Kesenjangan jumlah dosen dan mahasiswa kerap terjadi di beberapa perguruan tinggi. Jumlah dosen cenderung tetap dan lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang terus bertambah tiap tahunnya, seiring pendaftaran mahasiswa baru.
Pemerintah kerap kali dinilai tidak membuat pemetaan yang jelas mengenai jumlah dosen. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami krisis dosen. Setiap tahun pemerintah hanya memperhatikan penambahan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi (jumlah anak kuliah) tanpa melihat jumlah dosen yang ada. Setiap tahunnya, perhatian pemerintah hanya terfokus pada peningkatan APK pendidikan tinggi (Dikti) saja. Diketahui APK pendidikan tinggi saat ini 30%.
Sejumlah program peningkatan akses pun dibuat seperti beasiswa, penambahan PTN baru, serta renovasi kampus negeri agar mampu meningkatkan kapasitas ruang kelas. Namun sampai saat ini tidak ada inovasi penambahan jumlah dosen. Padahal jumlah mahasiswa semakin bertambah. Bahkan jumlahnya kini sudah tidak sebanding lagi dengan ketersediaan dosen.
Langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah berupaya menjaring calon dosen dari tahap awal perkuliahan. Dari sekian banyak mahasiswa berprestasi, tidak banyak yang mau menjadi dosen. Salah satu sebabnya adalah rumitnya persyaratan untuk menjadi CPNS atau dosen tetap di perguruan tinggi negeri. Selain itu, lulusan perguruan tinggi lebih memilih pekerjaan lain yang bergaji lebih tinggi daripada menjadi dosen.
Sudah waktunya pemerintah mempermudah birokrasi menjadi dosen dan menawarkan gaji tinggi agar banyak yang tertarik menjadi dosen. Di samping itu pemerintah juga perlu memperbanyak program pascasarjana yang kini jumlahnya masih sedikit. Artinya perlu peningkatan tingkat pendidikan calon dosen, minimal S2 seperti tercantum dalam persyaratan menjadi dosen.
Pemerintah bisa juga memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 dan S3 bagi calon dosen. Berikan beasiswa tidak hanya di perguruan tinggi negeri, tetapi juga swasta. Pemetaan jumlah dosen oleh pemerintah juga perlu dilakukan secara berkala untuk melihat posisi dosen sehingga sebelum ada dosen yang pension, sudah ada rencana pengisian dosen baru. Selama ini pemerintah menggunakan pola menunggu dosen yang pensiun baru ada rekrutmen. Pola ini harus dihilangkan, sebab akan ada kekosongan dalam jenjang jabatan akademik. Pengaderan dan rekrutmen dosen memang perlu dilakukan sejak awal dan juga harus dilakukan secara rutin. Misalnya, jika ada dosen yang pensiun dengan gelar profesor, dosen penggantinya juga harus bergelar yang sama. Di sinilah pentingnya proses pengaderan sejak dini.
Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) saat ini terdapat 363 perguruan tinggi negeri (PTN) aktif, dan 3.907 perguruan tinggi swasta (PTS) aktif di Indonesia. Sementara jumlah mahasiswa mencapai 6,8 juta, dengan dosen sebanyak 233.000.
Dari jumlah tersebut terlihat ketimpangan rasio antara dosen-mahasiswa di Indonesia saat ini yang mencapai angka 1:80, bahkan ada yang mencapai 1:100. Padahal idealnya rasio normal untuk perguruan tinggi adalah 1:45 untuk ilmu sosial, dan 1:30 untuk ilmu eksakta. Adapun angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi per tahun 2015 menyentuh angka 34,42 persen.
Di awal tahun 2016, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) meluncurkan secara resmi registrasi pendidik untuk mendapatkan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK). Registrasi dapat dilakukan melalui laman PDPT Kemenristek Dikti, yang nantinya akan divalidasi terlebih dahulu. Sebelumnya peraturan menteri mengenai NIDK telah diberlakukan pada September 2015 lalu. NIDK ini diperkirakan akan menambah jumlah dosen di perguruan tinggi yang ada di Indonesia sekitar 20-40 persen.
Harapannya, dengan keluarnya aturan NIDK ini, perguruan tinggi terutama perguruan tinggi swasta bisa semakin baik, sehat dan juga bisa menerapkan good governance yakni meliputi aspek transparansi, responsibility, serta awareness.
Hal itu karena pelaksana proses rekrutmen hanya menjangkau kalangan tertentu yang dimulai dari jabatan paling rendah atau single entry. Cara tersebut kurang menjaring banyak kandidat untuk menjadi dosen.
NIDK ini menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki sistem tersebut. Dengan kata lain, pemerintah mulai menetapkan sistem multientry yang dapat merekrut dosen dari kalangan lebih luas yang berasal dari berbagai jabatan. Misalnya, untuk mereka yang sudah bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan perekayasa.
NIDK ini akan diberikan kepada dosen yang diangkat PT berdasarkan penjanjian kerja yang telah memenuhi persyaratan. NIDK ini sendiri berlaku hingga dosen tersebut berusia 79 tahun. Penetapan batasan usia ini juga berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO) tentang klasifikasi usia berbasis harapan hidup.
Sementara itu, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir pun optimis bahwa dengan penambahan jumlah dosen tersebut permasalahan rasio dosen-mahasiswa akan bisa terselesaikan. Menurutnya, penambahan dosen dengan NIDK tersebut juga bisa meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi. Namun, ada hal yang terpenting, yakni jumlah NIDK ini tidak boleh melebihi dosen yang memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN).
Melalui NIDK ini, para ahli semisal yang berasal dari lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bisa memberikan ilmunya ke PT-PT yang membutuhkan. Misalnya orang-orang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan sebagainya.
Untuk mendapatkan NIDK, para dosen harus memperoleh surat izin dari pimpinan instansi induknya, seperti menteri atau kepala lembaga. Mereka juga harus memiliki surat keterangan mengajar dan jadwal mengajar minimal satu semester dalam satu tahun sebanyak empat sistem kredit semester (SKS). Surat-surat ini harus disahkan oleh pimpinan PT.
Keputusan pemerintah tentang NIDK ini merupakan terobosan terbaru sepanjang sejarah dunia pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, masalah kekurangan jumlah dosen akan bisa segera teratasi.
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…