Informasi

Program Magang Dosen Jadi Solusi Pemerataan Mutu Pendidikan Tinggi

Program Magang Dosen Jadi Solusi Pemerataan Mutu Pendidikan Tinggi.

Denpasar – Keberadaan dosen-dosen muda menjadi angin segar dalam upaya memajukan pendidikan tinggi di Indonesia. Para dosen yang rata-rata usianya masih di bawah 40 tahun tersebut, diharapkan adaptif terhadap perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0. Tak hanya itu tapi dituntut mampu menghadapi mahasiswa yang merupakan generasi millennials.

Terkait pentingnya peran dosen muda, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti berupaya meningkatkan kualitas dosen melalui Program Magang Dosen. Program ini juga menjadi salah satu solusi mengurangi disparitas kompetensi dosen dalam menjalankan Tri Darma, terutama di perguruan tinggi yang berada di luar Pulau Jawa. Tercatat, tahun ini terdapat 164 dosen muda yang selama empat bulan terakhir magang di delapan perguruan tinggi top Tanah Air. Di antaranya, di Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dikutip www.sumberdaya.ristekdikti.go.id, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan, program magang di bawah bimbingan dosen-dosen senior dapat memberikan pembelajaran bagi dosen muda. Baik dalam hal mengajar, meneliti, dan pengabdian masyarakat, maupun bagaimana cara manajemen kampus hingga membangun relasi dan kemitraan. Oleh sebab itu, dengan segala ilmu yang telah diraih selama program, ia berpesan agar alumni dosen magang dapat menjadi duta bagi perguruan tinggi asalnya.

”Potensi para dosen muda sungguh luar biasa. Mereka memiliki ide-ide yang kreatif. Saya ingin para dosen magang setelah kembali ke universitas asal dapat menjadi duta yang bersinar, menghasilkan prestasi dan dapat membawa dosen-dosen lainnya ikut berkembang,” ujar Dirjen Ghufron kala menutup rangkaian Program Magang Dosen Tahun 2018 di Bali, Jumat (9/11) lalu.

Pelaksanaan Program Magang Dosen ke depan, ucap Dirjen Ghufron, harus lebih banyak mendapat perhatian dari kalangan dosen muda. Pasalnya, selama ini tidak sedikit dosen yang waktunya habis untuk mengajar. Sehingga kerap melewatkan informasi penting yang berpengaruh terhadap peningkatan kapasitasnya. Selain itu, pihaknya juga megevaluasi capaian dosen magang, termasuk potensi mereka dalam mengembangkan karier.

”Pengalaman dari dosen-dosen senior dan berbagai hal yang dipelajari selama program magang dapat menjadi modal dan semangat bagi para dosen muda untuk memiliki karier yang bai. Bahkan bukan tidak mungkin suatu saat dipercaya menjalankan tugas tambahan, misalnya menjadi pimpinan perguruan tinggi,” sebutnya.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen Ghufron juga menyinggung mengenai dosen-dosen yang umumnya mengajar dan berkarier di almamaternya. Padahal, kampus-kampus kelas dunia, seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) merekrut dosen hebat dari berbagai institusi di dunia. Dirjen Ghufron menilai, semakin beragam asal perguruan tinggi seorang dosen di suatu perguruan tinggi, maka akan memperkaya pengalaman yang dapat dipelajari satu sama lain antar dosen.

”Kalau perguruan tinggi di Indonesia rata-rata seperti itu, sebarannya berbeda dari negara-negara maju, seperti di Amerika Serikat. Misalnya, lulusan Unpad mengajar di Unpad, lulusan ITB mengajar di ITB, lulusan UGM mengajar di UGM. Entah itu lulus dari S-1, S-2, atau S-3 mereka akan mengajar kembali ke situ sehingga terkadang kurang kompetitif. Mungkin ke depan kami perlu membuat penghargaan bagi kampus yang 10-15 persen dari total dosennya tidak berasal dari lulusan perguruan tinggi bersangkutan,” imbuh Mantan Dekan FK UGM itu.

Potensi dosen muda jebolan Program Magang Dosen sendiri dapat menjadi pertimbangan perguruan tinggi terbaik bangsa, untuk melihat kompetensi dosen dari kampus lain. Sehingga tidak hanya lulusannya yang direkrut menjadi dosen.

Salah satu peserta Program Magang Dosen asal Universitas Singaperbangsa Karawang, Deri Teguh Santoso mengakui, mengajar dan meneliti di kampus besar UGM memberikan banyak pengalaman. Beberapa yang ia pelajari yakni cara mengelola kampus yang lebih tertata dan profesional. Hal serupa juga dirasakan oleh dosen muda asal Universitas Sains dan Teknologi Jayapura bernama Inaya yang berkesempatan magang di ITB.

”Program ini sangat bermanfaat. Selain belajar tata kelola kampus, juga kami diajarkan bagaimana menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak kalah seru juga untuk kegiatan pendukungnya, seperti kunjungan ke industri,” tukas Inaya.

Redaksi

Redaksi

Recent Posts

Cara Menyusun Artikel Jurnal dengan Prinsip Piramida Terbalik

Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…

4 days ago

Time Table dan Manfaatnya dalam Melancarkan Penelitian

Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…

4 days ago

Syarat dan Prosedur Pengajuan Pindah Homebase Dosen

Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…

4 days ago

Scope Jurnal & Cek Dulu Agar Naskah Sesuai Jurnal Tujuan

Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…

4 days ago

6 Cara Mengecek DOI Jurnal, Pahami untuk Isian Publikasi

Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…

4 days ago

Cara Mengecek Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi, Pahami Sebelum Publikasi

Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…

5 days ago