Jakarta – Program World Class Professor (WCP) yang digagas sejak tahun 2017 lalu itu menargetkan peningkatan kualitas publikasi Internasional. Dan sejak pertengahan 2019 silam untuk pertama kalinya jumlah publikasi internasional Indonesia mampu menyalip Malaysia.
Dilansir dari sumberdaya.ristekdikti.go.id dengan capaian tersebut, jumlah publikasi Indonesia menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara, yakni sebanyak lebih dari 32.000 publikasi. Kendati demikian, nyatanya peningkatan kuantitas tersebut belum diiringi dengan mutu publikasi, baik yang masuk di jurnal-jurnal bereputasi dunia maupun dari jumlah sitasi dan kemanfaatan.
Menaggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemendikbud RI, Ali Ghufron Mukti menyebut, kolaborasi menjadi salah satu solusi guna meningkatkan kualitas publikasi internasional. Hal ini diwujudkan melalui Program World Class Professor (WCP) yang digagas sejak tahun 2017 lalu. Sementara dari regulasi, Pemerintah telah menerbitkan Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.
“Melalui Program WCP, kami ingin memperkuat kolaborasi dan jejaring antara dosen dalam negeri dengan Profesor kelas dunia dengan konsep sharing resources. Profesor kelas dunia ini tidak hanya orang asing, tetapi sebagian merupakan ilmuwan diaspora Indonesia yang memiliki karier gemilang di perguruan tinggi luar negeri. Tahun ini, terdapat 84 penerima Program WCP dari 25 perguruan tinggi di berbagai daerah, yang kemudian menghasilkan 120 joint publications,” tutur Dirjen Ghufron dalam pembukaan Annual Seminar World Class Professor, Senin (2/12/2019).
Output dari Program WCP adalah menghasilkan manuskrip joint publication di jurnal internasional bereputasi Q-1 Scimago untuk Skema A dan menghasilkan joint publication di jurnal internasional bereputasi Q-2 untuk Skema B. Program WCP juga bertujuan meningkatkan kompetensi dosen Indonesia dalam produktivitas riset serta mendorong perguruan tinggi di Tanah Air masuk ranking 500 besar dunia.
Dirjen Ghufron menjelaskan bahwa di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 saat ini, menjadi kompetitif itu penting, tetapi dengan kolaborasi akan lebih menghasilkan sesuatu yang lebih memiliki nilai dan makna. Seperti halnya dalam menghasilkan publikasi internasional, Dirjen Ghufron menilai, Program WCP ini menjadi suatu arena kerja sama untuk saling memberikan inspirasi yang nantinya berujung pada ide-ide baru (inovasi).
“Jadi kalau ditanya hasil dari banyaknya publikasi itu apa, jawabannya adalah isi dari publikasi itu sendiri. Karena isi dari publikasi tersebut bersifat kebaruan dan menghasilkan inovasi. Sedangkan suatu bangsa tidak bisa maju kalau tidak inovatif,” tutur Dirjen Ghufron.
Berdasarkan data evaluasi Program WCP tahun 2017-2019, jumlah draft Joint Publication yang masuk sebanyak 162 draft, sedangkan yang sudah submited sebanyak 92 publikasi. Sementara 91 publikasi tercatat under review, 25 publikasi accepted, serta 45 publikasi telah berstatus published.
Pada kesempatan tersebut, Plt. Rektor Universitas Trisakti itu juga menyinggung mengenai kompetensi dosen Tanah Air. Para dosen perlu memiliki literasi baru, di antaranya literasi data, literasi teknologi, literasi humanities, komunikasi, dan desain, serta lifelong learning. Begitu juga pendidikan tinggi perlu mengembangkan program pembelajaran online untuk menjangkau banyak mahasiswa.
“Menurut riset Profesor Clayton Christensen dari Harvard Business School, pendidikan online akan menjadi cara yang lebih murah bagi mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan. Di sisi lain, di Indonesia program studi online masih sedikit, karena kalau program studi online butuh izin tersendiri. Maka dari itu, supaya perguruan tinggi bisa terus bertahan, proses pembelajarannya harus diubah mengarah pada pemanfaatan teknologi. Namun, untuk mewujudkan itu, selain infrastruktur juga dibutuhkan SDM dan kesiapan dosen itu sendiri,” imbuh Dirjen Ghufron.
Selain WCP, Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti juga memiliki berbagai program peningkatan kualifikasi dan kompetensi dosen, seperti Program Percepatan Doktor melalui Beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), pemberdayaan ilmuwan diaspora, post doctoral, mobilisasi dosen, hingga sabbatical leave (dosen merenung).
Annual Seminar World Class Professor 2019 menghadirkan sejumlah pembicara yang merupakan profesor kelas dunia, yakni Prof. Phillipe Girardin dari The Lorraine University, Perancis. Pembicara berikutnya adalah penerima program WCP dalam negeri, yakni Prof. Unang Supratman dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Dr. Kurnianingsih dari Politeknik Negeri Semarang (Polines). Pada acara seminar juga dipamerkan poster-poster penelitian penerima WCP 2019.
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…