Dalam profesi dosen ada istilah NIDN dan NIDK dimana perbedaan NIDN dan NIDK ini juga wajib dipahami oleh pemangku profesi tersebut. Pasalnya, keduanya merupakan bentuk identitas dari dosen yang bersangkutan.
Meskipun sama-sama identitas namun keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Pemahaman mengenai perbedaannya akan membantu dosen untuk mengurus kepemilikannya dan memahami hak dan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku.
Lalu, apa saja yang menjadi pembeda antara NIDN dan NIDK? Berikut penjelasan lengkapnya.
Sebelum masuk ke pembahasan detail perbedaan NIDN dan NIDK, maka pahami dulu definisi dari kedua kartu identitas tersebut. Berikut penjelasannya:
NIDN memiliki kepanjangan Nomor Induk Dosen Nasional. Definisi NIDN bisa mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi.
NIDN dijelaskan merupakan nomor induk yang diterbitkan oleh Kementerian untuk dosen tetap yang pembiayaannya melalui anggaran pendapatan dan belanja negara. Sehingga menjadi nomor identitas khusus untuk dosen tetap.
NIDN dimiliki oleh seluruh dosen tetap baik yang berada di PTN maupun di PTS. Sekaligus baik yang berada di bawah naungan Kemendikbud maupun Kemenag sesuai dengan peraturan yang berlaku.
NIDK memiliki kepanjangan Nomor Induk Dosen Khusus, dalam UU nomor 26 Tahun 2015 didefinisikan sebagai nomor induk yang diterbitkan oleh kementerian untuk dosen yang diangkat perguruan tinggi berdasarkan perjanjian kerja yang pembiayaannya dibebankan pada perguruan tinggi.
NIDK secara umum akan diberikan kepada dosen kontrak, yakni dosen yang masa kerjanya sesuai kesepakatan di dalam surat perjanjian kerja. Kesepakatan ini tentu saja antara dosen tersebut dengan institusi tempatnya mengajar.
Biasanya, dosen dengan NIDK adalah dosen yang belum atau tidak bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan NIDN. Meskipun begitu, NIDK tetap identitas bagi dosen yang membuatnya masuk ke PDDIKTI.
NIDN maupun NIDK sama-sama dikeluarkan oleh kementerian, yakni yang menaungi institusi tempat dosen mengabdi. Selain itu, keduanya juga sama-sama menunjukan data dan identitas dosen secara resmi sekaligus berlaku secara nasional.
Meskipun memiliki banyak persamaan baik dari yang sudah dijelaskan maupun dari segi fungsi, keduanya tetap memiliki perbedaan signifikan. Berikut detail perbedaan NIDN dan NIDK secara umum:
Perbedaan NIDN dan NIDK yang pertama adalah dari sasaran, yakni dari siapa yang berhak memiliki nomor identitas tersebut. Sesuai dengan definisi masing-masing di dalam UU Nomor 26 Tahun 2015, tentu bisa diketahui perbedaan satu ini.
NIDN ditujukan untuk dosen tetap, sehingga dosen yang statusnya sudah tetap baik di PTN, PTS, maupun PTAI di tanah air. Sementara NIDK ditujukan kepada dosen kontrak baik itu di PTN, PTS, maupun di PTAI.
Dosen kontrak merupakan dosen tetap di sebuah perguruan tinggi dengan masa kerja sesuai isi surat perjanjian kerja. Sehingga dosen kontrak ini ibarat karyawan kontrak di sebuah perusahaan. Sementara dosen tetap adalah karyawan tetap.
Dalam mengajukan NIDN maupun NIDK, pada dasarnya ada biaya yang perlu ditanggung oleh pihak tertentu. Dilihat dari aspek ini maka akan dijumpai perbedaan NIDN dan NIDK yang kedua, yakni dari aspek sumber pendanaan.
Pada saat mengajukan NIDN maka biaya pengajuannya ditanggung oleh pemerintah dan dibebankan atau diambil dari APBN. Sehingga dosen tetap disini dijamin tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali untuk memiliki NIDN.
Sementara untuk NIDK, biaya pengajuannya dibebankan kepada institusi atau perguruan tinggi tempat dosen tersebut bernaung. Dosen kontrak biasanya dosen yang sudah mengajar dan mengabdi lama di sebuah perguruan tinggi.
Hanya saja belum atau tidak memenuhi syarat untuk mengajukan NIDN, sehingga oleh pihak perguruan tinggi diusahakan memiliki NIDK. Sebab nomor induk ini akan berpengaruh terhadap data jumlah dosen dan perhitungan rasionya dengan mahasiswa di PT tersebut.
Perbedaan yang ketiga adalah dari kode awal, jika dilihat dari segi tampilan NIDN maupun NIDK dan juga NUP terdiri dari deretan angka. Sama persis seperti nomor identitas di KTP maupun di NPWP.
Hanya saja, kode di NIDN dan NIDK ini ada makna tersendiri. Salah satunya dari kode awal yang berjumlah 2 digit angka. Pada NIDN, kode awal dimulai dari susunan 00-87. Sementara pada NIDK dimulai dari angka 88.
Khusus untuk NIDN, kode awal juga menunjukan status kepegawaian dosen yang bersangkutan. Jika dosen tersebut adalah dosen PNS maka dijamin kode awal NIDN yang dimiliki adalah 00.
Sedangkan untuk dosen tetap di PTS maka akan disesuaikan kode dari LLDIKTI wilayah setempat. Dimulai dari 01 sampai 16, mengingat jumlah LLDIKTI wilayah di Indonesia ada 16.
Sementara dosen di PTAI karena bernaung di bawah Kemenag maka kode awalnya adalah 20.
Perbedaan NIDN dan NIDK selanjutnya adalah dari syarat atau persyaratan pengajuan. Pertama dilihat dari segi batas usia maksimal, untuk NIDN maksimal dosen berumur 58 tahun.
Sementara untuk NIDK maksimal dosen berumur 65-69 tahun tergantung dari jabatan fungsionalnya. Sedangkan NIDK untuk pemangku Guru Besar maka batas maksimal usia saat mengajukan adalah 70-78 tahun.
Inilah alasan kenapa dosen tetap yang melampaui usia 58 tahun kemudian hanya bisa diajukan kepemilikan NIDK. Sebab memang dari segi usia maksimal saat pengajuan, NIDN memang lebih rendah yakni 58 tahun jika lebih maka hanya bisa mengajukan NIDK.
Dilihat dari masa berlaku ternyata juga akan dijumpai perbedaan NIDN dan NIDK. NIDN masa berlakunya adalah sampai dosen pensiun, namun secara Undang-Undang batas masa pensiun dosen adalah 65 tahun dan 70 tahun untuk Guru Besar.
Sementara untuk NIDK masa berlakunya adalah sampai dosen masuk ke usia 70 tahun untuk dosen biasa dan 79 tahun untuk Guru Besar. NIDK kemudian bisa diperpanjang, perpanjangan sampai 5 tahun untuk Guru Besar dan 2 tahun untuk dosen biasa.
Jika membahas mengenai perbedaan NIDN dan NIDK, maka akan membahas juga mengenai hak dan kewajiban. Dilihat dari segi hak dosen dengan NIDN memiliki hak lebih kompleks.
Pemilik NIDN berhak atau bisa mengajukan program beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Sekaligus bisa mengajukan diri mengikuti sertifikasi dosen. Sementara dosen dengan NIDK tidak memiliki hak tersebut.
Perbedaan berikutnya adalah jika dilihat dari segi kewajiban, dimana kewajiban dosen dengan NIDN lebih kompleks. Sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2015 ada kewajiban bagi dosen dengan NIDN untuk memenuhi beban kerja mengajar.
Yakni bekerja secara penuh atau sekitar 40 jam dalam sepekan (1 minggu), sementara dosen dengan NIDK jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan atau isi surat perjanjian kerja.
Meskipun perbedaan NIDN dan NIDK cukup beragam, namun dosen yang memiliki keduanya sama-sama terdata dan diakui sebagai dosen. Sehingga sama-sama dihitung dalam rasio dosen mahasiswa sekaligus sama-sama bisa menduduki jabatan fungsional maupun struktural.
Artikel Terkait:
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…