Adanya risiko penyalahgunaan AI tentu menjadi perhatian bagi semua orang, terutama akademisi. Sebab, di bidang akademik atau pendidikan pemanfaatan teknologi AI semakin jamak dan masif. Sejalan dengan hal tersebut, Ditjen Diktiristek pada tanggal 11 Oktober 2024 lalu meluncurkan Panduan Penggunaan GenAI pada Pembelajaran di Perguruan Tinggi dan buku MBKM.
Penerapan AI di lingkungan pendidikan tak lepas dari penyalahgunaan penerapan AI. Namun, menghentikan dan melarang penggunaan AI di bidang pendidikan juga tidak sepenuhnya benar. Sehingga, pemerintah perlu memberi regulasi yang jelas untuk mencegah atau meminimalkan penyalahgunaan teknologi AI tersebut.
Penerapan teknologi AI di lingkungan pendidikan tinggi memberi dampak penyalahgunaan teknologi tersebut. Berikut adalah beberapa contoh kasus penyalahgunaan AI yang dimaksudkan:
Contoh kasus penyalahgunaan teknologi AI yang pertama adalah terjadi tindak plagiarisme. Secara sederhana, plagiarisme adalah mengakui karya orang lain sebagai karya diri sendiri. Kasus ini lebih banyak terjadi di karya tulis ilmiah.
Tidak sedikit mahasiswa yang kesulitan menulis karena keterampilan yang minim, referensi terbatas, dan penyebab lainnya. Hal tersebut membuat mahasiswa mengambil jalan pintas dengan menyusun karya tulis memakai AI.
Praktis, mereka tidak mencantumkan sitasi pada data dan informasi yang mereka gunakan. Alhasil, karya tulis yang dibuat isinya jiplakan karya orang lain. Hal inilah yang perlu menjadi catatan dosen. Di era sekarang, dosen perlu mamahami konten-konten yang dihasilkan AI atau ChatGPT pada tugas mahasiswanya.
Contoh kasus penyalahgunaan AI yang kedua adalah deep fakes. Deep fakes adalah gambar, video, atau audio yang dibuat atau diedit menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menggambarkan orang yang nyata atau tidak ada.
Teknologi AI memungkinkan mahasiswa atau bahkan dosen membuat foto, video, dan rekaman audio (suara) yang dibuat dengan AI. Misalnya menggabungkan dua foto yang berbeda menjadi satu seperti foto asli.
Jika foto seperti ini tersebar, informasi atau tampilan pada gambar bisa bias atau salah. Hal ini bisa menyebabkan penyalahgunaan informasi dan menghasilkan dampak lebih kompleks lagi.
Contoh kasus berikutnya dari penyalahgunaan AI di lingkungan pendidikan tinggi adalah komputasi AI. Komputasi AI adalah proses perhitungan algoritma pembelajaran mesin yang sangat rumit, biasanya menggunakan sistem dan perangkat lunak yang dipercepat.
Secara sederhana, komputasi AI adalah mesin atau robot yang dirancang menyelesaikan perhitungan matematika yang rumit. Mahasiswa dan dosen bisa memanfaatkannya untuk efisiensi proses berhitung dengan rumus yang rumit.
Meski cepat dan hasil akurat. Aktualnya, penggunaan komputasi AI berlebihan membuat kemampuan berpikir logika dan kemampuan berhitung serta memanfaatkan rumus algoritma menjadi tumpul. Hal tersebut tentu memberikan dampak negatif ke mahasiswa.
Dalam bidang bahasa, teknologi AI bisa disalahgunakan dengan memakainya melakukan penerjemahan bahasa asing. Teknologi AI membantu menerjemahkan konten dalam bentuk teks maupun video berbahasa asing.
Hasil terjemahan ini bisa diklaim sebagai tugas kuliah dan dikumpulkan mahasiswa. Hasilnya bisa saja bagus, tapi belum sempurna. Masih ada kesalahan seperti kesalahan pemilihan diksi hasil terjemahan yang tidak sesuai konteks.
Contoh penyalahgunaan AI di lingkungan pendidikan tinggi berikutnya adalah mahasiswa mengabaikan pengecekan plagiarisme. Selama ini, karya tulis yang disusun akan di cek plagiarism memakai tools tertentu sesuai ketentuan kampus.
Sayangnya, teknologi AI dalam menyusun kalimat sampai paragraf. Membuat pengecekan plagiarisme dipandang tidak perlu. Sebab AI sudah melakukan parafrase dengan baik dan bahkan sempurna.
Meski AI membantu proses parafrasa dengan cepat dan tepat. Pada kenyataannya, mahasiswa tidak mengalami perkembangan dalam menghindari plagiarisme dengan parafrase. Sampai lulus mereka rawan tidak bisa melakukan parafrase.
Penyalahgunaan AI juga sering dijumpai dengan penggunaan 100% untuk mengerjakan tugas kuliah. Mahasiswa cenderung mengandalkan AI untuk efektivitas dan efisiensi pengerjaan tugas kuliah.
Jika dulu banyak mahasiswa mengaku tertekan dengan tugas kuliah yang menumpuk. Dengan teknologi AI, keluhan tersebut tidak terjadi. Hanya saja memakai AI sepenuhnya dalam mengerjakan tugas tentu melanggar etika dan integritas akademik.
Apalagi jika tidak mencantumkan informasi bahwa penyusunan tugas memakai AI. Oleh sebab itu, mengandalkan AI 100% dilarang di semua perguruan tinggi di Indonesia dan bahkan dunia. Pemakaiannya diatur dengan batasan yang jelas dan tegas.
Contoh penyalahgunaan AI berikutnya di ranah pendidikan tinggi adalah untuk tujuan programming atau pembuatan program. Mahasiswa di jurusan IT dan ilmu komputer lain, tentu familiar dengan coding di sejumlah bahasa pemrograman.
Teknologi AI membantu mahasiswa membangun program dengan mudah, cepat, dan bahkan efektif. Namun, pemakaian AI untuk embagun program dari nol sampai bisa digunakan tentu keliru.
Sebab, mahasiswa kehilangan kemampuannya dalam coding dan membangun program dari awal. Dimana menjadi skill atau keterampilan utama setelah lulus kuliah agar bisa sukses menjadi programmer.
Dikutip melalui website IT Governance Indonesia, dijelaskan bahwa penyalahgunaan AI di dunia pendidikan bukan terjadi secara alami. Melainkan memang ada hal-hal yang menjadi penyebab dari penyalahgunaan tersebut. Diantaranya adalah:
Edukasi mengenai apa itu teknologi AI, etika dalam pemanfaatannya di dunia pendidikan, dan lain sebagainya masih minim. Hal ini yang kemudian menyebabkan adanya penyalahgunaan teknologi AI, baik oleh dosen maupun mahasiswa.
Teknologi AI memang bisa diterapkan di berbagai bidang dan untuk berbagai keperluan. Penerapan di bidang pendidikan memang masih pro dan kontra, sebab ada dampak negatif yang menyertainya.
Maka mencegah penyalahgunaan teknologi ini, perlu dilakukan edukasi yang serius dan kontinyu. Sehingga semua akademisi memahami bagaimana menggunakan AI yang baik dan tetap beretika serta tetap menjaga integritas akademik.
Penyalahgunaan AI di bidang pendidikan juga bisa disebabkan karena etika yang minim. Etika yang dimaksud disini adalah kesadaran dan pemahaman untuk memakai AI secara bijak.
Rendahnya etika pemakaian AI di bidang pendidikan membuat pengguna hanya fokus untuk meraih manfaat dan keuntungan pribadi. Sehingga mengabaikan dampak negatif dari pemakaian AI berlebihan dan masalah yang mungkin timbul di masa mendatang.
Penyebab ketiga dari penyalahgunaan teknologi AI di bidang pendidikan adalah komersialisasi yang berlebihan. Harus diakui dan diketahui, teknologi AI diperkenalkan oleh perusahaan komersial.
Misalnya perusahaan smartphone yang menawarkan sistem operasi berbasis AI, browser berbasis AI, dan sebagainya. Sehingga produknya dipandang punya daya tarik tinggi di mata target pasar.
Perusahaan komersial ini juga mempromosikan penggunaan teknologi AI pada produk mereka untuk dipakai di dunia pendidikan. Sehingga fokus mereka pada profit bisnis yang kemudian terjadi komersialisasi berlebihan.
Dimana fokus menjelaskan keuntungan dan mengabaikan informasi mengenai dampak negatif AI di pendidikan. Kondisi ini membuat akademisi hanya memahami manfaat penggunaan AI tanpa menyadari dampak negatifnya, sehingga ada penyalahgunaan.
Penyebab berikutnya adalah dari pemanfaatan AI untuk tindak penipuan. Misalnya sebuah perusahaan mempromosikan sebuah program atau perangkat elektronik berbasis AI di sebuah perguruan tinggi.
Pihak PT ditawari produk berbasis AI yang dijelaskan solutif dan mendukung peningkatan mutu lulusan. Padahal aktualnya tidak, karena perusahaan sedang melakuan tindak penipuan. Alhasil, AI diterapkan dan terjadi penyalahgunaan karena informasi yang keliru.
Teknologi AI diketahui bisa digunakan untuk melakukan pengawasan kepada mahasiswa. Baik terhadap perilaku mereka, kemampuan bersosialisasi, pengawasan saat ujian, dan lain sebagainya.
Hanya saja, pemakaian AI untuk mengawasi mahasiswa kadang menimbulkan ketidaknyamanan mereka. Bahkan terjadi pelanggaran privasi yang tentu memicu dampak negatif yang lebih kompleks.
Penyalahgunaan AI di bidang pendidikan diketahui juga disebabkan karena pengawasan yang minim. Bisa jadi sebuah perguruan tinggi dan dosen di dalamnya tidak memahami pentingnya pengawasan penggunaan AI oleh mahasiswa.
Sehingga mahasiswa merasa aman memakai AI sesuka hati dan untuk berbagai keperluan akademik. Hal ini kemudian menimbulkan keinginan memanfaatkan AI dengan cara yang salah dan menjadi penyalahgunaan.
Setiap pemerintah suatu negara tentunya memiliki tujuan khusus dan spesifik terkait sistem pendidikan yang diterapkan. Semua kebijakan di bidang pendidikan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dirumuskan.
Namun, jika tujuan pendidikan belum jelas maka akan menyulitkan proses penyelenggaraan pendidikan di negara tersebut. Hal ini berlaku untuk penerapan AI di negara yang tujuan pendidikannya belum jelas. Maka rawan terjadi penyalahgunaan.
Sebab ada beberapa negara yang penerapan AI dirasa belum relevan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sehingga memilih mengabaikan AI sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Sementara itu, dikutip melalui kumparan.com selain beberapa sebab di atas. Penyalahgunaan AI juga bisa terjadi karena regulasi yang belum jelas. Penerapan AI di dunia pendidikan memang hangat diperbincangkan, hanya saja masih terbilang baru.
Bahkan, DItjen Dikti di tahun 2024 menjelang akhir tahun baru merilis buku panduan penggunaan AI di lingkungan pendidikan tinggi. Regulasi penggunaan AI di bidang pendidikan menjadi lambat karena memang tidak bisa dibuat dalam tempo semalam. Namun perkembangan AI dan pemanfaatannya sangat pesat, sehingga timpang.
Memahami bahwa menghapus penggunaan AI di bidang pendidikan adalah hal yang tidak mungkin. Sebab memahami manfaat dan cara menggunakan AI juga penting untuk dikuasai dosen maupun mahasiswa.
Maka perlu dibuatkan atau ditentukan solusi untuk mencegah penyalahgunaan teknologi AI tersebut di bidang pendidikan. Berikut beberapa upaya pencegahan yang bisa dipertimbangkan:
Penyalahgunaan teknologi AI di bidang pendidikan memang masih jamak dilakukan mahasiswa. Salah satu alasan dan penyebabnya adalah pemberian tugas kuliah yang mendukung penggunaan AI secara penuh.
Oleh sebab itu, sebuah perguruan tinggi dan dosen perlu menerapkan budaya presentasi oral. Kenapa? Sebab presentasi membutuhkan pemahaman materi atau isi tugas kuliah dengan baik oleh mahasiswa.
Sehingga bisa menjelaskan ulang dan menjawab pertanyaan yang muncul selama presentasi berlangsung. Hal ini mendorong mahasiswa serius mengerjakan tugas dan belajar, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada AI dan meminimalkan penyalahgunaannya.
Cara kedua dalam mencegah penyalahgunaan AI di bidang pendidikan adalah penerapan sistem penilaian berbasis proyek. Penilaian berbasis proyek dan pembelajaran berbasis proyek meminimalkan penggunaan AI 100% oleh mahasiswa.
Hal ini dapat terjadi karena penilaian berbasis proyek bersifat multimodal. Dimana ada campuran bentuk tugas dan hasil pengerjaan yang tentu tidak bisa sepenuhnya bergantung pada AI.
Semakin banyak tugas kuliah dan kegiatan akademik lain yang tidak melibatkan AI. Melainkan melibatkan keterampilan dan kemampuan mahasiswa. Maka semakin kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan teknologi AI.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan AI di pendidikan adalah minimnya pengawasan. Jika para dosen terbiasa memberi tugas dan hanya fokus mengabsen mahasiswa mana yang sudah dan belum mengumpulkan tugas.
Maka artinya pengawasan pada penggunaan AI masih sangat minim. Mahasiswa akan merasa aman mengandalkan AI untuk mengerjakan semua tugas kuliahnya. Sehingga tidak belajar apapun dan keterampilan menjadi stagnan.
Lain halnya jika pengawasan dengan melakukan pemeriksaan tugas memakai tools pendeteksi AI. Maka semua mahasiswa akan menyadari pentingnya tidak bergantung pada AI dan memakainya secara beretika. Kemungkinan terjadi penyalahgunaan menjadi rendah.
Salah satu upaya terbaik dalam mencegah penyalahgunaan teknologi AI di lingkungan pendidikan adalah menetapkan regulasi yang jelas. Sebuah perguruan tinggi perlu menetapkan aturan terkait penggunaan teknologi AI tersebut.
Sehingga semakin jelas boleh tidaknya memakai AI, jika boleh maka untuk apa saja dan tujuan apa saja, batasannya apa saja, sanksi jika melanggar etika penggunaan AI, dan regulasi lainnya.
Semakin jelas regulasinya dan ditetapkan sebagai aturan yang berlaku di lingkungan kampus. Maka dosen dan mahasiswa tentu akan mengikuti aturan tersebut. Sehingga penyalahgunaan terhadap AI bisa dihindari.
Cara berikutnya dalam upaya mencegah penyalahgunaan AI di bidang pendidikan adalah melaksanakan pelatihan tentang kesadaran etika AI. Secara sederhana, pelatihan ini memberi pemahaman kepada akademisi mengenai etika pemakaian AI.
Sehingga semua dosen dan mahasiswa memahami apa saja yang bisa dilakukan dengan AI untuk urusan akademik. Selain itu, paham betul seluruh kode etik penggunaan AI untuk kegiatan akademik tersebut.
Pelatihan ini akan membantu menyampaikan etika secara lebih terstruktur dan disampaikan ahlinya. Sekaligus lebih mudah diingat oleh peserta pelatihan, sehingga penerapannya lebih mudah dan bisa lebih cepat.
Dikutip melalui website Widya Robotics, salah satu upaya mencegah penyalahgunaan teknologi AI di pendidikan adalah membanun kolaborasi. Yakni antara akademisi, pemerintah, dan industri.
Kolaborasi membantu terjadinya pertukaran informasi, sumber daya, dan pengetahuan dalam menanggulangi penyalahgunaan teknologi AI. Sekaligus mendukung proses pengawasan dan kebijakan penting lain yang tidak memungkinkan dilakukan sendiri oleh perguruan tinggi.
Dengan melakukan beberapa upaya pencegahan penyalahgunaan AI di bidang pendidikan tersebut. Maka kasus-kasus penyalahgunaan bisa ditekan dan bisa dicegah untuk tidak terjadi lagi di masa mendatang. Tentunya perlu kerjasama semua pihak agar solusi ini bisa efektif.
Jika memiliki pertanyaan, opini, atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…