Pentingnya akademik branding bagi dosen. Dosen di masa sekarang tentunya dihadapkan pada kebutuhan untuk bisa terus berkembang dan kemudian perlu melakukan akademik branding. Bagi beberapa dosen, istilah akademik branding tentu masih asing. Atau masih sekedar didefinisikan sebagai proses untuk branding institusi (perguruan tinggi) tempat dosen tersebut mengajar.
Rupanya, branding tak hanya diperlukan oleh institusi pendidikan akan tetapi juga diperlukan oleh para dosen. Proses untuk mulai melakukan akademik branding bagi dosen ini kemudian perlu diketahui, dipelajari, dan kemudian dipraktekkan secara kontinyu.
Memahami pentingnya akademik branding bagi dosen, maka Dunia Dosen menggelar webinar dengan tema Pentingnya akademik Branding bagi Dosen. Webinar yang digelar secara daring pada Selasa, 22 Juni 2021 tersebut menghadirkan narasumber Dr. Miguna Astuti, S.Si., M.M., MOS., CPM. yang merupakan salah satu dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Jakarta.
Webinar yang digelar Dunia Dosen ini diikuti oleh puluhan peserta dari seluruh Indonesia, dan sebagian besar merupakan para dosen. Melalui webinar tersebut, Dr. Miguna menjelaskan mengenai definisi dari akademik branding.
Pada awalnya istilah akademik branding lebih mengarah kepada proses branding dari institusi atau perguruan tinggi. Perguruan tinggi perlu melakukan proses branding untuk dikenal luas oleh masyarakat. Tidak hanya dikenal sebagai perguruan tinggi, akan tetapi juga dikenal sebagai perguruan tinggi yang berkualitas.
Akademik branding di ruang lingkup institusi dilihat atau diukur dari jumlah publikasi yang dilakukan tenaga pendidik di dalamnya. Kemudian juga dilihat dari seberapa banyak sitasi atas publikasi tersebut, lalu juga dipengaruhi oleh ranking dan score publikasi.
Kemudian, istilah akademik branding ini terus berkembang dimana ranahnya sudah bukan lagi ke institusi melainkan ke dosen. Dosen membutuhkan akademik branding untuk berbagai tujuan dan meraih berbagai manfaat.
Akademik branding bagi dosen dijelaskan pula oleh Dr. Miguna bisa mencirikan siapa dosen tersebut. Selain itu juga mencakup bagaimana dengan pengalaman, keahlian, kesediaan dosen untuk berkolaborasi, dan lain sebagainya. Sebab segala bentuk keahlian maupun pengalaman yang dimiliki dosen bisa menjadi media untuk branding diri.
Dr. Miguna juga menjelaskan, bahwa pengertian branding secara umum digunakan untuk barang dan bukan untuk orang. Namun, branding aktualnya bisa diterapkan pada orang melalui keahlian, pengalaman, dan apapun kelebihan yang dimiliki oleh seseorang.
Jadi, pada saat dosen memiliki sebuah keahlian atau mungkin pengalaman maka bisa menjadi materi untuk proses branding. Lewat branding yang tepat seorang dosen akan memiliki karakter kuat dan ciri khas. Sehingga memiliki sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan dosen lainnya.
Sebagai contoh adalah jumlah dosen di satu program studi (prodi) di sebuah perguruan tinggi. Setiap program studi dijamin memiliki beberapa dosen, sebagai contoh dosen prodi pertanian. Setiap dosen kemudian perlu melakukan branding untuk bisa tampil unik atau berbeda dibandingkan dengan dosen lain meskipun dalam satu prodi.
Lewat akademik branding yang baik dosen kemudian bisa terus produktif, semakin dikenal, dan bisa terus berkembang. Apalagi dosen sendiri memang dituntut untuk bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Sehingga bisa terus menyampaikan ilmu yang relevan kepada mahasiswa masa sekarang.
Membangun personal akademik branding bagi seorang dosen adalah hal penting. Supaya bisa membangun branding diri dengan baik dan juga sesuai dengan rencana, maka perlu melewati sejumlah tahapan. Dr. Miguna menjelaskan bahwa dalam proses branding diri ini dosen akan melewati 4 (empat) tahapan. Yaitu:
Tahap pertama menurut Dr. Miguna adalah tahap knowing atau mengetahui. Bisa juga disebut sebagai tahap untuk mengenal diri sendiri dengan baik. Mencakup pengenalan terhadap keahlian yang dimiliki, kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, keterampilan yang dikuasai, dan lain sebagainya.
Mengetahui apa saja yang dimiliki oleh diri sendiri sebagai produk branding bisa dengan melakukan evaluasi. Evaluasi ini dimulai dengan menyusun daftar apa saja hard skill dan soft skill yang dikuasai. Disesuaikan dengan bidang keilmuan yang dikuasai atau diambil.
Semua daftar ini nantinya akan membangun CV atau curriculum vitae yang bisa diketik atau disusun secara manual. Maupun disusun secara digital memakai sejumlah platform yang umum dimiliki seorang dosen. Salah satu contohnya adalah melalui akun Google Scholar.
Saat membeli buku, kita memang dianjurkan untuk tidak hanya menilai lewat cover atau sampulnya saja. Hanya saja harus diakui tampilan sampul ikut andil bagian dalam menentukan apakah akan membaca atau membeli sebuah buku atau sebaliknya.
Dosen dalam proses personal akademik branding juga perlu mendesain sampul atau cover dengan sebaik mungkin. CV yang disusun baik dalam bentuk CV digital maupun yang manual sudah termasuk cover dalam proses akademik branding tersebut. Sehingga menyusun daftar keahlian dan keterampilan yang dimiliki menjadi CV merupakan langkah awal.
Tahap kedua dalam akademik branding bagi personal seorang dosen adalah tahap eksplorasi. Yakni tahap dimana dosen harus mengenal berbagai media yang berpotensi membantu proses branding tersebut. Saat ini bisa menggunakan salah satu dari sekian media digital.
Dr. Miguna kemudian memberi contoh menggunakan Google Schoolar yang bisa dieksplorasi secara mendalam untuk menunjang proses branding. Google Scholar mungkin di zaman dulu tidak dikenal oleh kalangan dosen, namun kini menjadi hal wajib dikenal dan dimiliki oleh dosen.
Google Scholar bukan hanya menjadi media untuk mencari literatur. Melainkan bisa menjadi media bagi orang lain untuk mencari literatur apa saja yang sudah dibuat oleh dosen atau seorang dosen. Sehingga bisa menjadi media branding yang baik dimana perlu dikenal lebih mendalam.
Tahap ketiga adalah tahap planning atau perencanaan, hal ini dilakukan sesudah melakukan proses eksplorasi. Sehingga dosen sudah tahu akan menggunakan media mana sebagai media branding diri. Dosen kemudian menyusun rencana kerja untuk memaksimalkan penggunaan media tersebut.
Dosen bisa mencoba melakukan kolaborasi dengan pihak institusi atau kampus. Hanya saja, Dr. Miguna juga menjelaskan kolaborasi ini bisa tidak sejalan dengan roadmapping dosen dalam mencapai akademik branding. Meskipun begitu, beliau menyarankan tetap dijalankan termasuk proses personal branding.
Sebab sebagai seorang dosen juga memiliki kewajiban untuk membantu institusi dalam banyak hal. Salah satunya menyediakan SDM berkualitas dan produktif dalam melakukan publikasi.
Meskipun hasil kolaborasi dengan institusi bisa saja berbeda dengan perencanaan akademik branding yang disusun, dosen memiliki kewajiban untuk tetap menjalankan kolaborasi tersebut. Kemudian akademik branding tetap diusahakan berjalan beriringan.
Sedangkan untuk menjalankan rencana di tahap sebelumnya, dosen bisa melakukan tips dan trik berikut ini:
Sehingga dalam proses menjalankan rencana akademik branding, dosen bisa menganggap mahasiswa sebagai aset. Sebab mahasiswa ini bisa membantu memaksimalkan sitasi terhadap semua tulisan yang sudah dipublikasikan. Namun, manfaatkan aset ini dengan cara yang benar. Misalnya dengan tips dan trik di atas.
Baca Juga:
Pentingnya Academic Branding di Kalangan Dosen dengan SINTA
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Dosen dalam Menulis Buku Monograf
Kekayaan Intelektual yang Dihasilkan oleh Dosen, Pentingkah untuk Diurus?
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…