Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menghadiri Sarasehan Asosiasi Badan Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) di Universitas Bina Nusantara (Binus Anggrek) Jakarta. Dalam sambutannya, Menristekdikti menjelaskan mengenai Reformasi Kebijakan Perizinan Pembukaan Prodi (Program Studi) dan Pendirian/Perubahan Perguruan Tinggi di tahun 2019.
”Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan kepada penyelenggara dan pimpinan perguruan tinggi swasta Indonesia yang hadir pada acara ini, bahwa proses perizinan pembukaan prodi nanti tidak seperti masa lalu yang sangat panjang dan memakan waktu lama. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden bahwa semua proses perizinan pembukaan prodi dipercepat, tetapi monitoring dan evaluasi harus diperketat,” ungkap Nasir di Gedung Auditorium Universitas Binus, Jakarta (23/1).
Menristekdikti menambahkan, kebijakan baru dibuat dengan mengedepankan asas kepercayaan. Namun dengan tetap menjaga kualitas prodi tersebut. Dengan reformasi kebijakan perizinan pembukaan prodi ini, Menristekdikti berharap kepada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk segera membuka program studi yang dibutuhkan industri saat ini. Sehingga kedepannya dapat menggerakkan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik.
”Instrumen persyaratan minimum pembukaan prodi yang sebelumnya 9 kriteria, kita pangkas menjadi 3 kriteria yang benar-benar penting. Kami sangat berharap PTS dapat membuka prodi yang betul-betul dibutuhkan oleh industri saat ini, sehingga lulusannya nanti diharapkan dapat menggerakkan perekonomian bangsa,” imbuh Nasir.
Ia menambahkan, proses reformasi kebijakan perizinan pembukaan prodi ini adalah langkah strategis Kemenristekdikti kepada perguruan tinggi. Khususnya perguruan tinggi swasta untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni dalam menghadapi revolusi industri 4.0, agar bangsa ini dapat bersaing secara global.
”Dengan reformasi kebijakan ini, kami juga berharap perguruan tinggi swasta mampu mencetak lulusan yang unggul dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri,” imbuh Nasir.
Pada kesempatan yang sama Ketua Yayasan Bina Nusantara Bernard Gunawan mengatakan perguruan tinggi saat ini menghadapi tantangan besar di era Revolusi Industri 4.0. Perguruan tinggi tidak hanya dituntut untuk menghasilkan lulusan berkarakter dan berkompetensi yang mampu bersaing di era global. Namun lulusan juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Program studi di perguruan tinggi harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Ketua Umum ABPPTSI Thomas Suyatno mengatakan, sangat mengapresiasi kebijakan dan terobosan dari Kemenristekdikti. Thomas melanjutkan, pertemuan antara Kemenristekdikti sebagai perumus kebijakan dengan Penyelenggara Perguruan Tinggi sangat penting untuk dilaksanakan secara rutin. Sehingga tidak ada ‘gap’ antara kebijakan yang dilahirkan Kemenristekdikti dengan implementasi di lapangan oleh perguruan tinggi.
”Perbedaan pendapat lumrah terjadi agar sebuah kebijakan sebelum diputuskan dapat dirumuskan secara baik,” katanya.
Turut hadir dalam acara ini Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Ali Ghufron Mukti, Kepala LLDikti Wilayah III Illah Sailah, Rektor Binus, Anggota ABPPTSI dan tamu undangan lainnya.
Redaksi
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…