Dosen memiliki peran penting dalam pelaksanaan aktivitas dikti di Indonesia. Sayangnya, hingga kini masih banyak kekurangan dosen ditemukan di berbagai perguruan tinggi. Banyak pula dosen yang belum tersertifikasi dan memenuhi kualifikasi sebagai tenaga pendidik.
Mereka bahkan masih bergelar sarjana. Hal ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, kekurangan dosen menjadi menjadi persoalan yang patut untuk mendapatkan perhatian.
Salah satu kebijakan yang dimunculkan oleh Kemenristek Dikti dapat menjawab persoalan di atas. Kemenristek Dikti telah mengumumkan berlakunya kebijakan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) dan Nomor Urut Pendidik (NUP).
Menristek Dikti, Mohamad Nasirmenyatakan bahwa NIDK dan NUP diperuntukkan bagi para dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi berdasarkan perjanjian kerja, tak terkecuali dosen yang telah purna tugas. Selain itu, NIDK juga bisa diberikan kepada para tenaga ahli dari sejumlah Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau praktisi yang ditunjuk untuk mengajar di suatu perguruan tinggi.
Namun ada beberapa ketentuan bagi dosen pensiun, juga para praktisi dan tenaga ahli untuk mendapatkan NIDK atau NUP. Secara umum, mereka yang diangkat oleh perguruan tinggi berdasarkan perjanjian kerja wajib mempunyai kualifikasi akademik, sehat jasmani-rohani, dan tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.
Sementara itu, khusus untuk dosen purna tugas, NIDK dan NUP dapat dimiliki jika sebelumnya mereka telah memiliki NIDN, statusnya full, dan telah tersertifikasi. Kemudian hak memiliki NUP diberikan apabila dosen mengajar di lebih dari satu perguruan tinggi dengan waktu mengajar kurang dari 40 jam tiap pekannya.
Pemberlakuan kedua nomor identitas baru tersebut kemudian disertai dengan perpanjangan masa pengabdian bagi para dosen purna tugas. Dosen yang memiliki NIDK namun belum bergelar profesor akan mendapatkan perpanjangan masa mengajar selama 5 tahun, dari 65 tahun menjadi 70 tahun.
Sementara itu, dosen dengan gelar guru besar bisa memperpanjang masa pengabdiannya sampai 9 tahun, dari 70 tahun hingga 79 tahun. Di sisi lain, bagi dosen yang telah memiliki NUP masa pengabdiannya tidak dibatasi dan tetap dapat mengajar di lebih dari satu perguruan tinggi selama mereka mampu.
Pada pelaksanaannya, kebijakan pemberlakuan NIDK dan NUP ini akan diuji coba dan dipantau hingga tiga bulan ke depan (terhitung sejak Maret 2016). Akan ada peninjauan mengenai perkembangan kebijakan tersebut dalam praktiknya.
Dengan adanya NIDK, dosen yang telah purnatugas tetapi masih mampu mengajar dapat melanjutkan aktivitas akademik mereka. Meskipun mereka lebih diarahkan ke perguruan tinggi swasta. Harapannya, perpanjangan masa pengabdian dosen pensiun ini dapat menjadi langkah alternatif untuk menutupi kekurangan dosen di Indonesia.
Kekurangan dosen yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemerataan jumlah dosen di perguruan tinggi. Selain itu, sistem pencatatan identitas dosen di tingkat nasional juga belum maksimal. Jumlah dosen yang kurang merata mengakibatkan kekurangan dosen di beberapa wilayah di Indonesia, sebagai contoh di Jawa Barat dan Medan.
Kemudian tidak meratanya jumlah dosen juga ditunjukkan dengan ketimpangan rasio antara banyaknya dosen dan mahasiswa. Perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa bisa mencapai 1:80, bahkan 1:100.
Baca juga: NIDK – (Cara Memeriksa) Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi
Di samping itu, masalah kekurangan dosen juga diakibatkan oleh pencatatan data yang kurang rapi di tingkat nasional. Jumlah dosen yang tercatat masih perlu ditingkatkan demi mencukupi kebutuhan dosen di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, ternyata masih banyak dosen potensial yang belum mendapat pengakuan negara karena masalah pencatatan tersebut.
Oleh karena itu, perpanjangan masa pengabdian dosen serta pemberlakuan NIDK dan NUP diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan dosen. Pemerintah juga berharap masalah kekurangan dosen akibat pencatatan tersebut bisa diperbaiki untuk ke depannya.
Semoga nantinya kebijakan pemberlakuan NIDK dan NUP serta perbaikan sistem pencatatan dosen bisa mengatasi persoalan kekurangan dosen pada masa yang akan datang. Dengan begitu, jumlah dosen di Indonesia akan meningkat, terutama dalam pencatatan secara nasional. Hal ini juga menjadi harapan agar nantinya tenaga pendidik di perguruan tinggi bisa mengurangi jumlah ketimpangan antara dosen dan mahasiswa.
Sumber:
http://news.okezone.com/read/2015/09/04/65/1208307/identitas-khusus-untuk-dosen-pensiun
http://www.jawapos.com/read/2016/01/13/15607/usia-pensiun-dosen-bisa-diperpanjang-hingga-79-tahun
http://news.okezone.com/read/2016/01/22/65/1294292/kemristekdikti-fokus-dongkrak-mutu-dosen
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…