Pimpinan PTKIN Se-Indonesia Usulkan Calon Menteri Agama dari Kalangan Akademis
Yogyakarta – Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menjadi benteng akademis untuk menjaga NKRI tetap utuh dan tokoh pimpinan universitas Islam layak dan dinilai mampu sebagai Menteri Agama. Hal tersebut diungkapkan Rektor IAIN Fathul Muluk Jayapura Papua Dr. Habib Idrus Alhamid, S.Ag., M.Si., dalam Forum Pimpinan PTKIN se-Indonesia saat menggelar Focused Group Discussion (FGD) dengan tema “Pembahasan Tata Kelola PTKIN Pasca Lahirnya PP No. 46 Tahun 2019” di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin – Selasa (5-6/8/2019).
Habib mengungkapkan, moderasi agama dan adanya isu kontra radikalisme merupakan gerakan yang harus dibumikan. Karena sebagai upaya peneguhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terutama menyangkut kerukunan dan perdamaian di Indonesia.
“Dalam forum ini kami merekomendasikan calon Menteri Agama dari kalangan profesional akademis yang pertama Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., dan calon kedua Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Prof. Dr. KH. Fauzul Iman, MA untuk bisa menjaga kerukunan dan perdamaian bangsa,” kata Habib yang juga selaku Bendahara Forum Pimpinan PTKIN.
Habib menambahkan pengusulan dua tokoh tersebut didasarkan pada hasil pertemuan Forum Pimpinan PTKIN yang sudah terlaksana di hotel Grand Mercue, Jakarta. Setelah itu di UIN Sunan Kalijaga ini dua calon tersebut menyampaikan visi dan misinya di depan 30 Ketua dan Rektor Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri Se-Indonesia.
Sementara itu Rektor IAIN Surakarta Prof. Dr. Mudofir, S.Ag, M.Pd., menjelaskan setelah penetapan ini forum akan membuat surat delegasi untuk memperkuat usulan calon menteri agama yang akan diantar oleh seluruh Pimpinan PTKIN di Indonesia. Harapannya kami dua calon ini bisa masuk dalam daftar susunan kabinet baru.
Selain itu dalam forum tersebut semua Pimpinan PTKIN menyambut baik adanya PP No. 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Sambutan positif ini dijadwalkan untuk membahas tata kelola pasca turunnya PP. Nomor 46 Tahun 2019.
Ketua Forum, Prof. H. Babun Suharto dari Institute Islam Negeri Jember mengatakan, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 patut disyukuri karena memberikan banyak kewenangan kepada PTKIN, seperti pengangkatan Guru Besar, pembukaan Prodi baru, maupun kewenangan lainnya, yang selama ini berada di lembaga diluar Kementerian Agama. Di antara prioritas yang akan di bahas dalam FGD adalah pengangkatan Guru Besar.
“Kita sebagai pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, diminta atau tidak diminta, harus aktif memberikan kontribusi/masukan kepada Menteri Agama. Salah satu hal penting adalah pengangkatan Guru Besar. Karena selama ini tidak imbang antara jumlah Dosen dengan Guru Besar yang ada,” jelas Prof. Babun.
Hal lain yang juga penting adalah tentang alih status PTKIN dari IAIN menjadi UIN. Babun melanjutkan, kewenangan awal ada di Kemenristekdikti. Tetapi dengan PP ini kewenangan beralih kepada Menteri Agama. Bukan hanya itu, berkaitan dengan akreditasi yang selama ini bersandar pada BAN-PT, maka sekarang juga dibawah Kementerian Agama. Di forum ini juga akan dibahas setiap pasal untuk diturunkan menjadi Peraturan Menteri Agama (PMA). Kurang lebih ada 21 hal penting dari pasal-pasal dalam PP 46 yang akan diturunkan menjadi PMA akan dibahas dalam FGD kali ini, dan kemudian akan direkomendasikan kepada Menteri Agama.
Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., selaku tuan rumah FGD menyampaikan, kewenangan untuk membuka Prodi baru juga merupakan aspek penting dari kewenangan yang diberikan kepada PTKIN, setelah terbitnya PP Nomor 46 Tahun 2019. Prof. Yudian Wahyudi menegaskan, kewenangan itu merupakan bentuk otoritas, bukan kekuasaan.
PTKIN yang menjadi universitas boleh membuka rumpun keilmuan apapun asal tidak melebihi dari 50 persen dari Prodi Agama dan mendapat izin dari menteri yang terkait. Itu sangat penting terkait peran PTKIN ke depan, yang kemarin terhalang karena belum adanya PP ini. “Alhamdulillah kita sekarang diberi peran yang lebih besar oleh negara. Keleluasaan kewenangan PTKIN diharapkan akan membuka peluang semakin besar bagi PTKIN untuk berkontribusi bagi pengembangan peradaban Indonesia,” tegas Yudian.
Yudian melihat, peluang PTKIN ke depan untuk bersaing jauh lebih lebar dengan hadirnya PP 46. “Kita akan menjadi seperti UMY, UII, jadi Fakultas Agama dengan Fakultas Keilmuan Umum seimbang. Kalau kita kan negeri, akan memberikan harga tidak terlalu mahal. Kita akan bisa berjalan berdampingan,” jelasnya.
“Selain itu, selama ini ada anggapan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Dengan PTKIN diberi kepercayaan penuh, maka kami siap kawal dari awal. Jadi jangan benturkan agama dengan Pancasila. Yang bisa melawan orang yang memaknai dalil agama adalah orang yang paham agama, dan kami di sini,” imbuh Yudian.
Ke depan, PTKIN akan lebih memacu civitas akademika seluruh Indonesia untuk mengukir prestasi. Sebagai penandanya, pada FGD kali ini disampaikan penghargaan kepada IAIN Salatiga, Jawa Tengah yang telah menunjukkan prestasinya dalam Indeks Scopusnya terbaik diantara PTKIN se-Indonesia. (duniadosen.com/ta)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…