Dalam proses pelaksanaan tri dharma penelitian, seorang dosen memungkinkan mendapatkan sebuah penemuan. Penemuan ini bisa disebut sebagai karya yangmana karya tersebut perlu dilindungi dengan mengajukan permohonan paten.
Terkait hal ini, pemerintah melalui Ditjen Dikti Ristek membuka program Pelatihan Penulisan Deskripsi Permohonan Paten (PDPP) 2023. Dimana pendaftarannya telah resmi dibuka dan bisa dimanfaatkan para dosen untuk mengurus paten dengan pendanaan dari pemerintah.
Surat edaran dengan nomor 0091/E5/KB.09.00/2023 tertanggal 13 Februari 2023 menjelaskan bahwa program pelatihan Penulisan Deskripsi Permohonan Paten 2023 resmi dibuka dan bisa diikuti oleh para dosen di Indonesia.
Sesuai dengan nama programnya, dalam program ini Ditjen Dikti akan mengadakan pelatihan khusus untuk menulis deskripsi karya atau invensi untuk memenuhi syarat administrasi permohonan pengajuan paten.
Pelatihan ini sendiri disebutkan juga ditujukan kepada dosen yang memiliki invensi dan akan didaftarkan namun belum mendapatkan pendanaan. Selain itu bisa diikuti dosen yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan tentang penulisan deskripsi permohonan paten.
Kenapa pelatihan ini penting untuk diikuti? Pertama, menyusun deskripsi invensi ternyata tidak selalu mudah. Kesalahan dalam menyusunnya bisa membuat permohonan mengalami masalah, proses lebih lama, dan hak paten tidak kunjung rilis.
Pelatihan Penulisan Deskripsi Paten 2023 ini diharapkan bisa menjadi media bagi dosen untuk menyusun deskripsi invensi pengajuan paten yang baik dan benar. Sehingga setiap invensi yang dihasilkan dijamin mendapat perlindungan hukum.
Kedua, proses permohonan pengajuan hak paten tidak gratis alias berbayar. Maka pemerintah memberi fasilitas pendanaan melalui program PDPP 2023 tersebut. Sehingga semakin banyak dosen bisa mendapatkan paten atas karya-karyanya.
Pendaftaran program PDPP 2023 ini sendiri sudah resmi dibuka dan pendaftaran dilakukan secara online. Para dosen yang ingin mendaftar bisa mengisi form pendaftaran di laman PPDP Kemdikbud 2023. Pendaftaran program PDPP akan ditutup pada 15 Maret 2023.
Usai membaca pengumuman pembukaan pendaftaran pelatihan Penulisan Deskripsi Permohonan Paten 2023 tersebut. Mungkin beberapa dosen masih merasa asing dengan istilah paten dan mungkin bingung antara paten dengan jenis HaKI atau HaKI lainnya.
Kekayaan Intelektual memiliki dua jenis bentuk perlindungan hukum terhadap ciptaan, yakni Hak Cipta dan Hak Paten. Hak Cipta ditujukan untuk melindungi segala bentuk ciptaan atau karya. Siapa yang menciptakan lebih dulu maka yang akan berhak memperoleh Hak Cipta.
Sementara itu, Hak Paten ditujukan untuk melindungi invensi yakni karya dalam bentuk produk atau proses maupun pengembangan produk dan proses. Produk dan proses ini juga wajib memenuhi kriteria tertentu untuk bisa mendapatkan Hak Paten.
Selain itu, pemilik Hak Paten adalah yang paling cepat mengajukan permohonannya ke DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual). Misalnya ada dua dosen dengan hasil penelitian berupa produk yang sama persis.
Maka Hak Paten didapatkan dosen yang mengajukan permohonan lebih dulu. Tanpa memandang siapa yang pertama kali menemukan produk tersebut. Contohnya seperti Alexander Graham Bell yang mematenkan pesawat telepon lebih dulu dibanding penemu kompetitor pada masanya.
Hak Paten atau Paten terdapat dua jenis yang memiliki perbedaan satu sama lain, yaitu Hak Paten (Biasa) dan Hak Paten Sederhana. Berikut penjelasannya:
Hak Paten (biasa) adalah paten memenuhi persyaratan penemuan yang dapat diberikan paten. Syarat paten adalah memenuhi syarat kebaruan (novelty), mengandung langkah inventif, dan dapat diberikan dalam bidang industri.
Penemuan atau invensi jenis ini secara umum didapatkan oleh seseorang setelah melakukan kegiatan penelitian secara intensif. Sehingga temuannya memang memiliki unsur kebaruan dan unsur lain yang memenuhi kriteria pengajuan Hak Paten (biasa).
Hasil atau produk yang bisa didapatkan Hak Paten adalah produk yang memang berguna dan memiliki inovasi atau kebaruan tadi. Misalnya penemuan alat ukur pH di dalam tanah yang cara penggunaannya mudah.
Jenis Hak Paten yang kedua adalah Hak Paten Sederhana. Definisinya dicantumkan di dalam UU Paten pada Pasal 6. Hak Paten Sederhana adalah paten yang diberikan terhadap penemuan berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya.
Menurut undang-undang, Hak Paten Sederhana diberikan kepada alat dan produk yang bisa digunakan secara praktis. Selain itu, Hak Paten Sederhana juga bisa diberikan kepada alat atau produk yang penggunaannya lebih praktis dibanding temuan sebelumnya.
Berbeda dengan paten biasa yang cenderung membutuhkan temuan berupa produk dengan kegunaan kompleks. Paten Sederhana ditujukan untuk temuan-temuan sederhana yang bermanfaat bagi keseharian manusia.
Contohnya alat pembuat bakso, alat pembuat serutan es, alat untuk memipil jagung, alat untuk mengupas kulit gabah (beras), dan lain sebagainya. Meskipun sederhana tapi penggunaannya memberi kepraktisan pada aktivitas yang dilakukan.
Tidak semua temuan atau karya bisa diajukan Hak Paten ke DJKI. Temuan-temuan yang dapat dipatenkan harus memenuhi 3 kriteria, yaitu bersifat baru, inventif, dan aplikatif. Begini penjelasannya.
Temuan harus bersifat baru, artinya sebuah karya atau invensi dianggap baru jika belum ada pengajuan untuk invensi serupa sebelumnya. Sehingga yang pertama kali mengajukan permohonan akan mendapatkan Hak Paten dari DJKI.
Jadi, saat mengajukan permohonan penting untuk memastikan bahwa invensi yang didaftarkan tergolong baru. Yakni belum ada dosen atau peneliti lain yang sudah mendaftarkan invensi tersebut.
Syarat kedua adalah bersifat inventif, yaitu kemampuan untuk menciptakan, merancang sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada. Sehingga mayoritas pemohon Hak Paten adalah ahli di bidangnya yang rutin melakukan penelitian secara intensif.
Syarat yang terakhir dalam mengajukan permohonan Hak Paten adalah karya bersifat aplikatif. Artinya, karya atau temuan dari pemohon bisa diaplikasikan, digunakan, atau diterapkan secara langsung khususnya di ranah industri.
Sehingga temuan dalam bentuk teori, metode, dan sejenisnya tidak bisa didaftarkan mendapatkan Hak Paten. Sebab tidak memenuhi syarat terakhir ini, yakni tidak aplikatif.
Lalu, bagaimana prosedur pengajuan permohonan Hak Paten ke DJKI? Berikut tahapannya:
Artikel ini akan membantumu memahami tentang paten dan Kekayaan Intelektual (KI):
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Bagaimana Prosedur Mengajukan HAKI?
Kekayaan Intelektual yang Dihasilkan oleh Dosen, Pentingkah untuk Diurus?
Syarat Pengajuan Paten HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) Agar Cepat Disetujui
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…