kandung, youtube, dan kedua orang tua, terasa sangat penting.

Mereka semua ternyata mampu memberi dorongan, motivasi, obat stress, pelecut tawa, pemercepat penyelesaian tugas, penolong saat ada kesulitan, dan penghibur saat menemui kebuntuan.

Pentingnya Reward dan Hasil Akhir

Saya dan istri sebagai fasilitator belajar anak dari rumah juga selalu memberi reward dalam bentuk go-food kesukaan dia, makanan made-in Nyonya besar di rumah, belanja baju on-line, paket data dalam jumlah sangat besar, pujian, dan berbagai sanjungan lain yang mampu memompa motivasi anak.

Sambil memberi reward, tidak lupa saya sempatkan mengecek goal setting dengan mengarahkan bila anak kurang tepat dalam menggunakan strategi yang baik, dan menanyakan berbagai kekurangan dan kesulitan yang dialami.

E…tak kusangka, dengan self-regulated learning, anak menjadi mahir dalam meregulasi diri termasuk dalam memotivasi diri. Rencana belajar yang telah dibuat anak secara otonom mampu melahirkan tanggungjawab yang besar. Anak secara terus menerus melatih disiplin diri (kemauan diri) sehingga seluruh materi, tugas, strategi belajar, kesulitan pembelajaran dapat dilakukan seluruhnya secara “mandiri” dengan sedikit bantuan pihak-pihak yang sudah disebutkan di atas. Anakku ternyata juga telah mampu memonitor diri terhadap kemajuan yang diperoleh.

Anak menjadi Ahli Mengenali Dirinya

Luar biasa, kini anakku menjadi ahli dalam mengenali dirinya sendiri untuk bagaimana dia mampu belajar dengan sebaik-baiknya. Dia menjadi tahu gaya belajar yang paling disukainya, apa yang sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian yang sulit, apa minat dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan serta bagaimana cara menutup berbagai kekurangannya. Tak sadar bibirku berucap, “Alhamdulillahi robbil ‘alamiin,” seraya mengusap mukaku.

Selama self-regulated learning kuterapkan, aku melihat makin banyak materi yang dipelajari anak dari berbagai sumber yang tersedia. Semakin lincah pula dia menerapkan metode yang paling pas untuk dirinya. Seolah-olah dia menjadi ahli dalam memahami berbagai perbedaan tugas dan metode penyelesaian PR dari guru yang satu dengan guru lainnya.

Tak kubayangkan juga, anakku kini menjadi terampil dalam menentukan standar tingkat kesempurnaan dalam pencapaian tujuan dan mengevaluasi cara yang paling baik untuk mencapai tujuan belajar yang sudah dia tentukan sendiri. Kini aku jadi yakin, “Semakin banyak permasalahan yang dihadapi anak, semakin banyak pula alternatif strategi yang harus dia tempuh. Dia juga mampu mengoreksi strategi yang kurang tepat.” Selamat mencoba.

Oleh: Dr. Basrowi, dosen di STEBI Lampung dan pengarang Buku Sosiologi Pendidikan

Belajar di Rumah
Dr (eco). Dr. (sos) Basrowi (paling kiri) bersama istri dan anak-anaknya. (Sumber Foto: dok. Basrowi)