Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Prosiding Konferensi dan 7 Alasan Dosen Perlu Mempublikasikannya

prosiding konferensi

Publikasi ilmiah tidak hanya dalam bentuk publikasi ke jurnal ilmiah melainkan ada juga prosiding konferensi. Publikasi dalam bentuk prosiding juga umum dilakukan para dosen maupun peneliti dari berbagai lembaga penelitian. 

Publikasi dalam bentuk ini tetap prestisius dan diakui. Di Indonesia, prosiding bisa digunakan untuk memenuhi syarat pengangkatan dosen CPNS sebagai dosen PNS. Tak hanya itu, publikasi prosiding memberikan tambahan poin angka kredit untuk pemenuhan BKD dan syarat pengajuan jenjang jabatan fungsional dosen. 

Bagi para dosen yang merasa kesulitan mempublikasikan artikel ilmiahnya ke jurnal, Anda bisa mempertimbangkan publikasi dalam bentuk prosiding. Meski tetap sama susahnya, prosesnya tidak memakan waktu sepanjang jurnal. Berikut informasinya. 

Apa Itu Prosiding Konferensi?

Dikutip melalui website Universitas Tanjungpura, prosiding konferensi adalah kumpulan tulisan ilmiah yang berisi ringkasan atau makalah yang dipresentasikan pada acara konferensi atau seminar ilmiah.

Prosiding termasuk dalam jenis publikasi ilmiah. Isinya sama dengan jurnal ilmiah, yakni kumpulan artikel ilmiah dengan berbagai topik yang relevan dengan tema konferensi ilmiah sehingga topik di dalam satu prosiding bisa bermacam-macam dalam satu bidang keilmuan. 

Lebih tepatnya sesuai dengan satu tema konferensi ilmiah. Setiap konferensi ilmiah akan mengusung satu tema. Kemudian, artikel ilmiah yang dipresentasikan di dalamnya adalah relevan dengan tema tersebut. 

Misalnya, konferensi ilmiah bertema Teknologi. Maka, artikel ilmiah yang dipresentasikan dan dipublikasikan menjadi prosiding bisa dari topik-topik terkait teknologi. Misalnya AI, IoT, Cybersecurity, Data Mining, dan lain sebagainya. 

Publikasi dalam bentuk prosiding bisa dicetak menjadi buku maupun tidak dicetak, dimana terbit dalam versi elektronik. Terbitan dalam bentuk buku cetak atau elektronik akan ber-ISBN. Sementara pada prosiding yang terbit berkala mirip jurnal, maka akan ber-ISSN. 

Dalam publikasi ke prosiding, peneliti atau para dosen perlu menyusun artikel ilmiah hasil penelitian untuk kemudian diajukan dalam salah satu konferensi ilmiah yang temanya sesuai. 

Selanjutnya, artikel tersebut akan direview oleh para pakar. Jika disetujui untuk terbit, artikel akan berlanjut ke proses presentasi dalam konferensi ilmiah. Hasil presentasi, bisa dihadiri pakar yang memberi review sehingga ada kemungkinan permintaan revisi. Pada akhirnya, artikel bisa diterbitkan menjadi prosiding. 

Baca Juga: Cara Cek Prosiding Terindeks Scopus dan 60 Daftar Prosiding Scopus

Perbedaan Prosiding dengan Jurnal

Beberapa orang mungkin mengira jika prosiding sama dengan jurnal ilmiah. Tidak keliru memang karena keduanya sama-sama publikasi ilmiah dan sama-sama menerbitkan beberapa artikel ilmiah dalam satu kali proses terbit. 

Adanya banyak kesamaan antara prosiding dengan jurnal membuatnya sering dipandang sama. Namun, keduanya adalah dua bentuk publikasi yang berbeda. Sama halnya seperti menerbitkan buku dengan menerbitkan artikel pada jurnal. 

Berikut perbedaan antara prosiding dan jurnal:

1. Skema Penerbitan 

Aspek pertama yang menjelaskan perbedaan prosiding dengan jurnal adalah skema penerbitan. Publikasi artikel ilmiah ke jurnal diawali dengan submit artikel ke website jurnal. Baru kemudian ditentukan penerimaannya oleh editor dan hasil review para pakar. 

Sementara itu, publikasi dalam bentuk prosiding  memiliki skema berbeda. Artikel ilmiah berisi hasil penelitian wajib dikirimkan ke penyelenggara konferensi ilmiah. Jika artikel diterima, ada proses mempresentasikannya dalam konferensi. 

Jadi, tidak sekadar mengirimkan artikel dan menunggu revisi pasca proses review, melainkan ada proses presentasi ke konferensi ilmiah bersama dengan peneliti lain yang akan menerbitkan prosiding. 

2. Lama Proses Penerbitan 

Perbedaan yang kedua adalah dari segi lama atau durasi proses penerbitan. Durasi penerbitan artikel pada jurnal lebih lama. Salah satu faktor penentu adalah proses review dari dua pakar di bidangnya. 

Proses review ini bisa sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Tidak sedikit, peneliti yang proses review sampai 9 bulan dan bahkan bisa lebih. Itupun hasil review masih ada kemungkinan diminta revisi. 

Sementara itu, lama proses publikasi di prosiding bisa lebih singkat karena proses review dilakukan para pakar sebelum konferensi ilmiah digelar. Kemudian pasca dipresentasikan, biasanya langsung terbit jika tidak ada revisi. Proses review di prosiding lebih singkat sehingga proses publikasi tidak memakan waktu lama. 

3. Bentuk Publikasi 

Perbedaan yang ketiga adalah dari segi bentuk publikasi. Dewasa ini, publikasi ke jurnal mayoritas sudah dalam bentuk elektronik. Pengelola jurnal mempublikasikannya ke website resminya dan terindeks ke beberapa database sehingga terbit dengan ISSN karena berseri. 

Lain halnya dengan prosiding, bentuk publikasi prosiding bisa dalam versi cetak berbentuk buku sehingga prosiding bisa terbit dengan ISBN selayaknya penerbitan buku pada umumnya. Namun, prosiding bisa juga terbit dalam versi buku elektronik. 

Pada beberapa penyelenggara konferensi ilmiah, seluruh artikel diterbitkan dalam bentuk seri mirip jurnal. Kemudian dibuat elektronik saja, sehingga terbit dengan ISSN. 

4. Cakupan Topik 

Aspek keempat yang menjadi pembeda adalah cakupan topik. Sesuai penjelasan sebelumnya, publikasi dalam bentuk prosiding membuat satu edisi menghadirkan artikel ilmiah dalam berbagai topik tapi masih relevan dengan tema konferensi ilmiah.

Jadi, topik dalam setiap terbitannya bervariasi. Hal ini menjadikan pembahasan tidak mendalam sebagaimana pada publikasi ke jurnal. 

Sementara pada jurnal ilmiah, cakupan topik jurnal lebih spesifik. Jika jurnal tersebut menerbitkan artikel dengan topik AI, seluruh artikel di setiap volume yang diterbitkan membahas soal AI. 

Supaya lebih mudah membedakan, Anda bisa memahami dari contoh kasus. Misalnya, konferensi dengan tema Teknologi maka artikel yang diterbitkan bisa berisi topik tentang AI, Cybersecurity. Sementara pada jurnal, topik sudah spesifik khusus AI saja atau khusus Cybersecurity saja dan tidak akan menjadi satu. 

5. Proses Peer Review 

Aspek kelima yang menunjukan perbedaan dari dua bentuk publikasi ilmiah ini adalah proses peer review. Secara garis besar, keduanya sama-sama ada tahap peer review yang dilakukan oleh pakar atau ahli di bidangnya. 

Hanya saja, perbedaan terletak pada durasi review sampai pihak yang melakukan review. Pada jurnal, biasanya akan bekerjasama dengan para pakar dan tercantum di dalam Editorial Boards. Artikel yang di submit akan dikirim ke reviewer untuk diulas, minimal oleh dua orang reviewer. 

Lain halnya pada prosiding, proses review dilakukan oleh komite reviewer yang dibentuk penyelenggara konferensi ilmiah. Selain itu, pada beberapa konferensi akan mengundang pakar untuk melakukan review di tengah presentasi artikel ilmiah. Durasi review cenderung lebih singkat. 

6. Biaya Publikasi 

Perbedaan yang terakhir adalah dari segi biaya publikasi. Baik pada prosiding maupun jurnal, keduanya sama-sama membebankan biaya publikasi. Keduanya juga sama-sama bisa terbit dengan sifat close access maupun open access. 

Bedanya, biaya publikasi ke prosiding cenderung lebih terjangkau jika dibandingkan dengan publikasi ke jurnal ilmiah. Secara umum, biaya publikasi ke jurnal akan disampaikan di awal. 

Sementara pada prosiding, biaya publikasi mungkin diikuti dengan beberapa biaya tambahan. Misalnya ada biaya ikut serta dalam konferensi ilmiah, biaya tiket perjalanan menuju ke lokasi konferensi tersebut, atau biaya lain yang tidak tercakup biaya publikasi yang disampaikan penyelenggara konferensi.  

Melalui penjelasan tersebut, maka bisa dipahami bahwa prosiding berbeda dengan jurnal. Sekaligus, prosiding bukan bagian dari jurnal. Melainkan dua jenis publikasi ilmiah yang berbeda satu sama lain. Para peneliti bisa menentukan, penelitiannya akan dipublikasikan ke jurnal atau prosiding. 

Baca lebih lanjut dalam 5 Perbedaan Prosiding dan Jurnal Ilmiah.

Kenapa Dosen Perlu Memiliki Publikasi Berbentuk Prosiding?

Sekali lagi, prosiding menjadi salah satu bentuk publikasi ilmiah sehingga bisa dipertimbangkan para dosen, mahasiswa, maupun peneliti untuk menyebarluaskan hasil penelitian yang telah dilakukan. 

Kemudian, ada beberapa alasan khusus kenapa para dosen perlu mempertimbangkan publikasi dalam bentuk prosiding. Berikut penjelasannya: 

1. Publikasi Ilmiah yang Diakui Kredibilitasnya 

Publikasi ilmiah dalam bentuk prosiding termasuk publikasi yang diakui oleh semua pihak karena prosiding menjadi publikasi yang berlaku secara global. Tidak hanya di Indonesia, tapi seluruh negara di dunia. Inilah alasan ada konferensi internasional. 

Jadi, mempublikasikan hasil penelitian dalam prosiding tetap diakui dan dianggap kredibel. Apalagi di dalamnya ada proses peer review dan kemudian ada proses presentasi bersama beberapa peneliti. 

Bagi dosen di Indonesia, publikasi ke prosiding juga diakui oleh Kemdiktisaintek sehingga masuk dalam Rubrik BKD yang tentunya membantu memenuhi beban kerja. Tak hanya itu, prosiding juga diakui dalam penambahan poin angka kredit. 

2. Membantu Memenuhi BKD 

Sesuai dengan penjelasan di poin sebelumnya, publikasi ilmiah di prosiding membantu dosen memenuhi BKD. Sesuai ketentuan, semua dosen tetap dan dosen tidak tetap diwajibkan memenuhi beban kerja 12 SKS sampai maksimal 16 SKS per semester. 

Publikasi ilmiah adalah bentuk pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selama memenuhi kriteria dari Dirjen Dikti, maka bisa masuk ke pelaporan BKD. 

Mengacu pada PO BKD 2021, dalam Rubrik BKD tersebut menjelaskan bahwa publikasi ke prosiding memiliki nilai SKS yang cukup tinggi. Bahkan sekalipun dipresentasikan dan tidak terbit di prosiding tetap ada SKS yang diakui telah dipenuhi. Berikut detailnya: 

Prosiding Keterangan Jumlah SKS
Dipresentasikan secara oral dan dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan ber-ISBN atau ber-ISSNInternasional dan terindeks Scimagojr dan Scopus 7,5
Internasional terindeks Scopus, IEEE Xplore, SPIE6,25
Internasional 3,75
Nasional 2,5
Disajikan dalam bentuk poster dan dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 2,5
Nasional 1,5
Disajikan dalam seminar / simposium / lokakarya tapi tidak dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 1,25
Nasional 0,75
Hasil penelitian tidak disajikan dalam seminar / simposium / lokakarya tapi dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 2,5
Nasional 1,25

3. Menambah Angka Kredit untuk Pengembangan Karir Akademik 

Sejalan dengan bisa masuknya publikasi ilmiah dalam bentuk prosiding ke dalam laporan BKD atau LKD. Maka tentunya, prosiding ini bisa menambah poin angka kredit dosen untuk memenuhi syarat kenaikan jenjang jabatan fungsional. 

Nilai poin angka kredit untuk prosiding juga terbilang tinggi. Dimana sesuai dengan PO PAK 2024 menjelaskan bahwa poin tertinggi di angka 30, sementara terendah di angka 3 poin. Berikut detailnya sesuai Rubrik PAK 2024: 

Prosiding Keterangan Jumlah Angka Kredit 
Dipresentasikan secara oral dan dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan ber-ISBN atau ber-ISSNInternasional dan terindeks Scimagojr dan Scopus 30
Internasional terindeks Scopus, IEEE Xplore, SPIE25
Internasional 15
Nasional 10
Disajikan dalam bentuk poster dan dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 10
Nasional 5
Disajikan dalam seminar / simposium / lokakarya tapi tidak dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 5
Nasional 3
Hasil penelitian tidak disajikan dalam seminar / simposium / lokakarya tapi dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan Internasional 10
Nasional 5

4. Alternatif Publikasi yang Lebih Mudah, Cepat, Ekonomis  

Alasan keempat kenapa dosen perlu publikasi ilmiah dalam bentuk prosiding adalah untuk alternatif publikasi yang lebih mudah, cepat, dan ekonomis. Hal ini sesuai penjelasan sebelumnya, dimana proses publikasi prosiding memang lebih cepat. 

Biayanya juga lebih murah dibanding publikasi ke jurnal. Padahal sama-sama diakui Kemdiktisaintek, sehingga bisa masuk ke BKD dan menambah poin angka kredit untuk kenaikan jabatan fungsional. 

5. Sarana Membangun dan Memperluas Jaringan 

Alasan yang kelima adalah, publikasi ke prosiding bisa membantu dosen membangun dan memperluas jaringan ilmiah. Sebab menuntut dosen untuk mengikuti konferensi ilmiah dan melakukan presentasi. 

Sehingga bisa bertatap muka dan berkomunikasi dengan peneliti lain. Pada masa mendatang, pertemuan ini bisa membantu membangun hubungan baik dan melakukan kolaborasi tri dharma. 

6. Sarana Memenuhi Syarat Pengangkatan Dosen PNS 

Alasan lainnya adalah, publikasi ke prosiding membantu dosen CPNS memenuhi syarat pengangkatan sebagai dosen PNS. Hal ini tertuang di dalam PO PAK 2024, yang menjelaskan bahwa riwayat publikasi ilmiah di prosiding memenuhi salah satu dari beberapa syarat pengangkatan. 

Jadi, bagi dosen CPNS yang ingin memenuhi syarat diangkat sebagai dosen PNS. Selain memiliki riwayat publikasi di jurnal, jika dirasa sulit dan mahal. Maka bisa diganti ke publikasi ke prosiding, yang sama-sama memenuhi syarat tersebut. 

Baca Juga: Prosiding Menjadi Jurnal, Termasuk Autoplagiat?

Contoh Publikasi dalam Prosiding

Publikasi ilmiah dalam bentuk prosiding, sekali lagi bisa terbit dalam bentuk buku dan bisa terbit dalam bentuk bukan buku. Misalnya dalam bentuk satu bundel volume berisi beberapa artikel ilmiah dan terbit berkala sehingga memiliki ISSN bukan ISBN. 

Berikut adalah beberapa contoh prosiding yang terbit dalam bentuk artikel ilmiah dan buku agar bisa membedakannya: 

Contoh Prosiding Berbentuk Artikel Ilmiah 

Contoh Prosiding Berbentuk Artikel Ilmiah 

Artikel ilmiah yang terbit dalam bentuk prosiding disini adalah karya dari Taufiqurrohman, Nunuk Suryani, dan Suharno. Judulnya “Pemanfaatan LKS Digital untuk Meningkatkan Hasil Belajar KKPI di SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen”. 

Contoh Prosiding Berbentuk Buku Elektronik 

Contoh di atas adalah gambar sampul untuk prosiding yang terbit dalam bentuk buku elektronik. Sehingga terbit dengan ISBN dan dalam satu buku tersebut memuat beberapa artikel ilmiah dari berbagai topik dalam satu tema. 

Judul prosiding menunjukan tema konferensi ilmiah, yakni “Mega Trend Inovasi Dan Kreasi Hasil Penelitian Dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”. Berikut adalah tampilan daftar isi dari prosiding berbentuk buku elektronik ini: 

daftar isi prosiding

Setiap penyelenggara konferensi ilmiah, memiliki kebijakan tersendiri. Baik dalam pelaksanaan konferensi sampai bentuk publikasi prosiding. Para dosen atau peneliti tinggal menyesuaikan saja. 

Publikasi ke prosiding bisa dipertimbangkan oleh para dosen. Sebab menjadi bentuk publikasi ilmiah yang diakui oleh pemerintah atau kementerian terkait, termasuk Kemdiktisaintek. Sehingga bisa masuk dalam pelaporan BKD dan menambah poin angka kredit untuk kenaikan jabatan fungsional dosen.

Di tag :