7 Tahapan Menyusun Naskah Publikasi Buku Referensi bagi DosenĀ 

publikasi-buku-referensi-bagi-dosen
7 Tahapan Menyusun Naskah Publikasi Buku Referensi bagi Dosen

Salah satu bentuk publikasi ilmiah dosen di Indonesia adalah publikasi buku referensi. Publikasi buku referensi bagi dosen memiliki arti penting yang sangat beragam. Manfaat dari publikasi ini tidak hanya dirasakan oleh dosen saja. 

Buku referensi menjadi salah satu dari beberapa jenis buku ilmiah yang wajib ditulis oleh dosen di Indonesia. Namun, sudahkah Anda mengetahui cara menyusunnya agar tidak sama persis dengan buku monograf dan buku ilmiah lain? Berikut informasinya.Ā 

Apa Itu Buku Referensi?

Mengutip dari IPB University, buku referensi adalah suatu tulisan dalam bentuk buku (ber- ISBN) yang substansi pembahasannya pada satu bidang ilmu kompetensi penulis. Sehingga topik pembahasan di dalam buku referensi cukup beragam dan dalam satu bidang keilmuan. 

Publikasi buku referensi bagi dosen menyesuaikan dengan bidang keilmuan yang ditekuni. Sehingga relevan dan membentuk riwayat publikasi ilmiah yang menunjukan kepakaran dosen tersebut. 

Dalam dunia penerbitan buku ilmiah, buku referensi bisa terbit dalam bentuk terbitan tunggal maupun terbitan berjilid dan berseri. Selain itu, naskah buku referensi bisa ditulis dosen secara mandiri. Bisa juga berkolaborasi dengan dosen atau penulis lain. 

Buku referensi ini lantas bisa dilaporkan dosen ke dalam BKD dan masuk ke tugas penelitian. Sebab buku referensi disusun dosen berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam PO BKD terbaru, buku referensi memiliki beban kerja sebesar 10 SKS. Sedangkan dalam PO PAK terbaru, buku referensi bernilai 40 poin angka kredit.  

Ciri-Ciri Buku Referensi 

Publikasi buku referensi bagi dosen tentunya tidak bisa dilakukan asal-asalan. Sebagai buku ilmiah yang artinya buku ini termasuk juga karya tulis ilmiah. Maka terikat oleh sejumlah aturan atau ketentuan. 

Hal ini lantas membentuk beberapa ciri khas dari buku referensi. Kemudian membedakannya dengan buku lain, termasuk dengan jenis buku ilmiah lainnya. Berikut beberapa ciri khasnya dikutip dari buku Panduan Penerbitan Buku BINUS Press

  1. Substansi atau isi pembahasan di dalam buku referensi adalah di satu bidang keilmuan dan terdiri dari beberapa topik. 
  2. Memenuhi kaidah penulisan karya ilmiah yang utuh. Kaidah ini mencakup struktur naskah, gaya bahasa, dan ketentuan umum karya ilmiah lainnya. 
  3. Diterbitkan oleh suatu lembaga penerbitan ilmiah (scientific publishing house) baik di tingkat instansi/unit litbang pemerintah maupun lembaga penerbitan swasta tingkat nasional maupun internasional. 
  4. Memiliki International Standard Book Number (ISBN).
  5. Melewati proses editorial yang mencakup pemeriksaan kebenaran keilmuan dan tata bahasa.
  6. Berisi lebih dari 40 halaman isi (text matters), tidak termasuk selain halaman inti isi buku (misalnya halaman kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka, glosarium, dll). 
  7. Memuat himpunan (compendium) informasi yang spesifik, yang dikumpulkan dalam bentuk buku (fisik atau elektronik) untuk kemudahan referensi (acuan)

Pentingnya Publikasi Buku Referensi bagi Dosen

Publikasi buku referensi bagi dosen kemudian menjadi agenda rutin. Jadi, publikasi rutin buku referensi menjadi hal penting. Berikut beberapa alasannya: 

1. Bentuk Pelaksanaan Tugas Pokok DosenĀ 

Buku referensi yang ditulis dan diurus penerbitannya oleh dosen merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok. Sesuai tri dharma, dosen wajib melaksanakan tiga tugas pokok. Yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Buku referensi adalah bentuk pelaksanaan tugas pokok penelitian. Sehingga di dalam pelaporan BKD, dosen memasukkannya ke kegiatan penelitian. Sementara dalam proses PAK, akan masuk ke kegiatan penelitian juga. 

Buku monograf, buku referensi, dan bunga rampai (book chapter) adalah 3 jenis buku ilmiah yang menjadi bentuk pelaksanaan tugas penelitian. Dosen bisa memilih salah satunya, dan buku referensi memiliki BKD dan angka kredit paling tinggi. 

2. Bentuk Pemenuhan BKDĀ 

Dosen dalam dunia pendidikan tinggi memiliki kewajiban melaksanakan sejumlah tugas akademik. Memastikan dosen di Indonesia menjalankannya, maka ditetapkan BKD dan ada target minimal 12 SKS per semester. 

Salah satu ketentuan di dalam BKD adalah menyeimbangkan seluruh tugas akademik. Sehingga dosen di Indonesia tidak bisa hanya mengajar, melainkan harus melaksanakan tugas lainnya. 

Maka publikasi buku referensi bagi dosen adalah untuk memenuhi ketentuan BKD tersebut. Sebab menjadi bentuk pelaksanaan tugas penelitian. Kemudian dosen bisa fokus memenuhi tugas akademik lainnya sesuai ketentuan BKD juga. 

3. Membantu Memenuhi Syarat Kenaikan Jabatan FungsionalĀ 

Buku referensi juga eting untuk rutin disusun dosen sebagai upaya memenuhi syarat kenaikan jabatan fungsional. Yakni lewat jumlah angka kredit atau KUM yang sesuai ketentuan. 

Sebagai contoh, jika dosen dari jabatan fungsional Asisten Ahli dan ingin naik ke Lektor. Maka ada kebutuhan 200 poin. Dosen bisa mendapat tambahan poin angk akredit dengan menjalankan tugas akademik. Termasuk tugas penelitian dengan menerbitkan buku referensi. 

4. Menyebarluaskan Hasil Penelitian dan PemanfaatannyaĀ 

Publikasi buku referensi bagi dosen merupakan salah satu upaya menyebarluaskan hasil penelitian. Sebab termasuk kewajiban dosen selain menjalankan penelitian itu sendiri. Sebab hasil penelitian ini tentunya tidak bisa disimpan sendiri untuk kalangan terbatas. 

Akan tetapi disebarluaskan agar diketahui dan dimanfaatkan lebih banyak orang. Supaya hasil penelitian diketahui, maka diterbitkan dalam bentuk buku referensi. Dimana buku ini bisa dibaca oleh dosen lain, peneliti, mahasiswa, dan masyarakat umum apapun profesinya. 

5. Sarana Membangun KolaborasiĀ 

Menerbitkan buku ilmiah seperti buku referensi bisa menjadi sarana personal branding bagi dosen. Sehingga semakin banyak yang mengenal dosen, mengajar dimana, dan apa bidang yang menjadi kepakarannya. 

Sejalan dengan hal tersebut, dosen bisa memiliki lebih banyak teman sesama dosen dan terhubung ke peneliti dari berbagai lembaga penelitian. Pada masa mendatang, dose bisa berkolaborasi dengan semua jaringan tersebut. Sehingga semakin produktif menjalankan tri dharma. 

6. Menjadi Referensi IlmiahĀ 

Publikasi buku referensi bagi dosen sangat penting. Sebab selain bermanfaat bagi karir dosen dan aspek akademik lainnya. Publikasi ini juga bermanfaat bagi banyak orang termasuk dosen lain dan para mahasiswa. 

Sebab buku referensi termasuk publikasi ilmiah berkualitas. Sehingga memenuhi kriteria untuk dijadikan referensi dalam penelitian, dan penulisan karya ilmiah. Jadi, menerbitkan buku referensi sama artinya dosen sudah membantu menyediakan lebih banyak referensi ilmiah kredibel. 

7. Menjadi Bahan Bacaan bagi Masyarakat LuasĀ 

Meskipun buku referensi termasuk buku ilmiah. Namun tetap relevan untuk dibaca selain masyarakat ilmiah, yakni masyarakat umum. Sebab bisa membantu mereka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. 

Jadi, publikasi ilmiah dalam bentuk buku referensi sangat membantu dalam menyediakan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat. Sehingga dosen bisa ikut serta dalam meningkatkan minat baca dan literasi masyarakat Indonesia. 

Perbedaan Buku Referensi dan Monograf

Jika membahas publikasi buku referensi bagi dosen, maka akan dikaitkan dengan buku monograf. Buku referensi dan buku monograf sering sekali dianggap sama. Padahal, keduanya merupakan dua jenis buku ilmiah yang berbeda satu sama lain. 

Adapun salah satu alasan kenapa dua buku ilmiah ini sering dianggap sama karena punya beberapa persamaan. Lalu, apa saja perbedaannya? Berikut detailnya: 

1. Isi BukuĀ 

Hal pertama yang membedakan antara buku monograf dengan buku referensi adalah isi buku. Keduanya sama-sama berisi hasil penelitian. Sebab sama-sama disusun dosen dari hasil penelitian yang telah dilakukan. 

Hanya saja, pada buku monograf akan fokus pada satu topik yang relevan dengan bidang keilmuan dosen. Sedangkan di dalam buku referensi bisa membahas beberapa topik di satu bidang keilmuan. 

2. Besaran Nilai dalam BKDĀ 

Hal kedua yang menunjukan perbedaan antara publikasi buku referensi bagi dosen dengan buku monograf adalah nilai dalam BKD (Beban Kerja Dosen). BKD berisi seluruh tugas akademik dosen yang wajib dilaksanakan dan setiap tugas bernilai beban kerja berbeda-beda dalam satuan SKS. 

Menulis dan menerbitkan buku ilmiah memiliki nilai SKS beragam, tergantung dari jenis buku tersebut. Pada buku monograf, beban SKS-nya dalam BKD adalah 5 SKS. Sementara pada buku referensi bisa sampai 10 SKS. 

Jadi, buku referensi memiliki beban kerja lebih tinggi dibanding monograf. Hal ini sesuai dengan cakupan pembahasan di dalamnya. Dimana bisa membahas beberapa topik, sedangkan pada buku monograf hanya satu topik saja. 

3. Besaran Poin Angka KreditĀ 

Hal ketiga yang menjadi perbedaan buku monograf dengan buku referensi adalah besaran poin angka kredit. Dalam PO PAK terbaru, angka kredit untuk buku monograf adalah 20 poin. 

Sementara pada buku referensi, nilai angka kreditnya sampai 40 poin. Sehingga dari angka kredit juga dipahami bahwa buku referensi memiliki nilai lebih besar. Sebab memang membahas topik lebih beragam dan bisa berkolaborasi dengan dosen lain. 

4. Ketentuan Bentuk TerbitanĀ 

Hal selanjutnya yang menjadi pembeda antara buku monograf dengan buku referensi adalah bentuk terbitan. Buku monograf yang fokus pada satu topik membuatnya wajib terbit secara tunggal. Sehingga harus selesai dibahas dalam satu naskah dan tidak terbit berjilid. 

Sebaliknya, pada buku referensi yang membahas berbagai topik. Membuatnya butuh lebih banyak halaman berisi inti pembahasan. Sehingga jika terlalu banyak, buku bisa dipecah dan terbit dalam dua jilid, tiga jilid, dan seterusnya. Artinya, buku referensi bisa terbit tunggal maupun berjilid (berseri). 

Jika Anda membutuhkan layanan penerbitan buku berkualitas, Penerbit Deepublish adalah jawabannya!

5. Ketentuan Jumlah PenulisĀ 

Poin selanjutnya, buku monograf dan publikasi buku referensi bagi dosen bisa berbeda karena aturan jumlah penulisnya juga berbeda. Buku monograf hanya bisa ditulis oleh satu orang dosen sebagai penulis tunggal. 

Lain halnya dengan buku referensi yang isinya ada banyak topik. Sehingga bisa disusun dengan berkolaborasi bersama dosen atau penulis lain. Tidak ada batasan jumlah penulis dalam buku referensi. 

Jadi, dosen bisa menulisnya seorang diri dan menjadi penulis tunggal. Namun, bisa juga berkolaborasi. Sehingga naskah buku disusun beberapa orang dosen dan sama-sama dicantumkan namanya sebagai penulis saat buku tersebut terbit. 

Cara Membuat Buku Referensi

Sebelum mengurus publikasi buku referensi bagi dosen, tentunya perlu menyusun naskahnya terlebih dahulu. Berikut adalah langkah-langkah dalam menyusun naskah buku referensi: 

1. Melaksanakan Kegiatan PenelitianĀ 

Buku referensi yang isinya bersumber dari hasil penelitian. Maka tentu tahap awal dari proses panjang penyusunannya adalah melaksanakan penelitian itu sendiri. Setelah selesai, barulah mulai menyusun naskah buku referensi. 

Sesuai penjelasan terkait definisi buku referensi dan lainnya, maka bisa dipahami topik di dalamnya lebih beragam. Sehingga secara umum, isinya membahas beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh dosen. 

Jadi, jika dosen sudah melakukan beberapa penelitian dan sudah diselesaikan. Maupun berkolaborasi dengan dosen lain. Maka bisa masuk ke tahap kedua dari penyusunan naskah buku referensi. 

2. Menentukan Hasil Penelitian yang Menjadi Isi BukuĀ 

Tahap kedua dalam menyusun naskah buku referensi adalah menentukan hasil penelitian mana yang akan menjadi isi naskah. Akan ada beberapa topik yang dibahas di dalam naskah. Maka tentu akan ada beberapa hasil penelitian yang menjadi sumbernya. 

Dosen yang sudah melaksanakan penelitian rutin. Tentu memiliki beberapa hasil penelitian. Jika tidak memungkinkan ditulis semua di dalam buku referensi. Maka perlu ditentukan mana saja yang akan dipilih. Selanjutnya ditentukan urutannya agar logis, enak dibaca, dan mudah dipahami pembaca. 

3. Menyusun Kerangka TulisanĀ 

Langkah ketiga dalam menyusun naskah buku referensi adalah menyusun kerangka tulisan. Sifat kerangka tulisan memang tidak wajib. Hanya saja, bisa menjadi alat bantu agar memudahkan proses penyusunan naskah. 

Kerangka tulisan ini akan berisi bab dan subbab, serta penjelasan singkat. Sehingga menjadi panduan saat hasil penelitian dijabarkan di dalamnya. Pada tahap ini, dosen bisa menentukan bab dan subbab apa saja yang akan masuk ke dalam naskah. Kemudian diatur urutannya agar logis. 

4. Mengumpulkan Data PendukungĀ 

Tahap yang keempat, adalah proses pengumpulan data pendukung. Meskipun buku referensi disusun dengan mengacu hasil penelitian. Tentunya tidak hanya langsung membahas hasil penelitian tersebut. 

Melainkan perlu dikembangkan lagi, sehingga memenuhi batas minimal jumlah halaman. Dimana buku referensi harus ber-ISBN dan untuk mendapat ISBN dari perpusnas setidaknya punya 49 halaman. 

Maka di tahap ini, dosen bisa mulai mencari referensi tambahan. Sehingga ada lebih banyak data (informasi) yang bisa dicantumkan di dalam naskah. Informasi-informasi ini akan memudahkan pembaca memahami isi buku dengan lebih baik. 

5. Mulai Proses MenulisĀ 

Jika kerangka struktur naskah buku referensi sudah selesai disusun. Maka tahap berikutnya, tentu saja mengembangkan kerangka tersebut. Dosen bisa mulai mengembangkan setiap bab dan subbab yang sudah ditetapkan. 

Pengembangan menyesuaikan dengan hasil penelitian dan luarannya. Jika luaran berbentuk artikel ilmiah ke jurnal. Maka bisa mengacu pembahasan di dalam artikel ilmiah tersebut. Kemudian ditambah dengan data-data lain dari referensi yang sudah dikumpulkan di tahap sebelumnya. 

Pada tahap ini, dosen bisa menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya kesulitan mencari referensi, kesulitan memulai paragraf pertama di setiap bab dan subbab, sampai kesulitan mengatur waktu untuk menulis. 

Jadi, memang butuh strategi dan komitmen agar naskah buku referensi bisa diselesaikan. Melakukan manajemen waktu dan mematuhinya menjadi salah satu strategi yang bisa diterapkan. 

6. Melakukan Editing MandiriĀ 

Setelah kerangka naskah buku referensi selesai dikembangkan. Maka jangan buru-buru dikirimkan ke penerbit. Namun, awali dulu dengan melakukan editing mandiri dan merapikan naskah tersebut. 

Baca ulang dari awal bab, kemudian jika dijumpai kesalahan bisa langsung diperbaiki. Hal ini membantu meminimalkan revisi dari pihak editor penerbit. Sekaligus memperbesar peluang naskah diterima penerbit dan dibantu penerbitannya. 

7. Mengirimkan Naskah ke Penerbit KredibelĀ 

Tahap akhir, adalah mengirimkan naskah buku referensi ke penerbit kredibel. Pastikan memilih penerbit resmi anggota IKAPI. Sekaligus yang sudah berpengalaman menerbitkan buku ilmiah yang ditulis dosen. 

Tujuannya agar buku referensi terbit sesuai standar Ditjen Dikti dan diakui. Misalnya terbit dengan ISBN, terbit dengan ukuran cetak UNESCO, dan ketentuan lainnya. Pengiriman naskah sesuaikan dengan prosedur yang ditetapkan penerbit. Masing-masing penerbit punya kebijakan sendiri dan dosen tinggal menyesuaikan. 

Publikasi buku referensi bagi dosen merupakan kebutuhan dan kewajiban. Jadi, pastikan konsisten menyusun naskahnya dengan langkah-langkah di atas. Sehingga berhasil menunaikan kewajiban penelitian dan karir akademik dosen terus berkembang.

Cek juga kelas online dari Duniadosen disini! Kumpulan E-Course.

Referensi:
  1. Nurlina., Basaria, F. T., Ernawati, E., Supria., & Taruliasi, A. M. (2023). Panduan Penerbitan Buku BINUS Press. BINUS University Press. [BUKA]
  2. IPB University. (n.d). Buku Referensi?? [BUKA]
  3. IPB University. (n.d). Buku Monograf?? [BUKA]
  4. Niftah, A. (n.d). Perbedaan dan persamaan buku monograf dan buku referensi yang wajib kamu tahu! [BUKA]
  5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Operasional Beban Kerja Dosen. [BUKA]
  6. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (2025). Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 63/M/KEP/2025 Tentang Petunjuk Teknis Layanan Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karir Dosen. [BUKA]