Memilih karir dosen memang menjadi cita-cita Prof. Dr. Ir. Ambar Rukmini, MP., sejak kecil. Didukung dengan lingkungan keluarga yang juga sebagian besar pelaku pendidikan, semakin mendorongnya untuk meraih cita-citanya ber karir dosen. Namun, bagaimana perjalanan karir dosen Ambar sebagai dosen Teknologi Pangan hingga menjadi Guru Besar pertama di Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta? Berikut hasil wawancara duniadosen.com.
Ambar adalah dosen di Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Widya Mataram (FTP UWM). Setelah merampungkan pendidikan sarjana di FTP Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1988, untuk mewujudkan cita-citanya, Ambar langsung melamar sebagai dosen di UWM. Ambarpun diterima dan mulai mengajar sebagai Dosen Tetap Yayasan (DTY) di kampus tersebut sejak 1 Oktober 1989.
“Eyang Kakung saya (ayahnya Bapak) Pemilik salah satu sekolah di Semarang. Eyang Putri saya (ibunya Bapak) Kepala Sekolah di salah satu SMP Semarang. Budhe saya (kakaknya Bapak) Dosen IKIP Semarang (sekarang UNNES). Om saya (adik iparnya Bapak) Dosen UNAIR Surabaya. Melihat sebagian keluarga adalah dosen, maka saya juga ingin menjadi dosen,” ceritanya kepada tim duniadosen.com melalui surel, Sabtu (18/05/2019).
Pada 1991, dibuka lowongan Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dipekerjakan (dpk.) di Kopertis Wilayah V Yogyakarta (sekarang Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti)) untuk mengajar di perguruan tinggi di wilayah Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Setelah mendaftar, Ambar diterima dan ditempatkan di FTP Universitas Wangsa Manggala (sekarang Universitas Mercu Buana Yogyakarta).
“Namun, karena pada saat rapat penempatan di Kopertis V, Rektor UWM yang saat itu dijabat oleh Prof. Soempono mempertahankan saya untuk tetap bertugas di UWM. Hal tersebut disetujui oleh Koordinator Kopertis waktu itu, Prof. Soetojo. Hasilnya, saya ditempatkan di FTP UWM sampai sekarang,” kenang perempuan kelahiran Semarang, 8 Desember 1964 tersebut.
Perjalanan Karir Dosen adalah Profesi Penuh Kesan
Lebih dari 20 tahun ber karir sebagai dosen, Ambar mengaku ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Baginya, karir dosen memiliki priviles untuk menjadi berguna bagi sesama. Ia ingin berbagi kepada masyarakat melalui ilmu yang ia ketahui. Tak hanya itu, ia juga ingin menjadi dosen yang bisa memotivasi mahasiswa maupun dosen junior di lingkungannya.
Bagi Ambar, ber karir dosen memiliki banyak sekali kesan. Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) tersebut menyebut ada banyak pengalaman berkesan yang ia dapatkan ketika menjadi pengajar di UWM. Salah satunya ketika terpilih sebagai salah satu finalis Dosen Berprestasi Tingkat Nasional tahun 2004.
Meskipun tidak masuk sebagai tiga pemenang dosen berprestasi tahun 2004, Ambar mengaku bangga bisa berada pada peringkat ke-7 tingkat nasional. Apalagi, ia bisa mengungguli dosen-dosen terkemuka lain yang memiliki jabatan akademik lebih tinggi.
“Pengalaman tersebut tidak terlupakan karena saat itu saya masih tergolong sebagai dosen junior dengan jabatan Lektor. Selain itu, saya merupakan salah satu dari dua finalis perempuan dari total 15 finalis lainnya yang sudah menjabat Lektor Kepala maupun Guru Besar,” ujar peraih master bidang teknologi pangan dari UGM tersebut.
Selain itu, pengalaman lain yang berkesan baginya sampai sekarang adalah ketika terpilih sebagai pemenang Graduate Student Research Paper Competition saat menempuh studi doktoral di UGM. Ambar berhak mewakili Indonesia di tingkat Asia Tenggara. Pengalaman tersebut sangat berkesan bagi Ambar, karena itu merupakan pengalaman kompetisi internasioanl pertama yang ia ikuti.
Raih Gelar Guru Besar Pertama
Kaitannya dengan raihan puncak ber karir dosen, Ambar adalah peraih gelar Guru Besar pertama di UWM. Guru Besar adalah gelar akademik tertinggi yang diraih oleh dosen. Ia memperolehnya dalam bidang Teknologi Pangan dan Gizi terhitung pada 1 Desember 2018, karena dinilai memenuhi syarat-syarat utama. Diantaranya dedikasi mengajar, KUM penelitian, dan publikasi ilmiah terindeks Scopus.
Peraih gelar Doktor Ilmu Pangan tercepat di UGM (dua tahun delapan bulan) tersebut mengakui keinginannya menjadi Guru Besar sudah ada sejak lama. Maka dari itu, ia mempersiapkan semuanya sejak lama. Ia bersyukur bisa menjadi Guru Besar pertama di UWM.
“Setelah lulus studi doktor dan kembali aktif di UWM pada Juli 2011, saya mulai mempersiapkan kenaikan jabatan akademik saya ke Profesor/Guru Besar. Beberapa seminar internasional dan publikasi di jurnal internasional sudah masuk dalam agenda yang harus saya laksanakan untuk mengumpulkan kum untuk kenaikan jabatan akademik,” ungkap dosen tetap UWM pertama yang bergelar doktor tersebut.
Meski begitu, gelar Guru Besar yang ia emban, disadari oleh Ambar, adalah sebuah tanggung jawab yang harus ia pikul. Dengan jabatan akademik tertinggi tersebut, ia harus menyelaraskan kemampuannya sebagai akademisi karena tentu banyak orang menganggapnya sebagai seorang pakar.
Oleh karena itu, Ketua Ikatan Alumni Keluarga Gadjah Mada Teknologi Pertanian (Kagama TP) tersebut harus lebih peka terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat. Disamping mengajar dan membimbing mahasiswa, Ambar juga melakukan berbagai kegiatan penelitian, publikasi ilmiah, menulis buku, dan pengabdian masyarakat.
Perkembangan Teknologi Menjadi Tantangan Tersendiri
Meski menyebut profesi dosen sangat berkesan, Wakil Rektor I di UWM yang menjabat dua periode tersebut tak menampik bahwa tantangan yang dihadapi dosen cukup banyak. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dosen adalah perkembangan teknologi.
Ambar menyebut perkembangan teknologi akhir-akhir ini begitu pesat. Hal itu membuat dosen, terutama yang bukan digital native, mengalami kesulitan dalam menggunakannya. Peraih dua paten dalam bidang teknologi pangan tersebut menilai dosen perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan teknologi. Baginya, pembaruan ilmu pengetahuan sulit dilakukan jika tidak menguasai teknologi.
“Penelitian dalam bidang pangan maupun perkembangan teknologi terjadi sangat pesat. Oleh karena itu, update ilmu dan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi harus selalu dilakukan. Hal ini yang mungkin menjadi kesulitan besar bagi sebagian besar dosen ‘senior’ yang pada umumnya tidak mau mengikuti perkembangan teknologi,” ujar Ambar.
Menurut Ambar, tak ada alasan bagi dosen untuk acuh dalam mempelajari penggunaan teknologi. Reviewer jurnal-jurnal bidang teknologi pangan tersebut menyebut teknologi informasi sangat membantu dosen dalam mengembangkan diri sekaligus melakukan perannya sebagai pengajar.
Saat ini, lanjut Ambar, praktik pengajaran seperti penyampaian materi pembelajaran, penelusuran pustaka, sampai pemeriksaan tugas mahasiswa hampir seluruhnya menggunakan bantuan teknologi informasi. Meski pesat, dosen perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut jika tak ingin tertinggal informasi terbaru.
Penghargaan untuk Dosen dan Kiat Membagi Waktu
Dari berbagai penghargaan yang telah ia peroleh, Ambar menyebut dosen memang seharusnya mendapat penghargaan yang layak. Bentuk penghargaan tersebut bisa bermacam-macam. Yang penting, penghargaan tersebut memang ditujukan untuk menghargai kinerja dosen yang tak sedikit.
“Ada istilah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dosen juga termasuk guru, tetapi muridnya disebut mahasiswa. Mestinya dosen juga patut memeroleh penghargaan secara finansial maupun nonfinansial yang lebih layak,” tegasnya.
Ia menyontohkan seorang penyanyi atau pelaku hiburan yang bisa memeroleh penghasilan luar biasa dalam waktu singkat, Ambar menilai dosen seharusnya dihargai lebih besar dari mereka.
“Saat ini gaji guru maupun dosen jauh di bawah gaji rata-rata pelaku seni hiburan. Di negara tetangga, gaji guru dan dosen lebih besar dibanding gaji guru dan dosen di Indonesia,” lanjut Ambar.
Ia menyebut, meski ada hibah penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat bagi dosen, namun ia mengkritik betapa rumitnya laporan keuangan yang dicanangkan. Padahal, Ambar menilai seharusnya dosen harus lebih fokus pada kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, bukan sekadar administrasi.
Ihwal pembagian waktu, Ambar memiliki kiat tersendiri. Saat ini, selain menjadi pengajar sekaligus Wakil Rektor I di UWM, Ambar juga sibuk di PATPI, Kagama TP, reviewer jurnal-jurnal bidang teknologi pangan, dan Pengurus Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA). Tak hanya itu, ia juga harus memenuhi peran domestiknya dalam keluarga.
Bagi Ambar, semua itu adalah amanah yang harus ia laksanakan dengan baik. Maka dari itu, perlu pembagian waktu yang baik agar semua urusan bisa berjalan dengan baik pula.
Ambar mengakui porsi waktunya untuk berkarir lebih banyak dibanding waktu untuk keluarga. Meskipun demikian, ia tetap meluangkan waktu bagi keluarga. Ia memilih waktu khusus untuk bersama keluarga.
“Biasanya kalau weekend kami bisa membuat acara bersama, dari yang hanya sekadar berkumpul dan ngobrol di rumah, atau pergi bersama ke suatu tempat tertentu bersama-sama. Harus seimbang agar emua urusan bisa berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Ke depannya, dalam menjalankan karir dosen ia ingin lebih tertib dalam mengajar dan membimbing mahasiswa. Selain itu, ia ingin lebih produktif dalam melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ia memiliki target masing-masing kegiatan tersebut, dapat ia laksanakan minimal satu kali dalam satu tahun.
Selain itu, Ambar juga masih menyimpan asa untuk menulis dan menerbitkan buku. Dalam waktu dekat, ia ingin menulis buku yang bisa diterbitkan oleh penerbit nasional agar dirinya bisa berkontribusi dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan, khususnya tentang teknologi pangan dan gizi kepada masyarakat secara lebih luas. (duniadosen.com/az)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…