Pak Holy. Menjadi seorang dosen tentunya memiliki tuntutan dalam menjalankan profesinya. Sebut saja salah satu satu kewajiban dosen dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu melakukan pengajaran. Selain menjadi pengajar, sudah pasti sebagai dosen juga memiliki segudang aktivitas yang harus diimbangi antara satu dengan yang lainnya.
Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A., yang akrab disapa dengan panggilan Pak Holy, merupakan salah satu dosen di Universitas Islam Indonesia tepatnya di Program Studi Ilmu Komunikasi. Menurut Pak Holy, menjalani profesi dosen membuat beliau bisa belajar banyak hal, karena pekerjaan mengajar tersebut memaksa para dosen untuk harus belajar lebih tekun.
Perjalanan Pak Holy cukup dipenuhi dengan lika-liku, bagaimana selayaknya kehidupan yang sesungguhnya terjadi. Namun dengan tekad kuat beliau berhasil berada di posisinya saat ini, dengan berpegang pada motto hidupnya “khoirul ummuuri awsatuha”, yang berarti sebaik-baik perkara adalah tengah-tengah.
Masa perkuliahan memang bukan menjadi masa yang berjalan mulus bagi dosen Ilmu Komunikasi UII ini. Pak Holy yang berasal dari desa, yang mana pada zamannya lulusan SMA/STM biasanya dilanjutkan dengan bekerja, atau jikalau berkuliah pun kebanyakan anak memilih sekolah kedinasan yang dibiayai. Pilihan beliau untuk berkuliah ini pun merupakan suatu keputusan yang menantang dan penuh tekad.
Bahkan pada waktu itu ibu beliau sempat menentangnya dan merasa bahwa keinginan Pak Holy untuk kuliah adalah sesuatu yang tidak rasional, layaknya menyalahi takdir orang miskin. Perjalanan kuliah pun beliau lalui dengan membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Semasa menjadi mahasiswa, beliau mengaku banyak bertemu orang-orang baik di kampus, yang tentunya membawa kemudahan dalam perjalanan kuliahnya.
Mulai dari teman yang memberi pinjaman lunak untuk membayar SPP, hingga memberi tumpangan menginap ketika beliau belum memiliki kos-kosan. Sebut saja dua orang di antaranya adalah Mas Wahyu Aji, yang saat ini menjadi CEO Good News From Indonesia (GNFI), dan salah satu dosen yang mengajak untuk mengerjakan proyek bersama, yaitu Prof. Dr. H. Engkus Kuswarno, M.S. yang sekarang menjabat sebagai Rektor UNINUS Bandung. Dapat dikatakan bahwa sekitar empat tahun masa kuliahnya, Pak Holy banyak ditolong oleh Prof. Engkus dengan pekerjaan-pekerjaan riset.
Perkuliahan Pak Holy bermula di ranah Ilmu Komunikasi, tepatnya di Universitas Padjadjaran pada tahun 2002 dan lulus setelah enam setengah hingga tujuh tahun kemudian. Tidak hanya berkuliah, semasa menjadi mahasiswa beliau juga melakukan kerja serabutan untuk mendukung kuliahnya secara finansial.
Studi Pak Holy tidak berhenti sampai S1 saja. Dua tahun kemudian beliau menjadi salah satu peserta yang mengikuti program Beasiswa Unggulan dari Dirjen Dikti untuk pertama kalinya, yaitu pada tahun 2011. Beliau pun berhasil masuk dan menggeluti Kajian Budaya Media di Universitas Gadjah Mada.
Beasiswa Unggulan ini memang pada awalnya mengharuskan para lulusan untuk menjadi dosen. Setelah menyelesaikan studi S2, barulah Pak Holy berpikir untuk menjadi dosen atas keinginannya sendiri. Namun sebelum mencapai profesi tersebut, beliau sempat menjadi asisten peneliti Australia, menjadi editor di Remotivi.co.id, hingga akhirnya melamar di Prodi Ilmu Komunikasi UII, yang menjadi tempat Pak Holy menjalankan profesinya sampai saat ini.
Baca Juga: Wakil Rektor Unnes Manfaatkan Media Sosial sebagai Wadah Motivasi dan Edukasi Mahasiswa
Dosen memang merupakan salah satu profesi yang cukup menantang untuk digeluti. Di samping itu, bagi Pak Holy sendiri prodi tempat beliau bernaung memiliki iklim yang menantang pula. Dosen harus merealisasikan dirinya dalam riset, pengajaran, bahkan pengabdian. Sebagai dosen yang berkonsentrasi di bidang Komunikasi Geografi, mau tidak mau Pak Holy harus selalu update dalam area riset yang digeluti tersebut.
Tidak sampai di sana, tantangan lain yang beliau hadapi ialah ketika seorang dosen harus terjun pada area baru yang tidak pernah dipelajari sebelumnya. Seperti yang dialami oleh Pak Holy yaitu ketika beliau harus menjadi dosen dalam mata kuliah Komunikasi Profetik/Komunikasi Islam.
Mengajar pada bidang yang beliau akui tidak pernah dipelajari selama menjadi mahasiswa S1 ataupun S2 tersebut, menuntut Pak Holy untuk banyak membaca buku dan berusaha mendesain materi sehingga sesuai dengan visi prodi. Beliau pun menyebutkan bahwa tantangan itulah yang membuat kita harus belajar lagi.
Tantangan lainnya adalah dalam hal menulis. Dosen dituntut untuk dapat menulis dan melakukan publikasi sebanyak-banyaknya. Selain sebagai kewajiban dalam menjalankan tugas serta sebagai persyaratan dalam kenaikan jabatan fungsional, publikasi tersebut juga dimanfaatkan untuk academic branding bagi dosen.
Pak Holy mengaku, menulis menjadi kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan ketika sudah menjadi dosen. Pada dasarnya beliau sudah mulai bergelut di dunia kepenulisan bahkan sebelum menjalani profesinya sebagai seorang dosen.
Sehingga ketika sudah menjadi dosen, Pak Holy dapat terus berkarya dengan tulisannya. Hanya saja, tentunya tulisan yang dihasilkan akan berbeda sebagai seorang dosen. Namun meskipun begitu beliau tidak melunturkan prinsipnya dan tetap mengutamakan menulis sesuai dengan kesenangannya.
Beliau biasanya memaksakan diri untuk menulis sesuatu yang disenanginya. Walaupun hal tersebut mengakibatkan tidak banyak pembaca yang mengutip tulisannya. Tapi bagi Pak Holy, hal tersebut tidak menjadi masalah. Beliau percaya bahwa bagaimanapun tulisan tersebut nantinya juga akan berguna bagi orang lain.
Berbicara soal menulis, Pak Holy menggemari tulisan seputar area studinya, yaitu Komunikasi Geografi ataupun Geografi Media. Beliau sudah memiliki belasan karya tulis sejak menekuni profesi dosen. Sedangkan untuk publikasi, dosen yang berkonsentrasi di bidang Komunikasi Geografi ini berhasil menerbitkan sebuah buku berjudul “Komunikasi Profetik: Perspektif Profetika Islam dalam Komunikasi”.
Keberhasilan dalam publikasi buku ini diraih beliau saat menjadi pengajar dalam mata kuliah baru di prodinya, yaitu Komunikasi Profetik. Bergelut di bidang tersebut menjadi kesempatan yang membuka jalan bagi beliau untuk menulis tentang area studi baru yang belum pernah dipelajari sebelumnya.
Pencapaian Pak Holy tidak akan berhenti sampai di sana. Ke depannya, beliau berencana untuk menulis beberapa artikel dengan topik yang dirasanya penting untuk dapat diterbitkan di beberapa jurnal internasional.
Baca Juga: Bu Fatma: Dosen Harus Pandai Manajemen Waktu dalam Pelaksanaan Tri Dharma
Pengajaran menjadi salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan. Sebelum mengajar, sudah semestinya seorang pengajar memiliki ilmu yang lebih dari cukup untuk dapat dibagikan. Begitu pula bagi dosen terhadap mahasiswanya.
Seperti yang dikatakan oleh Pak Holy, mengajar memaksa kita untuk terus belajar lebih tekun. Maka menggeluti profesi dosen membuat kita para dosen dapat terus menerus belajar dan memperkaya ilmu. Itulah yang menjadi salah satu kesenangan beliau dalam menjalani profesi ini.
Begitu pula belajar dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang dosen harus selangkah lebih tinggi tingkat pendidikannya daripada mahasiswa yang diajarnya. Menurut Pak Holy, dengan menjadi dosen inilah kita memiliki “paksaan” untuk bersekolah tinggi bahkan hingga S3. Hal ini pun merupakan impian beliau yang ingin dicapainya untuk saat ini.
Pak Holy juga menyampaikan pendapatnya bahwa terdapat 3 poin penting terkait tuntutan maupun kemauan yang harus dimiliki oleh seorang dosen.
Selain dari 3 poin di atas, tuntutan lainnya bagi dosen tentunya terletak pada pencapaian untuk menduduki jabatan fungsional Guru Besar. Bagi Pak Holy, mencapai jabatan tersebut merupakan hal yang penting karena pada jabatan itulah seorang dosen memiliki power/kekuasaan.
Baca Juga: Luluk Rosida: Dosen Harus Punya Karya Supaya Dikenal Secara Luas
Sebagai seorang pengajar, melihat keberhasilan orang yang diajarkan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Seperti dosen yang bangga dengan keberhasilan mahasiswanya. Keberhasilan yang dimaksud tidak melulu soal materi. Dapat berupa pencapaian-pencapaian yang diraih oleh mahasiswanya.
Begitu pula yang dirasakan oleh Pak Holy. Melihat keberhasilan mahasiswanya merupakan sukacita bagi beliau pribadi sebagai seorang dosen. Bukan berhasil yang harus menjadi entrepreneur kaya raya. Ketika mahasiswa menulis di media, menjadi intelektual publik untuk merespon berbagai isu di masyarakat, hal-hal seperti itulah yang dirasa Pak Holy dapat dikatakan berhasil. Dan tentunya membuat beliau ikut senang.
Masih soal mahasiswa, Pak Holy sendiri mengaku bahwa beliau menemukan kecintaannya terhadap profesi ini ketika berhadapan dengan tanggapan mahasiswa yang kritis. Beliau akan sangat senang jika setelah mengajar, mahasiswa memahami dan mencerna materi maupun topik pembahasan dengan baik.
Dengan pemahaman tersebut membuat mahasiswa berpikir dan menimbulkan pertanyaan, pemikiran, maupun pandangan baru. Sehingga membuat mereka berdiskusi dengan beliau bahwa mereka menemukan hal baru, memiliki pemikiran yang berbeda mengenai suatu masalah, dan tanggapan serupa lainnya. Hal sederhana inilah yang juga disenangi Pak Holy sebagai seorang dosen.
Baca Juga: Dr. E. Siti Puryandani: Menjadi Dosen Harus Siap Menjadi “Pembelajar”
Penulis: duniadosen.com/NurfadhelaFaizti
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…