Mungkin banyak pertanyaan muncul di kalangan dosen ketika makalah atau prosiding yang telah diseminarkan baik nasional atau internasional, kemudian dimasukkan ke jurnal termasuk autoplagiat atau bukan. Berikut terdapat berbagai pendapat dari kalangan profesor.
Pendapat 1
Ketika makalah telah diseminarkan baik nasional maupun internasional, hasilnya adalah prosiding. Memahami kata Prosiding atau Proceeding berasal dari kata kerja “to proceed” artinya masih berproses, maka paper dalam prosiding adalah paper yang belum matang. Karena belum matang, sehingga perlu dimatangkan di jurnal. Sudah menjadi kodratnya sebuah prosiding paper semestinya berlanjut menjadi jurnal paper.
Jurnal paper dianggap wajar ketika memuat sebagian materi prosiding. Namun, karena sudah menjalani pematangan, maka seharusnya ada bagian tambahan yang belum ada di prosiding sebelumnya.
Dikatakan autoplagiat apabila melakukan plagiat dengan cara mempublikasi ulang paper tanpa menyebut paper asal. Dengan intensinya mengelabuhi publik bahwa paper tersebut merupakan paper terbaru, padahal sudah pernah terbit.
Kesimpulannya, prosiding bagi kalangan dosen adalah hutang yang diperlukan penuntasan yang harus dibayarkan pada jurnal.
Sedang autoplagiat diartikan sebagai publikasi ulang atau re-publikasi. Dengan mengelabuhi public, yaitu dengan jalan tidak menyebut sama sekali bahwa kalimat, paragraph, subbab, bab itu berasal sepenuhnya dari paper sebelumnya. Sehingga publik terkelabuhi.
Dan aplikasi turnitin berfungsi untuk mengukur presentase kalimat paper yang mirip dengan kalimat paper lain. Bila disebutkan sumbernya, harusnya bukan termasuk plagiat.
Dapat disimpulkan:
- Plagiat berbeda dengan similarity.
- Paper yang similarity-nya tinggi, tidak serta merta disebut plagiat. Jika pengarangnya dengan jujur menuliskan sumber tiap kalimat.
- Paper dengan similarity rendah juga belum tentu bebas plagiat. Yaitu, apabila ada kalimat penting, tidak banyak, yang sebenarnya temuan pihak lain tetapi tidak diakui sama sekali.
Prosiding paper yang dinilai bagus atau prospektif, kerap kali justru langsung ditaksir panitia untuk diselesaikan untuk menjadi jurnal paper.
Pendapat 2
Namun, ada yang berpendapat lain. Melihat tugas yang banyak dan waktu yang sedikit, ada sebagian dosen yang tidak mau ribet dan ambil pusing, sehingga mengambil langkah berbeda. Misalnya makalah yang sudah jadi prosiding tidak dilanjutkan di jurnal. Namun sebaliknya, naskah jurnal yang belum final diseminarkan terbatas dan tidak dijadikan prosiding.
Prosidingnya tidak jadi jurnal, tapi kemudian beberapa dosen mengimplementasikan langsung. Diantaranya sebagai bahan untuk melatih guru-guru di daerah terpencil. Baginya, jurnal tidak harus melalui prosiding resmi dan sudah beberapa publish, ini tidak sesuai kodrat tapi juga tidak terlarang.
Outline disertasi juga banyak di universitas di Indonesia yang menyeragamkan outlinenya. Di Australia, juga tidak tergantung masalah dan metodenya.
Tetapi ketika sudah jadi jurnal prosidingnya jangan diajukan, baik di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) maupun untuk kepangkatan. Jadi jika untuk usulan jabatan fungsional, hanya salah satu saja yang diajukan.
Pendapat 3
Prosiding paper sebisa mungkin memang dilanjutkan untuk naik kelas ke jurnal paper, kecuali memang tidak ada jurnal yang ingin memuatnya. Begitu juga, tidak semua buku chapternya berasal dari prosiding, termasuk buku-buku rekan dosen yang sudah terbit dan tergantung juga buku tentang apa.
Kesimpulannya, prosiding paper harus berlanjut, naik kelas, jadi book chapter atau jurnal paper. Sehingga tidak berhenti hanya pada prosiding paper. Ketika sebuah makalah disajikan pada suatu konferensi, umumnya makalah tersebut tidak lengkap. Praktik umum adalah menyajikan analisis awal untuk makalah lengkap. Tujuan mempresentasikan penelitian Anda di konferensi adalah untuk memberi tahu orang-orang tentang studi Anda dan mendapatkan umpan balik dari mereka. Jadi setelah Anda menerima input, Anda mungkin ingin memasukkannya ke dalam kertas Anda. Dengan demikian, makalah yang akan Anda kirim ke jurnal pasti akan menjadi versi yang lebih baik dan lebih rinci dari yang Anda presentasikan di konferensi.
Ketika dirasa masih diperlukan feedback dari pihak lain, ikutkanlah di conference dulu dan peroleh prosiding. Setelah itu, perbaiki paper sampai tuntas kemudian mencobanya untuk diterbitkan di jurnal. Sehingga dapat ditarik poin:
- Publikasi di jurnal tidak harus diawali dengan ikut conference, yang hasilnya jurnal.
- Tetapi prosiding paper, sebaiknya atau bahkan seharusnya dituntaskan jadi jurnal paper, agar pihak yang mendanai conference puas dengan presentasi kita, sebagai pihak yang didanai.
Jadi bergantung isinya. Kalau makalah seminarnya berisi preliminary study harus dilanjutkan, tapi kalau yang sudah final apa tidak boleh jadi jurnal. Dengan kata lain, apakah penelitian yang sudah tuntas jika diseminarkan turun jadi prosiding statusnya?
Nah kata kuncinya GENERALLY. Kalimat terakhir juga bermakna kalau yang disajikan dalam seminar memang preliminary. Kalau sudah tuntas dan tidak ada koreksi atau input baru tidak perlu improved.
Kata Kuncinya “to proceed” atau berproses. Kalau menilai riset relative sudah tuntas, tidak prosiding lagi tidak perlu dikirim ke proceed lagi. Langsung saja kirim ke jurnal.
Boleh saja riset yang sudah tuntas disajikan di conference, tapi bukan dipublish dalam bentuk prosiding, melainkan disajikan secara oral. Misalnya sebagai keynote speech.
Akan ada kontradiktif, bila disatu pihak menyatakan riset sudah tuntas, tapi dilain pihak memposisikan riset masih premature atau belum tuntas, dengan hanya publish di prosiding saja. Tapi tidak semua paper yang terbit di jurnal didahului sebagai prosiding.
Redaksi