Opini

Mukhtasar: Kajian Filsafat Timur Merespons Teknologi Kecerdasan Buatan

Yogyakarta – Dosen Fakultas Filsafat UGM, Prof. Dr. Mukhtasar Syamsuddin, M.Hum., dikukuhkan sebagai Guru Besar pada bidang ilmu filsafat, Rabu (6/3), di Balai Senat, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Konsep Fundamental Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam Kritik Filsafat Timur, Mukhtasar menyampaikan berbagai kajian filsafat timur dalam merespons kehadiran teknologi kecerdasan buatan.

Mukhtasar mengatakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bagian dari penanda revolusi digital. Penanda tersebut secara ektensif membingkai pola pikir dan perilaku manusia pada era revolusi industri 4.0. Namun demikian, kecerdasan buatan juga membawa persoalan filosofis yang perlu dikaji dan diselesaikan oleh bidang ilmu filsafat. Sebab kecerdasan buatan berusaha memodelkan proses berpikir manusia dan mendesain mesin, agar dapat menirukan perilaku manusia.

Seperti diketahui, kemunculan tren terbaru teknologi canggih revolusi industri 4.0 ini ditandai dengan revolusi digital melalui artificial intelligence (AI), e-commerce, big data, dan fintech. Namun, salah satu komponen terbesar teknologi ini adalah mesin canggih. Teknologhi AI terus dikembangkan melalui sistem cerdasm, seperti soft computing, sebuah sistem yang memilah keahlian seperti manusia pada domain tertentu. Namun, beradaptasi dan belajar agar dapat bekerja lebih baik jika terjadi perubahan lingkungan.

Berdasarkan kemauan dan cara kerja tersebut diketahui bahwa soft computing dapat mengeksploitasi adanya toleransi terhadap ketidaktepatan, ketidakpastian, dan kebenaran parsial. Sehingga masalah dapat diselesaikan dan dikendalikan  dengan mudah. Jika AI secara fundamental dikonsepsikan sebagai kemampuan berpikir cerdas maka timbul pertanyaan apakah mesin dapat berpikir cerdas seperti kecerdasan yang dimiliki manusia?

Mukhtasar menegaskan kecerdasan buatan tidak akan pernah bisa menyamai kemampuan manusia dalam memahami konteks, situasi atau tujuan secara teratur karena kecerdasan dan keahlian manusia bergantung terutama pada insting tidak sadar. ”Pikiran manusia dan proses pemikirannya merupakan fenomena non reduksionis. Sementara komputer di sisi lain beroperasi menggunakan program reduksi manipulasi simbolik,” katanya dikutip dari ugm.ac.id.

Dalam pemikiran filsafat timur, kata Mukhtasar, sudah dilakukan berbagai kajian soal kecerdasan buatan ini. Bagi Buddhisme, AI tidak memiliki citta atau memahami penciptaan pikiran dari entitas non-materi sehingga AI dianggap tidak dapat berpikir. Sementara dalam tradisi Taoisme, orang cerdas akan mampu merespons situasi secara berbeda dan tindakannya tidak bergantung pada standar subjektif tetapi pada situasi objektif, karena orang cerdas mampu menyesuaikan diri dengan tubuh yang bergerak. Sebaliknya, dalam tradisi Konfusianisme, kecerdasan dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat penilaian moral yang benar. Sehingga kecerdasan sangat menentukan seseorang dalam menilai perilaku benar dan salah.

Dalam kajian filsafat Pancasila, Mukhtasar menegaskan diperlukan pemikiran strategis yang perlu dikembangkan dalam merespons perkembangan dan dampak yang ditimbulkan teknologi AI ini melalui indigenisasi tata nilai kehidupan bangsa yang bertopang pada lima nilai universal Pancasila. ”Diperlukan kecerdasan kolektif untuk memilah dan memilih teori termasuk konsep dasar yang diperlukan dalam membanguna kecerdaran buatan yang sesuai dengan filsafat pancasila,” ujarnya.

Namun, yang tidak kalah penting, menurutnya, strategi masyarakat sebagai warga negara dalam merespons AI harus diikat oleh etika sosial yang berbasis pada nilai filsafat Pancasila. ”Langkah strategis yang diperlukan lainnya adalah menanamkan dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika sosial melalui proses pendidikan di tengah kehidupan masyarakat,” pungkasnya.

Redaksi

Redaksi

Recent Posts

Penerapan Metode Pembelajaran Case Study di Perguruan Tinggi

Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…

5 days ago

6 Solusi saat Google Scholar Tidak Bisa Dibuka

Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…

5 days ago

Artikel Tidak Terdeteksi Google Scholar? Ini 2 Solusinya

Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…

5 days ago

S2-S3 Gratis di Thailand dengan Vistec Scholarship 2025

Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…

5 days ago

Chinese Government Scholarship Dibuka untuk S1 Hingga S3, Daftar Segera!

Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…

1 week ago

Stipendium Hungaricum Scholarship Programme 2025 Dibuka, Cek Sekarang!

Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…

2 weeks ago