Informasi

Memahami Regulasi AI untuk Penelitian Ilmiah yang Dilaksanakan Dosen dan Mahasiswa

Mencari informasi terkait regulasi AI untuk penelitian ilmiah tentu penting. Sebab dalam kegiatan penelitian tentu melibatkan dukungan banyak pihak. Dalam kondisi tertentu, penggunaan AI dilarang sama sekali. 

Namun, ada juga yang dalam penelitian diperbolehkan memakai AI dengan batasan yang ketat. Menggunakan teknologi AI untuk menunjang penelitian memang jamak digunakan. Hanya saja ada persoalan pelanggaran etika yang menyertainya. Jadi, seperti apa sebenarnya regulasi terkait penggunaan AI? Berikut informasinya. 

Manfaat Penggunaan AI dalam Penelitian Ilmiah

Sebelum membahas regulasi Ai untuk penelitian ilmiah. Maka penting untuk memahami dulu apa itu AI dan manfaatnya dalam menunjang kegiatan penelitian. Teknologi Artificial Intelligence (AI) adalah teknologi yang memungkinkan mesin melakukan tugas pemecahan masalah seperti manusia.

Pada beberapa tahun kebelakang, AI berkembang sangat pesat dan mencuri perhatian. Kemudian dikenal semakin luas dan dimanfaatkan di berbagai bidang. Termasuk dalam bidang akademik untuk menunjang kegiatan penelitian. Berikut beberapa manfaat menggunakannya dalam penelitian: 

1. Membantu Mencari Topik Penelitian dengan Cepat dan Tepat

Manfaat yang pertama, teknologi AI bisa digunakan para dosen maupun mahasiswa untuk mencari topik penelitian. Terdapat sejumlah platform AI yang membantu menelusuri publikasi ilmiah terbaru. 

Kemudian bisa memberi inspirasi topik mana yang menarik dan punya urgensi untuk diteliti. Beberapa platform bahkan menyediakan visualisasi untuk membantu menemukan topik penelitian. Misalnya pada platform Open Knowledge Maps. 

2. Membantu Membuat Kuesioner

Manfaat AI dalam penelitian berikutnya adalah bisa digunakan untuk pembuatan kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu instrumen penelitian. Sangat umum digunakan untuk pengumpulan data dengan skala responden yang besar. 

Menyusun daftar pertanyaan di dalam kuesioner tentu butuh waktu. Namun, para dosen maupun mahasiswa bisa mengandalkan platform AI yang membantu pembuatan kuesioner. Misalnya platform Jotform, Makeform, Template.net, dan lain sebagainya. 

3. Membantu Visualisasi Data Penelitian

Teknologi AI juga bermanfaat dalam memvisualisasikan data penelitian. Termasuk juga memvisualisasikan alur atau tahapan kegiatan penelitian. Ada banyak platform AI yang membantu membuat diagram alir atau flowchart, grafik, dan sebagainya. 

Sehingga bisa dimanfaatkan untuk memvisualisasikan data penelitian. Kemudian tinggal di-insert ke proposal penelitian, laporan penelitian, sampai karya tulis untuk publikasi hasil penelitian yang dilakukan. Contohnya platform Canva, Julius AI, dan sebagainya. 

4. Membantu Proses Analisis Data

Salah satu tahapan dalam kegiatan penelitian adalah analisis data. Data didapatkan dari berbagai instrumen penelitian yang ditentukan. Kemudian wajib dianalisis untuk ditarik kesimpulan dan menjadi hasil penelitian. 

Proses analisis data bisa dilakukan manual jika sederhana dan skalanya kecil. Kemudian bisa menggunakan sejumlah aplikasi dari Ms Excel sampai SPSS. Menariknya, beberapa platform dengan teknologi AI bisa diandalkan untuk efisiensi analisis data. Misalnya Power Drill AI, Tableau AI, dan sebagainya. 

5. Membantu Menyusun Proposal sampai Laporan Penelitian

Kegiatan penelitian sangat familiar dengan sejumlah karya tulis ilmiah. Dimulai dari proposal penelitian, kemudian laporan penelitian, dan karya ilmiah untuk dipublikasikan ke berbagai media publikasi ilmiah. Seperti menulis artikel ilmiah untuk dipublikasikan ke prosiding maupun ke jurnal ilmiah.

Teknologi AI bisa dimanfaatkan untuk proses menulis karya ilmiah selama kegiatan penelitian dilakukan. Seperti membantu parafrase kutipan dari referensi, merangkum referensi yang digunakan, menyusun kerangka karya ilmiah, dll. 

Sebagaimana teknologi pada umumnya, teknologi AI juga akan terus berkembang. Semakin banyak pengembang yang memakai AI untuk menciptakan platform. Dimana masing-masing menyediakan layanan tersendiri. Sehingga diprediksi akan ada lebih banyak manfaat AI dalam menunjang kegiatan penelitian selain yang dijelaskan di atas. 

Baca Juga : 19 Platform AI untuk Parafrase

Persoalan Etis yang Muncul saat Menggunakan AI dalam Penelitian Ilmiah

Meskipun AI memberi banyak manfaat dalam mendukung jalannya penelitian. Namun, dibalik manfaat tersebut juga bisa memicu permasalahan etis. Yakni terjadi pelanggaran etika dalam penelitian dan publikasi ilmiah. 

Keberadaan regulasi AI untuk penelitian ilmiah menjadi sangat penting. Sebab bisa membantu mencegah pelanggaran etis tersebut. Lalu, pelanggaran etis apa saja yang mungkin terjadi jika memakai AI untuk menunjang penelitian? Berikut beberapa diantaranya: 

1. Menggunakan Data yang Bias

Memanfaatkan AI untuk membantu menganalisis data maupun mendapat data pendukung. Tentu sangat mungkin untuk dilakukan. Namun, mengandalkan data yang disajikan AI secara penuh bisa berbuntut bias. 

Jadi, permasalahan etis yang muncul dari penggunaan AI adalah memperbesar resiko menggunakan dan menyajikan data yang bias atau keliru. Sehingga mempengaruhi kualitas penelitian dan publikasi hasil penelitian tersebut. 

Idealnya, hasil pengerjaan AI dalam bentuk apapun untuk menunjang penelitian diperiksa ulang. Sebab pengerjaan AI sebagai suatu mesin tidak bisa selalu benar. Sehingga keterlibatan pengguna tetap diperlukan. 

2. Berpotensi Terjadi Plagiarisme

Permasalahan etis kedua jika memakai AI dalam penelitian secara asal dan tidak teliti adalah terjadi plagiarisme. Sesuai penjelasan sebelumnya, sejumlah platform AI bisa dimanfaatkan untuk menyusun karya ilmiah berkaitan penelitian. 

Seperti membantu menyusun proposal penelitian, menyusun kerangka proposal sampai publikasi ilmiah, melakukan parafrase kutipan yang akan dicantumkan ke naskah, dan sebagainya. 

Meski bisa membantu proses penulisan, sekali lagi wajib diperiksa ulang. Jika asal disalin ke naskah yang dikerjakan maka ada potensi plagiarisme. Sehingga selain di cek ulang juga perlu di cek di platform pengecek plagiat. Misalnya Turnitin. 

3. Ketidakjelasan Penulis Karya Ilmiah

Permasalahan etis berikutnya adalah terjadi ketidakjelasan siapa penulis karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. Jika dosen dan mahasiswa murni mengandalkan platform AI dalam mengerjakan naskah. 

Maka tentu terjadi ketidakjelasan siapa yang menulis naskah ilmiah tersebut. Teknologi AI dalam bentuk platform tidak memenuhi syarat untuk disebut author (penulis). 

Namun, dosen dan mahasiswa yang memakai AI untuk proses menulis sampai 100% juga tidak memenuhi kriteria menjadi author. Sebab tidak memberi kontribusi keilmuan di dalam naskah ilmiah tersebut. Jadi, penggunaan AI harus jelas batasannya agar resiko permasalahan etis ini bisa dihindari. 

Regulasi Penggunaan AI untuk Penelitian yang Dilakukan Akademisi

Setelah memahami manfaat dan dampak permasalahan etis dari penggunaan AI untuk penelitian. Tentunya semakin memahami pentingnya regulasi AI untuk penelitian ilmiah yang dilaksanakan para dosen maupun mahasiswa. 

Pemerintah Indonesia sendiri belum secara resmi memiliki Undang-Undang yang mengatur penggunaan AI. Namun, dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkminfo) merilis Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. 

Salah satu isinya menjelaskan etika dalam penggunaan AI yang tentu untuk saat ini bisa diterapkan secara nasional, yakni: 

1. Eksklusifitas

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan nilai kesetaraan, keadilan, dan perdamaian dalam menghasilkan informasi maupun inovasi untuk kepentingan bersama.

2. Kemanusiaan

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan nilai kemanusiaan dengan tetap saling menjaga hak asasi manusia, hubungan sosial, kepercayaan yang dianut, serta pendapat atau pemikiran setiap orang.

3. Keamanan

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan aspek keamanan pengguna dan data yang digunakan agar dapat menjaga privasi, data pribadi, dan mengutamakan hak pengguna Sistem Elektronik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

4. Aksesibilitas

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Setiap pengguna memiliki hak yang sama dalam mengakses penyelenggaraan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial untuk kepentingannya dengan tetap menjaga prinsip etika Kecerdasan Artifisial yang berlaku.

5. Transparansi

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu dilandasi dengan transparansi data yang digunakan untuk menghindari penyalahgunaan data dalam mengembangkan inovasi teknologi. Pelaku Usaha dan PSE dapat memberikan akses kepada pengguna yang berhak untuk mengetahui penyelenggaraan data dalam pengembangan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial.

6. Kredibilitas dan Akuntabilitas

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu mengutamakan kemampuan dalam pengambilan Keputusan dari informasi atau inovasi yang dihasilkan. Informasi yang dihasilkan melalui Kecerdasan Artifisial harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketika disebarkan kepada publik.

7. Perlindungan Data Pribadi

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial harus memastikan perlindungan data pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Pembangunan dan Lingkungan Berkelanjutan

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial mempertimbangkan dengan cermat dampak yang ditimbulkan terhadap manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya, untuk mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.

9. Kekayaan Intelektual

Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial tunduk pada prinsip perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa selain mengikuti etika penggunaan AI sesuai surat edaran Kemenkominfo tersebut. Tentunya juga wajib mengikuti ketentuan atau kebijakan perguruan tinggi yang menaungi. 

Secara umum, setiap perguruan tinggi di Indonesia memiliki kebijakan tersendiri terkait AI. Sehingga regulasi AI untuk penelitian ilmiah berlaku lokal di perguruan tinggi masing-masing. 

Sebagai contoh, berikut regulasi penggunaan AI dalam penelitian yang berlaku di Universitas Indonesia (UI): 

1. Mencantumkan Acknowledgment Penggunaan AI

Regulasi penggunaan AI yang pertama di UI adalah mencantumkan penggunaan AI tersebut di karya tulis ilmiah. Jika dalam penelitian, maka dicantumkan di dalam karya tulis mana yang dibantu AI. 

Jika dalam menyusun proposal penelitian, maka dicantumkan di dalamnya. Begitu juga dengan karya ilmiah lain berhubungan dengan penelitian. Seperti laporan penelitian dan karya ilmiah berisi hasil penelitian untuk dipublikasikan. 

Dosen dan mahasiswa wajib mengakui penggunaan AI. Keterangan atau pengakuan ini bisa dicantumkan di bagian karya ilmiah yang ditetapkan. Jika wajib dicantumkan di metodologi, maka bisa menyesuaikan. Begitu juga jika ditetapkan harus dicantumkan di bagian lain. Sebab bisa masuk di catatan kaki, halaman ucapan terima kasih, dan lain sebagainya. 

2. Melakukan Verifikasi Menyeluruh

Regulasi AI untuk penelitian ilmiah yang berlaku di UI berikutnya adalah melakukan verifikasi menyeluruh. Artinya, baik dosen maupun mahasiswa di UI wajib mengecek ulang semua hasil pengerjaan AI. 

Baik itu penggunaan untuk menyusun kerangka karya ilmiah, parafrasa, analisis data penelitian, dan sebagainya. Verifikasi ini sangat penting untuk mencegah adanya kesalahan dari AI. Sehingga terhindar dari penggunaan data bias maupun plagiarisme. 

Jadi, setiap kali memanfaatkan platform berbasis AI dalam menunjang penelitian. Maka hasil pengerjaan maupun respon platform AI tersebut jangan sampai diterima mentah. Melainkan dilakukan verifikasi dulu. 

Misalnya, saat bertanya terkait suatu topik di ChatGPT maka cek di sumber lain atau meminta ChatGPT menyebutkan sumber informasi yang disampaikan dari mana. Sehingga hasil pengerjaan AI terverifikasi dan bisa dipastikan etis atau tidak untuk digunakan. 

3. Melakukan Parafrasa Teks yang Dikerjakan AI

Poin ketiga yang menjadi regulasi AI untuk penelitian ilmiah di lingkungan UI adalah melakukan parafrasa untuk teks yang dihasilkan AI. Artinya, jika AI digunakan untuk keperluan menulis. Maka hasil tulisan wajib diparafrasa dan tidak disalin begitu saja. 

Parafrasa ini penting untuk menghindari resiko plagiarisme. Sebab secara umum, platform AI akan mengumpulkan data dari berbagai sumber. Jika diminta membuatkan tulisan dalam bentuk paragraf maupun kalimat. Maka ada kemungkinan menulis ulang dari suatu publikasi. 

Oleh sebab itu, menghindari pelanggaran etika dengan mengandalkan AI sepenuhnya untuk menulis karya ilmiah. Maka wajib melakukan parafrasa sehingga ada kontribusi langsung dari penulis. 

4. Melakukan Uji Kemiripan (Similarity Check)

Poin kelima di dalam regulasi AI untuk penelitian ilmiah yang berlaku di UI adalah melakukan uji similarity indeks. Bagi dosen dan mahasiswa, menguji similarity indeks atau kemiripan teks adalah hal lumrah. Biasanya menggunakan Turnitin. 

Jadi, jika memanfaatkan AI untuk proses menulis karya ilmiah berkaitan dengan penelitian. Maka wajib dicek tingkat kemiripannya dan wajib memenuhi batas skor similarity indeks yang sudah ditetapkan perguruan tinggi. 

Pengecekan ini sendiri bermanfaat dalam mengantisipasi resiko plagiraisme. Sebab sesuai penjelasan sebelumnya, teks yang dihasilkan platform AI bisa saja copy paste dari suatu publikasi. Jika disalin ke naskah ilmiah maka terdeteksi plagiat karena membuat skor similarity terlalu tinggi. 

5. Menjaga Kerahasiaan Data

Regulasi AI untuk penelitian ilmiah berikutnya yang berlaku di lingkungan UI adalah menjaga kerahasiaan data penelitian tersebut. Jadi, ketika memakai platform berbasis AI wajib memastikan data sensitif tetap aman. 

Keamanan data pada saat menggunakan AI memang rawan sekali terjadi kebocoran. Namun, resiko ini bisa diminimalisir dengan beberapa cara. Seperti: 

  • Selalu mengutamakan platform AI yang melindungi privasi pengguna. Contohnya memilih AI yang sudah menerapkan enkripsi, sehingga data yang masuk ke platform tidak akan bocor karena tidak direkam dan disimpan pihak pengelola platform AI tersebut.
  • Mengganti sejumlah data sensitif menjadi kode. Misalnya, data di dalam penelitian mencantumkan nama perusahaan tempat penelitian dilakukan. Maka sebelum data berisi nama perusahaan diunggah ke platform AI bisa diubah dengan kode dulu. Misalnya diganti “X” agar tidak terekam di AI.

Regulasi Penggunaan AI untuk Publikasi Ilmiah

Membahas mengenai regulasi AI untuk penelitian ilmiah tentu berkaitan dengan publikasi ilmiah. Pasalnya hasil penelitian yang dilakukan dosen wajib disebarluaskan. Salah satunya dibuat dalam karya ilmiah dan diterbitkan. Baik menjadi artikel di jurnal ilmiah maupun menjadi buku yang diterbitkan. 

Lalu, seperti apa regulasi dalam publikasi hasil penelitian dosen? Terkait hal ini, para dosen wajib mengikuti regulasi yang ditetapkan pihak publisher atau penerbit. Misalnya, jika hasil penelitian dipublikasikan ke jurnal internasional. Maka pahami regulasi penggunaan AI yang ditetapkan pengelola jurnal tersebut. 

Setiap publisher jurnal menginformasikan regulasi AI untuk penelitian ilmiah yang dipublikasikan di dalam jurnal mereka. Contohnya untuk publisher Elsevier, yang menetapkan batasan jelas dan tegas dalam penggunaan AI. 

Yakni hanya untuk meningkatkan keterbacaan naskah artikel ilmiah yang akan dipublikasikan. Misalnya memperbaiki grammar artikel ilmiah dalam bahasa Inggris. Sehingga keteracaan menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh para pembaca. 

Regulasi Elsevier tentu berbeda dengan regulasi publisher atau pengelola jurnal lainnya. Jadi, para dosen wajib mengecek kebijakan masing-masing pengelola jurnal. Biasanya disediakan halaman khusus di website resminya. 

Adanya regulasi AI untuk penelitian ilmiah tentu memberi kejelasan bagaimana penggunaannya yang benar. Sehingga terhindar dari masalah etis yang besar kemungkinan terjadi.

Artikel ini ditulis oleh Pujiati dan disunting oleh Ahmad Aziz
Referensi:
  1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2024). Buku Panduan Penggunaan Generative Artificial Intelligence pada Pembelajaran di Perguruan Tinggi. [BUKA]
  2. Sari, R. P. (2025). UI Resmi Atur Penggunaan Generative AI dalam Karya Ilmiah. [BUKA]
  3. Pujiati. (2024). Etika Penggunaan AI dari Publisher Jurnal dan Kominfo. [BUKA]
  4. Populix. (2025). 7 Manfaat AI Membantu Proses Penelitian, Bikin Lebih Efisien. [BUKA]
  5. Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. (2023). Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. [BUKA]

Ahmad Aziz

Graduated from Brawijaya University with a growing passion for SEO, content marketing, digital strategy, and building WordPress websites. I also have experience working as a WordPress Web Developer at Asgency Digital.

Recent Posts

9 Arti Penting Update dan Mengikuti Tren Publikasi Akademik

Sudahkah mulai mengecek atau mencari tahu tren publikasi akademik atau publikasi ilmiah? Termasuk juga prediksi…

18 hours ago

Kesalahan dalam Menulis Proposal Hibah Kemdiktisaintek yang Harus Dihindari

Salah satu strategi meraih hibah penelitian Kemdiktisaintek adalah menghindari kesalahan dalam menulis proposal usulan. Tahap…

1 day ago

Cara Menulis Kerangka Proposal yang Berpeluang Lolos Hibah dalam 5 Langkah

Mencari informasi dan mempelajari tata cara menulis kerangka proposal yang berpeluang lolos hibah, tentu menjadi…

2 days ago

Mengenal Pengertian, Struktur, dan Contoh Proposal Hibah Penelitian

Meraih hibah penelitian bisa dimulai dengan mencari dan mempelajari contoh proposal hibah penelitian. Yakni proposal…

2 days ago

Pembukaan Hibah Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2026

Sejalan dengan pengumuman hasil klasterisasi perguruan tinggi pada Oktober 2025 lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains,…

2 days ago

5 Peran Publikasi Hasil Penelitian untuk Mewujudkan SDGs

Tahukah Anda, bahwa publikasi hasil penelitian untuk mewujudkan SDGs bisa berdampak signifikan? SDGs menjadi bentuk…

7 days ago