Salah satu kurikulum pendidikan yang diterapkan sejumlah negara maju adalah Outcomes Based Education (OBE). Penerapan OBE di Indonesia juga sudah mulai dilakukan. Namun, kita perlu mengetahui prinsip dan karakteristik kurikulum OBE tersebut sebelum diterapkan.
Dengan mengenal prinsip maupun karakteristiknya, penerapan OBE menjadi lebih mudah bisa terjadi karena para dosen bisa mengetahui dasar dan tujuan kurikulum OBE. Sehingga memiliki gambaran bagaimana menerapkannya. Berikut informasinya.
Mengenal Kurikulum Outcome Based Education (OBE)
Sebelum membahas mengenai prinsip dan karakteristik kurikulum OBE, perlu dibahas dulu apa itu kurikulum OBE. Dikutip dari Universitas Labuhan Batu, OBE adalah kurikulum yang berfokus pada capaian pembelajaran yang terukur, memastikan keberlanjutan proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik.
Adapun capaian pembelajaran di dalam kurikulum OBE adalah outcomes atau luaran atau hasil kinerja. Ketika diterapkan di perguruan tinggi, dosen akan fokus menilai hasil pekerjaan mahasiswa.
Baik itu dalam bentuk proyek, karya tulis ilmiah, slide presentasi dan bagaimana presentasinya, portofolio (misal hasil desain grafis). Hal ini yang kemudian membuat kurikulum OBE berbeda dengan kurikulum yang dijalankan di pendidikan tinggi Indonesia.
Dimana pada kurikulum lama, fokus utamanya pada input. Artinya berfokus pada bagaimana dosen menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswa sehingga dosen menjadi pusat dalam kegiatan pembelajaran.
Kurikulum OBE kemudian dipandang lebih baik dan cocok diterapkan di pendidikan tinggi Indonesia sehingga mahasiswa bisa mempraktikkan langsung ilmu pengetahuan yang diberikan dosen.
Sejalan dengan hal tersebut, mahasiswa bisa belajar lebih banyak keterampilan. Saat masuk dunia kerja, mahasiswa bisa dipandang sudah siap kerja dan perusahaan tidak perlu memberikan training dari nol. Hal ini akan meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi sehingga bisa segera mendapat pekerjaan.
Prinsip dan Karakteristik Kurikulum OBE
Membantu lebih memahami lagi perbedaan kurikulum OBE dengan kurikulum lama. Sekaligus memahami kurikulum OBE seperti apa dan bagaimana penerapannya. Maka penting untuk mengetahui prinsip dan karakteristik kurikulum OBE, diantaranya:
1. Kurikulum yang Fokus pada Hasil
Kurikulum OBE menjadi salah satu kurikulum yang lebih fokus pada hasil. Hal ini berbeda dengan kurikulum lain, termasuk kurikulum lama di pendidikan tinggi Indonesia yang fokus pada proses.
Kurikulum lama akan fokus menyiapkan dan menentukan materi perkuliahan yang diberikan kepada mahasiswa. Penilaian akan berfokus pada pemahaman materi tersebut lewat ujian tertulis maupun ujian lisan (misalnya presentasi, wawancara).
Sementara pada kurikulum OBE akan lebih fokus pada hasil. Inilah alasan kenapa tahap pertama dalam penerapannya adalah menyusun RPS yang diawali dengan menentukan profil lulusan.
Jadi, dosen perlu menentukan dulu mahasiswanya akan menjadi apa dan siapa setelah selesai studi (lulus kuliah) sehingga dosen merancang perkuliahan untuk menghasilkan lulusan sesuai profil tersebut. Sistem penilaian akan fokus pada hasil penerapan ilmu teori sehingga mahasiswa praktik langsung.
2. Kurikulum yang Mendefinisikan Hasil Pembelajaran dengan Jelas dan Terukur
Prinsip dan karakteristik kurikulum OBE yang kedua adalah mampu mendefinisikan hasil pembelajaran secara jelas. Tak hanya itu, kurikulum ini membuat hasil pembelajaran tersebut bisa diukur.
Artinya, kurikulum OBE menetapkan hasil pembelajaran yang jelas bukan ambigu. Kemudian hasil ini bisa relevan diterapkan di banyak perguruan tinggi dan di berbagai program studi.
Misalnya, dalam menyusun RPS, dosen menetapkan profil lulusan merupakan seorang desain grafis profesional. Maka hasil pembelajaran adalah hasil membuat desain grafis. Hasil pekerjaan ini tentu lebih jelas dan terukur, karena memiliki fisik dan bisa dinilai bagus tidaknya.
3. Kurikulum yang Mendorong Keterlibatan Mahasiswa
Poin ketiga yang menjadi prinsip dan karakteristik kurikulum OBE adalah sifatnya dalam mendorong keterlibatan mahasiswa di pembelajaran (perkuliahan). Jika pada kurikulum lama, keterlibatan mahasiswa terbatas karena berpusat pada dosen.
Sehingga mahasiswa hanya pasif, yakni hanya menerima informasi (materi perkuliahan) yang disampaikan oleh dosen. Maka terjadi sebaliknya di dalam kurikulum OBE yang mendorong mahasiswa mempraktekan ilmunya langsung.
Penerapannya membuat dosen menggunakan model pembelajaran berbasis kasus, proyek, dan sejenisnya sehingga membuat mahasiswa lebih aktif dibanding dosen. Kemudian membuat mereka praktek langsung di lapangan dan menghasilkan suatu pekerjaan.
Misalnya karya tulis ilmiah, desain logo, membuat blog pribadi, membuat coding sederhana dengan suatu bahasa pemrograman, dan sebagainya. Sehingga mahasiswa selain lebih aktif, keterampilan praktis juga ikut terasah.
4. Kurikulum yang Memiliki Relevansi antara Desain dengan Hasil Pembelajaran
Prinsip dan karakteristik kurikulum OBE yang keempat adalah kurikulum yang memiliki relevansi antara desain dengan hasil pembelajaran. Jadi, antara desain pembelajaran di dalam RPS relevan dengan hasil pembelajaran yang menjadi capaian.
Misalnya, dosen ilmu komputer yang mengajarkan bahasa pemrograman Phyton. RPS yang disusun akan berisi penyampaian materi terkait Phyton lewat laboratorium komputer dan praktek membuat coding sederhana.
Sehingga yang dinilai oleh dosen adalah hasil coding mahasiswa tersebut. Begitu seterusnya dengan mata kuliah lain yang membuat mahasiswa menjadi profil lulusan yang ditentukan. Misalnya menjadi programmer profesional yang bisa membuat aplikasi atau game online memakai bahasa Phyton.
Bandingkan dengan kurikulum sebelumnya di pendidikan tinggi. Materi di dalam perkuliahan bisa jadi tidak keluar saat ujian tengah semester maupun di akhir semester. Sehingga desain pembelajaran tidak selalu relevan dengan hasilnya.
5. Bersifat Fleksibel dalam Penerapan
Poin kelima dalam prinsip dan karakteristik kurikulum OBE adalah sifat penerapannya yang fleksibel. Artinya, kurikulum OBE tidak stagnan di satu metode pembelajaran. Melainkan bisa fleksibel diubah kapan saja oleh dosen.
Secara umum, penerapan kurikulum OBE mendorong dosen memvariasikan metode pembelajaran. Misalnya kombinasi antara pembelajaran ceramah, presentasi atau diskusi kelompok, dan sebagainya.
Dosen akan melihat karakteristik mahasiswa dan bagaimana daya tangkap mereka dalam pembelajaran. Kemudian menentukan metode yang sesuai agar materi mudah dipahami dan dipraktekan langsung.
6. Mendorong Perbaikan yang Terus atau Berkelanjutan
Prinsip dan karakteristik kurikulum OBE juga mencakup sifatnya yang mendorong perbaikan terus menerus atau berkelanjutan. Disebut demikian, karena penerapan kurikulum OBE ada tahap evaluasi.
Artinya, para dosen yang menerapkan kurikulum ini akan melakukan evaluasi pada hasil pembelajaran. Kemudian melihat apakah hasil pembelajaran sesuai dengan CPL, CPMK, maupun profil lulusan.
Jika ditemukan ada ketidaksesuaian, dosen bisa mencari kendala atau penyebabnya dna melakukan perbaikan. Jadi, penerapan tidak saklek dan jika kurang sesuai maka perlu segera diperbaiki. Hal ini yang membuat kurikulum OBE bisa mendorong pembelajaran yang terus mengikuti zaman.
7. Mendorong Pembelajaran yang Relevan dengan Konteks Kehidupan
Hal ketujuh yang menjadi prinsip dan karakteristik kurikulum OBE adalah membangun pembelajaran yang relevan dengan konteks kehidupan. Artinya, kurikulum OBE menanamkan ilmu dan keterampilan yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Sebab lulusan perguruan tinggi diharapkan lebih siap saat terjun ke masyarakat menjadi bagian dari masyarakat tersebut dan siap untuk terjun di dunia kerja dengan bekal berbagai keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri.
Sehingga, tidak ada lagi kesenjangan antara pengetahuan dan keterampilan lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan masyarakat dan industri karena mahasiswa dibekali ilmu pengetahuan sekaligus berbagai keterampilan praktis yang penting dalam kehidupan (bermasyarakat dan bekerja di industri).
8. Kurikulum dengan Desain Mundur (Working Backward)
Poin terakhir yang menjadi prinsip dan karakteristik kurikulum OBE adalah desain pembelajarannya, yakni menggunakan desain mundur atau working backward. Sering juga OBE disebut sebagai kurikulum desain mundur (backwards curriculum design).
Disebut demikian karena sebelum pembelajaran diterapkan, rencana pembelajaran seperti RPS dan silabus dibuat dengan desain mundur, yakni menetapkan dulu profil lulusan. Jadi, dosen menentukan dulu mahasiswa di bawah bimbingannya akan menjadi apa setelah lulus kuliah. Misalnya menekuni profesi apa.
Sehingga, desain pembelajaran akan fokus untuk mencapai profil lulusan tersebut. Misalnya menetapkan mata kuliah apa saja yang mendorong lulusan bisa menjadi profesi yang dijadikan profil lulusan.
Desain ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang diterapkan di pendidikan tinggi Indonesia. Dimana RPS akan disusun dengan menentukan materi apa yang perlu disampaikan kepada mahasiswa. Mengenai mahasiswa setelah lulus menjadi apa dan bagaimana tidak tercantum di dalam RPS tersebut.
Itulah beberapa prinsip dan karakteristik kurikulum OBE yang sekaligus menunjukan perbedaannya dengan kurikulum lama. Kurikulum OBE sendiri sudah sukses diterapkan di sejumlah negara maju. Misalnya di Australia, Singapura, Uni Eropa, dan sebagainya.
Sehingga kemudian mulai diterapkan di Indonesia, khususnya di pendidikan tinggi. Harapannya, kurikulum ini menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan lulusan perguruan tinggi dengan dunia kerja.
Dampak Positif Penerapan Kurikulum OBE
Dengan berbagai prinsip dan karakteristik kurikulum OBE tersebut, maka tentu menjadi kurikulum yang menarik untuk diterapkan di Indonesia. Berikut beberapa dampak positif dari penerapannya:
1. Meningkatkan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi
Dampak positif yang pertama, perguruan tinggi bisa meningkatkan kualitas lulusan atau alumninya. Kenapa? Sebab, perguruan tinggi tidak hanya mencetak lulusan yang pemahaman materinya secara teori, melainkan juga praktik.
Sehingga, lulusannya memiliki keseimbangan antara pengetahuan teori dengan praktik yang membuat mereka menguasai banyak keterampilan. Jadi, kualitas lulusan menjadi lebih baik dibanding kurikulum lama yang menghasilkan lulusan lebih paham ilmu teori.
2. Mencetak Lulusan yang Relevan dengan Dunia Kerja
Sejalan dengan dampak positif yang dijelaskan di poin sebelumnya, dampak berikutnya lulusan perguruan tinggi bisa relevan dengan dunia kerja. Sebab lulusan tersebut tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan yang luas.
Akan tetapi juga menguasai banyak keterampilan praktis sehingga saat diterima di suatu perusahaan mereka bisa langsung bekerja dan menghasilkan pekerjaan yang baik. Kinerja mereka bisa maksimal dan mendapat penilaian positif dari atasan.
3. Mendorong Mahasiswa Menguasai Keterampilan Abad ke-21
Dampak positif berikutnya dari penerapan kurikulum OBE adalah mendorong penguasaan keterampilan abad ke-21 karena OBE mendorong perbaikan berkelanjutan agar pembelajaran selalu relevan dengan konteks kehidupan.
Pada akhirnya, ada banyak ilmu terupdate dan keterampilan praktis yang dikembangkan mahasiswa sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya lulusan saat ini bisa menguasai AI dengan baik, bisa menguasai aplikasi mobile bukan sekedar aplikasi berbasis website, dan sebagainya.
4. Proses Pembelajaran Lebih Menyenangkan
Dampak positif berikutnya adalah kurikulum OBE bisa menjadikan proses pembelajaran atau perkuliahan lebih menyenangkan. Sebab tidak monoton, mahasiswa bisa melakukan berbagai kegiatan menyesuaikan metode pembelajaran variatif yang dijalankan dosen.



