Dosen memang sebagai profesi utama Muhammad Nur Rizal, M. Eng., Ph.D. Meski begitu, selain mengajar di Departemen Teknik Elektro dan Teknik Informasi (TETI), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), Rizal bersama sang istri yang juga dosen Fakultas Psikologi UGM T Novi Puspita Candra mendirikan sebuah gerakan dalam bidang pendidikan yang mereka namai Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM).
Rizal, menginisiasi Gerakan Sekolah Menyenangkan saat berada di Australia dalam rangka merampungkan pendidikan doktoral di Monash University. Pada 2009, ia membawa Alya, anak pertamanya ke Australia dan menyekolahkannya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar, di Clayton North Primary School (CNPS), Melbourne, Victoria.
Tak diduga, Alya kerasan berada di sekolah barunya tersebut. Putri pertama Rizal tersebut bahkan seringkali sulit diajak pulang ke rumah dan ingin tetap di sekolah, berbeda ketika Alya masih bersekolah di sekolah negeri di Indonesia sebelumnya. Karena penasaran, dosen kelahiran Surabaya, 19 Juni 1975 tersebut memutuskan untuk melakukan beberapa observasi kecil di kelas Alya.
Terkesan Cara Belajar di CNPS, Dirikan GSM
Rizal terkesan dengan proses pengajaran yang terjadi di sekolah putrinya tersebut. Menurut Rizal, ada perbedaan cara pengajaran yang diterapkan di CNPS dengan yang dia temui di sekolah-sekolah di Indonesia. CNPS menciptakan ekosistem pengajaran yang membuat anak kecanduan berada di sekolah, hingga melakukan eksplorasi belajar untuk memecahkan masalah sehari-hari.
”Disana (CNPS-red), lingkungan belajarnya positif dan penuh apresiasi terhadap anak. Sehingga anak-anak menjadi kasmaran belajar sekaligus bakat, talenta, dan passion hidupnya tumbuh optimal,” cerita Rizal kepada tim duniadosen.com melalui pesan singkat, Kamis (17/1).
Pengalaman berharga yang ia peroleh tersebut ingin ia adopsi di sekolah-sekolah di Indonesia, maka tercipta Gerakan Sekolah Menyenangkan. Rizal mendirikan GSM pada 2012 lalu. Gerakan Sekolah Menyenangkan adalah gerakan untuk mengajak sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya sekolah negeri maupun swasta yang ada di daerah pinggiran dan tak berdaya agar mampu bertransformasi menciptakan ekosistem sekolah yang menyenangkan, aman, dan sehat bagi perkembangan anak.
Rizal menganggap perlu membuat gerakan pendidikan semacam ini, karena ia menilai belum banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun sekolah terkait yang ingin menginisiasinya. Menurut Rizal, Gerakan Sekolah Menyenangkan hadir untuk membumikan kembali ide pendidikan berkualitas yang sejatinya sudah digaungkan oleh Ki Hadjar Dewantoro bertahun-tahun lalu.
Sekolah Harus Menyenangkan
”Nilai-nilai seperti sekolah yang menyenangkan sebenarnya sudah dikenal sejak lama. GSM hadir karena ingin mengembalikan ruh sekolah layaknya taman atau keluarga seperti yang dicita-citakan bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantoro,” ujar peraih gelar master dari Chulalongkorn University, Thailand tersebut.
Dalam praktiknya, GSM hanya memprioritaskan program-programnya untuk menyasar sekolah-sekolah marjinal di daerah pinggiran. Menurut Rizal, sekolah-sekolah elite di kota besar sudah berdaya untuk meningkatkan mutu pendidikan sendiri tanpa bantuan dari lembaga lain.
Lain lagi jika sekolah marjinal. Bagi Rizal, gerakan yang ia inisiasi harus memiliki keberpihakan kepada sekolah-sekolah kurang berdaya agar kesenjangan sekolah elite-sekolah marjinal bisa dikurangi. GSM berusaha mendobrak gap tersebut secara perlahan demi mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata.
”Sudah saatnya pendidikan global dirasakan oleh setiap anak, bukan hanya yang kaya dan memiliki privilage saja. Dalam implementasinya, sekolah akan dilatih, didampingi, dan diajak berubah bersama sekolah lain yang memiliki basis platform GSM yang menggunakan teori psikologi mutakhir dan pendekatan teknologi untuk mengubah mindset, mental, dan skill guru,” tegas Rizal.
Gaungkan Program, Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
GSM memiliki beberapa kegiatan utama, yaitu melakukan seleksi sekolah, melakukan pelatihan berbasis evidence based kepada kepala sekolah dan guru, melakukan pendampingan dengan memanfaatkan teknologi digital, dan melaksanakan kunjungan antarsekolah lintas daerah.
Selain itu, GSM juga menyelenggarakan ‘Kelas Berbagi’ yang tujuannya untuk bertukar praktik pendidikan secara tatap muka yang diselenggarakan langsung di sekolah-sekolah berplatform GSM. Agar program berjalan sesuai harapan, GSM juga melaksanakan monitoring dan evaluasi berkala.
Saat ini, Rizal fokus agar Gerakan Sekolah Menyenangkan untuk menyasar pendidikan jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Karena ia ingin menanamkan pendidikan karakter kepada anak yang lebih baik dilakukan sejak dini. Rizal percaya bahwa pendidikan karakter adalah dasar dari pendidikan.
”Kami percaya bahwa karakter yang baik akan memberikan dampak pada prestasi akademik. Caranya dengan membangun ekosistem sekolah yang dapat membuat warga sekolah bahagia, apresiatif, dan memiliki rasa empati yang tinggi satu sama lain,” jelas Ketua Senat Mahasiswa UGM tahun 1997 tersebut.
Sampai saat ini, Rizal mengungkapkan Gerakan Sekolah Menyenangkan sudah melakukan training kepada sekitar 180 sekolah, baik negeri maupun sekolah swasta pinggiran di Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul, Yogyakarta, Temanggung, Semarang, Rembang, Tangerang, dan Tangerang Selatan.
Ihwal dukungan pemerintah, Rizal menyebut banyak respons positif yang mengalir untuknya. Pun, Gerakan Sekolah Menyenangkan membuka diri untuk berkomunikasi dengan pemerintah, baik di daerah maupun tingkat kementerian negara dalam rangka menyebarkan gerakan ini ke seluruh Indonesia.
”Mereka sadar arah pendidikan masa depan harus berubah, pola pikir mereka sudah berubah, memahami ternyata akar persoalan kekerasan, rendahnya mutu pendidikan, rendahnya kualitas guru, lebih karena anak-anak dan guru terpaksa melakukan proses belajar di sekolah,” kata Rizal.
Dalam membangun dan membesarkan GSM, Rizal dan istri menerapkan azas gotong royong dalam pembiayaannya. ”Misalnya, ketika workshop pelatihan guru maka setiap pembiayaan dari tempat, ATK, konsumsi, transportasi dibiayai oleh guru sebagai peserta,” terangnya.
Rizal melanjutkan, Gerakan Sekolah Menyenangkan seringkali mendapatkan narasumber secara sukarela atau mendapat biaya dari corporate social responsibility (CSR) jika ada perusahaan swasta yang ingin ikut terlibat. Pun, pendampingan dilakukan secara gratis menggunakan WhatsApp grup yang berisi guru-guru atau kepala sekolah yang mengikuti workshop GSM.
Ingin Fokus Menyasar Kalangan Akar Rumput
Ke depannya, Rizal ingin lebih membumikan Gerakan Sekolah Menyenangkan di kalangan sekolah-sekolah di Indonesia, terutama yang berada di akar rumput. Rizal ingin memastikan bahwa pendidikan bermutu harus dinikmati tak hanya oleh kalangan elite, namun oleh siswa di sekolah marginal sekalipun.
”Kami ingin memastikan ekosistem sekolah menyenangkan juga membuat guru bahagia, mengajar dengan mata hati, menanggapi kekurangan anak tidak dengan hukuman melainkan dibantu dengan kasih sayang. Sehingga suasana sekolah tidak lagi seperti penjara akademis, melainkan menjadi rumah kedua bagi seluruh warga sekolah,” harapnya.
Selain itu, Rizal juga ingin memastikan setiap kebijakan dan program yang ada selalu didukung oleh orang tua siswa karena pada dasarnya, seluruh program di Gerakan Sekolah Menyenangkan dibuat berdasarkan kesepakatan bersama, bukan inisiatif satu arah belaka. ”Kami juga terbuka dan adaptif kepada siapa saja yang ingin terlibat dalam gerakan sosial ini, baik dari pihak individu, swasta, maupun pemerintah,” pungkas Rizal. (duniadosen.com/az)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…