Nurul Khairani Abduh, S.Pd., M.Pd., adalah seorang dosen di IAIN Palopo. Bagi Rhara menjadi dosen merupakan goal cita-citanya. Untuk meraihnya, Rhara rela menjadi pengajar freelance demi memiliki waktu fleksibel untuk memburu beasiswa LPDP S2 dan menjadi dosen PNS. Keinginannya tercapai, ia memperoleh beasiswa, lulus, dan diterima di IAIN Palopo sebagai dosen Bahasa Indonesia. Tetapi apa yang membuat Rhara ingin sekali menjadi dosen, berikut kisahnya.
Sebelum Rhara mengajar di IAIN Palopo, ia sama sekali tidak pernah punya pengalaman mengajar di kampus dan menjadi seorang dosen. Lulus sarjana pada Oktober 2013 dan wisuda di Desember 2013.
Tepat dihari wisudanya, Rhara mendapat panggilan wawancara sebagai pengajar lepas di Lembaga Pendidikan informal, yaitu Bimbingan Belajar Ganesha Operation cabang Makassar.
Ia pun mengajar di sana selama kurang lebih 2 tahun, sembari pula menjadi guru pengganti di SMPN 37 Makassar selama kurang lebih 3 bulan setahun berikutnya, yaitu di tahun 2015.
Sepanjang tahun 2014, Rhara menjadi scholarship hunter untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Inilah alasan utamanya mengapa bertahan menjadi seorang pengajar freelance yang tidak terlalu terikat di Lembaga Bimbel.
“Saya ingin memiliki waktu yang lebih fleksibel untuk menyiapkan diri agar bisa mengikuti proses seleksi beasiswa,” ujarnya.
Saat itu, yang menjadi incaran Rhara adalah beasiswa dari Kementerian Keuangan, yaitu LPDP. Di tahun 2015, akhirnya ia lolos seleksi LPDP dan setahun berikutnya melanjutkan pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Rhara pun lulus tepat waktu di tahun 2018 dan tepat sehari setelah kelulusan, Rhara langsung mengirimkan berkas pendaftaran pada seleksi penerimaan CPNS dengan kampus tujuan IAIN Palopo.
“Sembari menjalani proses seleksi CPNS yang cukup lama, saya mengisi waktu dengan menjadi guru pada program pengayaan intensif mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDIT Alfityan. Dan akhirnya, setelah proses yang cukup panjang, saya dinyatakan lulus di IAIN Palopo dan menjalani karier sebagai dosen PNS hingga saat ini,” jelasnya.
Bagi Rara menjadi dosen merupakan goal dari cita-citanya. Ia menginginkan profesi dosen sejak masuk di jurusan pendidikan dan menjadi semakin yakin ingin mewujudkannya setelah mendapat banyak insight tentang dunia pendidikan dan melalui banyak pengalaman. Rara pun antusias ketika bertemu orang baru, mempelajari hal-hal baru, dan tidak melakukan rutinitas berulang dalam waktu yang lama tanpa selingan aktivitas lain.
Ketika menjadi pengajar freelance dan guru sebelumnya, Rhara merasa ada yang kurang dan tidak ada hal menarik yang ia temukan. Tapi di dunia dosen, justru membuat Rhara lebih antusias. Karena dengan menjadi dosen ia bisa mengabdikan dirinya dengan membagikan ilmu yang dimiliki dalam pengajaran.
Namun, dengan menjadi dosen Rhara mengaku tidak kehilangan kesempatan mengembangkan diri di dunia riset dengan melakukan aktivitas penelitian dan menulis artikel. Ia pun tidak terjebak rutinitas berulang dengan memiliki kesempatan berinteraksi langsung kepada masyarakat dengan melakukan kegiatan PkM (Pengabdian kepada Masyarakat).
Itulah alasannya sangat bertekad untuk meraih goal cita-citanya menjadi seorang dosen Bahasa Indonesia. Ia melanjutkan, yang terpenting dunia dosen adalah tentang pengabdian. Profesi dosen bukan hanya sekadar profesi, tetapi juga ladang amal dan ilmu.
Rhara mengungkapkan, menjadi dosen adalah cita-citanya, dimana pun kampusnya entah swasta atau pun negeri. Adapun menjadi PNS seperti yang diperoleh Rhara saat ini adalah bonus dari Allah Swt. untuknya.
Di tahun 2018 lalu, tepat ketika Rhara lulus dari magister, pendaftaran CPNS sedang berlangsung. Awalnya Rhara sempat ingin mundur saja dan mendaftar pada formasi guru dengan menggunakan ijazah S1-nya karena batas pendaftaran sudah tidak terkejar lagi dengan jadwal wisuda.
Sementara, ijazah tidak boleh dikeluarkan sebelum wisuda dilaksanakan. Namun, berkat dukungan sang mama yang saat itu sangat yakin bahwa perpanjangan masa pendaftaran pasti akan ada, Rhara akhirnya menunggu dan tidak buru-buru mendaftar pada formasi guru. Ia pun merasa sangat sayang jika harus “terpaksa” memillih yang bukan menjadi keinginan dan cita-cita awalnya yaitu menjadi dosen.
“Karena bagi saya, profesi haruslah dijalani dari hati, bukan hasil keterpaksaan atau pelarian dari tidak adanya pilihan. Apalagi, profesi sebagai pendidik. Toh, wisuda sebentar lagi. Kadarullah, benar adanya. Perpanjangan pendaftaran pun benar-benar ada,” katanya.
Rhara pun mendaftar pada formasi dosen yang saat itu dengan berbagai pertimbangan akhirnya memilih mendaftar di kampus IAIN Palopo. Kebetulan jurusan sesuai bidang Rhara dibuka slot formasi untuk 1 orang di kampus tersebut, yang letaknya ±378 km dari kota domisilinya, yaitu Kota Makassar.
Rhara bercerita, momen yang paling berkesan saat mengajar pertama kali sebagai seorang dosen adalah saat pemberian nilai ke mahasiswa. Rhara mengingat ketika ia masih menjadi mahasiswa, rasanya pasrah saja jika dosen sudah mengeluarkan nilai B untuk saya. Dilanjutkan dengan prasangka bahwa memanglah mungkin di mata dosen tersebut nilai B lah yang layak untuk diperoleh.
Kalau pun merasa pantasnya mendapat nilai lebih, yaitu A Rhara sangat sungkan melakukan protes nilai. Lagipula, yang Rhara pahami, nilai yang perlu diulang adalah nilai C ke bawah.
Tetapi pada kenyataannya mahasiswa kekinian yang Rhara temui sudah berbeda. Jujur, Rhara cukup terkejut dibuatnya, ketika salah satu mahasiswanya protes karena diberi nilai B+ dan meminta perbaikan nilai agar bisa mendapatkan nilai A.
“Dan semakin dibuat terkejut lagi saat salah satu mahasiswa saya yang mendapat nilai A- menjapri meminta perbaikan nilai menjadi A. Sepertinya tuntutan angka nilai IPK begitu penting dalam persaingan mahasiswa saat ini,” kenangnya.
Rhara mengaku, sukanya menjalani profesi sebagai dosen muda adalah komunikasi dengan mahasiswa lebih mudah karena mungkin merasa lebih dekat dengan dunia mahasiswa. Kondisi kelas juga lebih kooperatif dan menyenangkan.
Adapun dukanya adalah karena sebagai dosen yang baru terjun di dunia pendidikan tinggi ini, Rhara sempat kebingungan harus bagaimana menghadapi peserta didik yang notabenenya adalah seorang mahasiswa yang tentu akan berbeda metode pengajaran yang digunakan untuk menghadapi mereka.
Terlebih lagi, di kampus tempat mengajarnya tidak ada pendampingan dosen senior di awal pengajaran. Para dosen muda langsung diterjunkan secara mandiri mengajar di kelas walaupun sistem yang digunakan tetaplah partner teaching.
“Kalau boleh jujur, ini adalah pilihan ketiga saya saat SNMPTN dulu. Saya mengambil IPC saat SNMPTN lalu dan harus mengisi 3 pilihan jurusan. Saya mengisi pilihan jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia di situ awalnya iseng saja dan kebetulan saat itu sedang sangat mengidolai tentor Bahasa Indonesia yang metode mengajarnya sangat menyenangkan dan mudah dipahami di kelas bimbel intensif persiapan SNMPTN saya,” terangnya.
Tapi ternyata, takdirnya justru lulus di pilihan ketiga yaitu Bahasa Indonesia. Sementara kedua jurusan yang ia tempatkan di pilihan pertama dan kedua tidak lulus. Jadilah, Rhara lulus di pilihan ketiga di kampus berbeda dari pilihan pertama dan keduanya.
Sejak SD Rhara sudah menyukai pelajaran Bahasa Indonesia. Bahkan, sempat mengikuti lomba bidang kebahasaan saat itu. Saat mengikuti program intensif bimbingan belajar menjelang ujian masuk perguruan tinggi pun, Bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran yang cukup saya andalkan untuk menyumbang poin pada seleksi masuk PTN.
Terlebih lagi ia sangat menyukai metode pengajaran tentornya saat itu. Inilah alasannya memasukkan Pendidikan Bahasa Indonesia di pilihan ketiga.
Walaupun sempat merasa frustrasi dan merasa salah jurusan di awal perkuliahan. Apalagi, di lingkungannya orang-orang cenderung menyudutkan jurusan yang Rhara pilih. Cenderung diaggap tidak prestise dan bahkan dianggap sebagai jurusan yang kurang diminati.
Namun, seiring waktu berjalan barulah Rhara menemukan poin menarik dari jurusan yang diambil. Setelah melanjutkan pendidikan magister di UPI, barulah ia semakin yakin dan paradigmanya berubah semakin positif terhadap jurusan yang dia pilih.
Sebagai seorang yang concern di bidang bahasa Indonesia, Rhara melakukan penelitian terkait dengan pendidikan dan bahasa. Skripsinya kala itu mengkaji tentang teknik akrostik yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpuisi siswa. Adapun tesisnya menganalisis ketajaman argumentasi siswa dengan menggunakan teori TAP (Toulmin’s Argument Pattern).
“Saya juga pernah membuat artikel dengan menganalisis perspektif siswa asing yang mempelajari Bahasa Indonesia (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) dan diikutkan dalam International Conference di Seoul, Korea Selatan. Saat ini, dengan topik kajian seputar BIPA, 1 artikel saya bersama dengan 2 penulis lainnya sedang dalam proses review di salah satu jurnal terindeks Scopus,” terangnya.
Adapun karya tulis ilmiahnya berupa tesisnya selesai dengan menghasilkan produk buku, namun sampai saat ini belum disempurnakan kembali dan di-ISBN-kan. Untuk artikel, ada 2 artikelnya yang telah terbit di jurnal terindeks SINTA 2 dan dan 1 artikel terbit di jurnal terindeks SINTA 4.
Ada pula 1 artikel yang terbit di jurnal terindeks Copernicus. Selebihnya, terbit dalam bentuk prosiding dari hasil seminar ataupun konferensi (nasional dan internasional). Di bulan April lalu, Rhara juga menulis 2 opini yang terbit di media cetak maupun online.
Rhara berpesan, menjadi dosen itu bukanlah sekadar profesi, tetapi lebih kepada pengabdian. Hendaknya dikerjakan dari hati, dari passion diri. Karena pekerjaan ini adalah pekerjaan yang punya misi mulia, yaitu mendidik untuk memanusiakan manusia dengan cara yang manusiawi.
“Harapannya IAIN Palopo menjadi wadah pendidikan tinggi berbasis islami yang akan terus berkembang dan selalu berbenah ke arah yang lebih baik. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para dosen untuk mengembangkan diri demi kemajuan institusi.
Di IAIN Palopo Rhara mengajar sebagai dosen mata kuliah umum karena berhubung prodi yang dia ampu belum ada. Namun, Rhara sangat berharap bagi lulusan bahasa Indonesia di luar sana untuk selalu berbesar hati dan bersemangat.
“Jurusan ini menarik. Peluang kita pun sangat luas. Saat ini, bahasa Indonesia telah dijadikan bahasa persatuan ASEAN dan diajarkan di 45 negara dan tercatat ada sekitar 250 lembaga di luar negeri yang mengajarkan bahasa resmi bangsa Indonesia,” imbuh dosen Bahasa Indonesia tersebut. (duniadosen.com/ titisayuw)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…