Yogyakarta – Bencana merupakan fenomena alam yang tak seorang pun dapat memprediksinya, maka perlu dilakukan persiapan diri apabila bencana terjadi sewaktu-waktu. Tiga dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yaitu Restu Faizah, ST., MT., Dr. Willis Diana, ST., MT., dan Edi Hartono, ST., MT., melakukan kegiatan pengabdian masyarakat berupa pendidikan kebencanaan dengan sosialisasi pengetahuan kebencanaan untuk menyiapkan mental dan spiritual serta pemberian buku saku tangguh bencana kepada warga.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan agar warga menyadari mereka dapat hidup berdampingan dengan bencana (living harmony with disaster) di Dusun Godegan, Desa Jamuskauman, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Jawa Tengah. Hal tersebut juga sesuai dengan visi UMY yakni menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengembangan masyarakat secara profesional.
Lokasi dusun Godegan sendiri berada diantara sungai Putih dan sungai Batang yang berhulu di Gunung Merapi. Ancaman yang paling dominan adalah banjir lahar dingin, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi fenomena lain misalnya gempa bumi, seperti yang melanda Yogyakarta pada 2010. Bencana gempa bumi tersebut bisa terulang lagi, serta angin puting beliung yang pernah menimpa dusun tersebut.
”Dalam kebencanaan diyakini suatu lokasi yang pernah dilanda suatu bencana, maka kemungkinan besar akan dilanda kembali di masa mendatang. Berdasarkan pemikiran itu, maka dapat disimpulkan bahwa ancaman bencana di dusun Godegan dapat berupa gempa bumi, angin puting beliung, dan banjir lahar dingin,” kata Restu Faizah yang berperan sebagai ketua tim PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat), saat dihubungi pada Senin (1/4).
Restu mengatakan warga yang tangguh semestinya memiliki bekal jasmani maupun rohani yang harus dimiliki pada sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana. Bekal tersebut dapat dipelajari dari buku saku tangguh bencana yang dibagikan kepada warga, yang isinya mencakup aspek jasmani dan rohani.
”Bekal jasmani meliputi pengetahuan dan skill yang harus dimiliki sebelum, saat dan setelah terjadi bencana. Bekal rohani meliputi kesiapan mental, dan kekuatan jiwa yang harus dimiliki agar siap menghadapi bencana, tabah dan tangguh saat ada bencana (ikhlas) sehingga setelah bencana mentalnya tetap kokoh, dan semangat untuk melakukan perbaikan diri. Harapannya buku itu membantu mempersiapkan warga menjadi orang yang siap menghadapi bencana secara lahir dan batin dan cepat bangkit kembali apabila ditimpa bencana,” imbuhnya seperti dikutip umy.ac.id.
Hasil survei yang dilakukan oleh ketiga dosen Teknik Sipil FT UMY itu menyimpulkan, status dusun Godegan desa Jamuskauman, merupakan desa Tangguh Pratama. Ciri dari desa tangguh pratama adalah belum terbentuknya kebijakan PRB (Pengurangan Risiko Bencana) di tingkat desa, belum memiliki dokumen perencanaan penanggulangan bencana, belum adanya forum-forum PRB, kajian-kajian risiko, serta kegiatan pengurangan kerentanan dan peningkatan kesiapsiagaan warga.
”Oleh karena itu kegiatan pengabdian masyarakat kami masih pada tahapan awal yaitu memberikan pendidikan kebencanaan kepada warga agar mempunyai kesadaran (awareness) akan adanya ancaman bencana dan kesiapsiagaan (preparedness) yang lebih baik. Kegiatan ini insya Allah dilanjutkan dengan tahapan berikutnya. Diantaranya, pelatihan/simulasi tanggap darurat, asesmen risiko, penyusunan titik kumpul dan jalur evakuasi,” pungkas Restu.
Redaksi