Pak Bejo. Profesi dosen merupakan profesi multi aktivitas. Dikatakan demikian, karena kesibukan dosen tak hanya sebatas mengajar kelas lalu pulang dan istirahat. Dosen memiliki segudang aktivitas yang bahkan membuat pemilik profesi ini sering rancu menentukan antara waktu istirahat dengan waktunya bekerja.
Bapak Subejo, SP, MSc, PhD. yang merupakan salah satu dosen di UGM, tepatnya di program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian menjelaskan segudang kesibukan dosen. Meskipun sibuk, menurut beliau dosen harus tetap disiplin melakukan branding diri. Yakni dengan memanfaatkan berbagai media terkini dan meninggalkan cara-cara konvensional yang sempat populer di masa lalu.
Aktivitas menulis, kemudian menjadi poin penting untuk dosen bisa membranding diri. Sehingga bisa menyampaikan gagasannya secara lebih luas. Tak hanya tersampaikan di ruang kelas bersama ratusan mahasiswa. Namun, bisa menyampaikan gagasan tersebut ke jutaan orang sekaligus lewat berbagai media komunikasi masa kini.
Tak Sempat Bercita-Cita Menjadi Dosen
Pak Bejo, yang merupakan panggilan akrab beliau, saat ini aktif mengajar program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian di UGM. Tak hanya aktif mengajar, meneliti, dan terjun ke masyarakat melakukan pengabdian masyarakat saja. Beliau juga aktif mengisi berbagai jabatan administratif di lingkungan kampus.
Terbaru, beliau dipercaya menjadi Ketua Prodi S3 sesuai bidang keilmuan yang beliau kuasai. Bersama jabatan tersebut, Pak Bejo mengaku mendapat banyak manfaat. Sebab tak hanya bisa terus aktif menjalankan tugas-tugas dosen. Namun juga bisa belajar keterampilan manajemen yang tentu menjadi keterampilan yang sangat berharga.
Setelah mengabdi menjadi dosen selama 20 tahun lamanya, Pak Bejo menuturkan bahwa selama masa kuliah dulu di tahun 1990-an, tak pernah terbersit keinginan untuk menekuni profesi satu ini. Semasa kuliah cita-cita yang menjadi cita-cita Pak Bejo adalah menjadi Insinyur (tahun 1990-an lulusan Teknik di Indonesia mendapat gelar Insinyur) kemudian bekerja di Kabupaten. Sampai suatu ketika, beliau mengikuti sebuah kegiatan penelitian (riset) dan bertemu dengan beberapa sosok dosen. Perkenalan tersebut membuat beliau dekat dengan banyak orang yang mendorong dan memberi inspirasi untuk terjun menjadi dosen.
Bak gayung bersambut, orang tua Pak Bejo pun merestui keinginan menjadi dosen. Sebab, menurut pandangan orangtua masa tersebut. Menjadi Insinyur pertanian kemungkinan besar akan bekerja jauh. Misalnya saja menekuni karir di suatu perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. Khawatir tak mudah untuk bisa pulang kampung, orangtua pun memberikan restu menjadi dosen.
Selain itu, yang mengukuhkan niat menjadi dosen adalah pandangan pribadi Pak Bejo. Menjadi dosen, menurut beliau itu “asyik”. Sebab tak hanya bisa mengajar di dalam kelas, melainkan bisa melakukan banyak aktivitas. Bisa melakukan riset di banyak tempat, daerah, sampai ke pelosok dan luar negeri.
Dosen kemudian menjadi profesi yang dipilih oleh Pak Bejo setelah lulus pada tahun 1995 dan memasuki tahun 1998 diangkat menjadi dosen tetap. Profesi dosen masih ditekuninya dengan sepenuh hati sampai sekarang. Tak hanya menikmati kegiatan mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Pak Bejo juga menjadi dosen yang terbilang aktif menulis terutama artikel populer di berbagai media massa.
Baca Juga: Dr. I Gusti Bagus Rai: Dosen Harus Beradaptasi dengan Kebutuhan Masyarakat dan Dunia Industri
Menyampaikan Gagasan kepada Jutaan Orang
Pak Bejo bisa disebut dosen yang aktif menulis, bahkan pak Bejo aktif menjadi kontributor artikel populer di berbagai media massa terkemuka di Indonesia. Seperti Jakarta Post, Detik, KR (Kedaulatan Rakyat), Kompasiana, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sudah ada ratusan artikel diterbitkan di berbagai media massa tersebut.
Tak hanya aktif menulis artikel ilmiah populer saja, beliau juga aktif menulis jurnal dan buku. Terhitung sudah ada 130an artikel ilmiah berhasil ditulis dan dipublikasikan beliau ke dalam jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional. Sedangkan untuk buku, terdapat 5-6 judul buku karyanya sudah berhasil dipublikasikan.
Tak sampai di situ saja, ada lebih dari 13 judul buku yang mencatat nama beliau sebagai salah satu kontributor di dalamnya. Di antara segudang kesibukan dosen, kapan waktu beliau bisa menulis sebegitu banyaknya karya?
Pak Bejo menuturkan bahwa keinginan menulis sebaiknya langsung dituangkan. Tidak perlu terlalu idealis dengan mengutamakan struktur penulisan. Apa yang terlintas di kepala sebaiknya langsung dicatat dan dikembangkan menjadi tulisan. Sehingga dengan teknik ini, dalam sepekan sudah bisa menghasilkan 2-3 alinea.
Berbeda jika fokus ke struktur penulisan, bisa jadi dalam sepekan belum ada satu kata pun tertulis di lembar kerja. Kenapa? Sebab dibuat bingung oleh struktur tersebut, sehingga bisa menghambat mengalirnya gagasan menjadi tulisan yang siap untuk dipublikasikan.
Menulis dan mempublikasikannya kepada publik adalah hal penting. Selain untuk membranding diri, juga membantu menyampaikan gagasan di dalam tulisan tersebut kepada masyarakat luas.
Menurut Pak Bejo, dosen tak cukup hanya menulis dalam bentuk artikel ilmiah lalu dipublikasikan menjadi jurnal maupun buku. Bisa jadi bahasa yang digunakan di dalamnya condong ke bahasa ilmiah yang hanya bisa dipahami oleh orang terbatas. Beliau juga menyarankan untuk mempublikasikannya dalam bentuk artikel ilmiah populer.
Dipublikasikan di media massa masa kini, baik online maupun offline. Sebab bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat luas. Gagasan yang dimiliki bisa tersampaikan yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh banyak orang. Sekedar menyampaikan gagasan di ruang kelas, tentu hanya didengar oleh ratusan mahasiswa saja.
Jika gagasan disampaikan dalam bentuk jurnal dan buku ilmiah, maka hanya tersampaikan ke ribuan orang yang betul-betul paham bahasa ilmiah. Namun, jika diterbitkan dalam bentuk artikel ilmiah populer. Maka gagasan tersebut tersampaikan ke jutaan orang, sebab bisa dibaca dan dipahami isinya oleh seluruh masyarakat di Indonesia.
Pak Bejo tetap produktif menulis dan mempublikasikan banyak sekali tulisan karena memiliki keinginan tersebut. Menyampaikan gagasan ke banyak orang agar didengar dan dimanfaatkan secara luas.
Supaya tetap produktif, sengaja beliau membawa kertas saat bepergian. Saat terlintas ide untuk dituangkan dalam tulisan, segera ditulis beliau di kertas tersebut. Memasuki akhir pekan atau saat ada waktu luang kemudian dikembangkan menjadi tulisan dan siap untuk dipublikasikan.
Baca Juga: Dr. E. Siti Puryandani: Menjadi Dosen Harus Siap Menjadi “Pembelajar”
Menulis Punya Implikasi Sangat Luas
Aktif menulis juga disampaikan oleh Pak Bejo menjadi aktivitas yang memberi implikasi sangat luas. Lewat publikasi tulisan seseorang bisa mendapatkan banyak sekali manfaat, beberapa bahkan tidak disadari bisa didapatkan.
Salah satunya adalah pengalaman beliau saat dihubungi seseorang dari Australia. Rupanya hal tersebut dilatarbelakangi oleh salah satu artikel ilmiah populer Pak Bejo yang dimuat di Jakarta Post. Lewat tulisan tersebut, siapa sangka kini Pak Bejo bisa menjalin kerjasama dengan orang Australia bahkan sampai sekarang.
Tulisan juga disampaikan beliau bisa menjadi jembatan bagi siapa saja, khususnya seorang dosen untuk mendatangi lebih banyak tempat. Sebab bisa jadi lewat karya tulis tersebut, dosen bisa diminta untuk menjadi narasumber di sebuah seminar. Bisa diminta untuk menjadi dosen tamu di salah satu perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri.
Belum lagi dengan manfaat isi tulisan tersebut yang bisa jadi memberi solusi atas permasalahan di masyarakat. Sehingga menyampaikan ide dan gagasan lewat tulisan menjadi aktivitas penting yang perlu dibiasakan dan dibudayakan oleh kalangan dosen.
Baca Juga: Nefri Anra Saputra: Dosen Muda Harus Lebih Bersemangat dalam Menekuni Profesinya
Penulis: duniadosen.com/Pujiati