Yogyakarta – Dr. Diah Ajeng Purwani, S.Sos., M.Si., melakukan ujian terbuka Sekolah Pascasarajana Universitas Gajah Mada untuk promosi doktor dengan disertasi pemberdayaan di dunia digital. Dosen Program Studi Komunikasi, Fakultas Ilmu Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta ini berhasil mempresentasikan penelitiannya tersebut untuk meraih gelar Doktor Bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, di hadapan Tim Promotor dan Penguji; Prof. Dr. Parni, S.U. dan Dr. agr. Ir. Sri Peni Wastuningsih, pada Sekolah Pascasarjana, UGM, (9/4/19).
Dilatarbelakangi harapan Pemerintah untuk kemunculan para teknopreneur, khususnya mereka yang berasal dari kalangan pemuda sebagai pegiat dunia digital. Pemerintah juga serius dalam program seperti menjalin kerja sama dengan Google dalam bentuk edukasi IT dan pemberdayaan ekonomi digital bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengha (UMKM). Kebijakan ini sebagai upaya mewujudkan visi Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), AAGN Puspayoga, menilai Indonesia membutuhkan pengusaha berbasis teknologi yang usahanya mempunyai dampak sosial.
Di Yogyakarta sendiri kemunculan tokoh-tokoh muda sebagai social entrepreneurs semakin marak di tingkat daerah seperti Fitriani Kembar yang mengembangkan Dreamdelion Community Empowerment di daerah Sumberarum. Rexi dari Hoshizora yang mengembangkan Dreamdelion Community Empowerment di Pajangan, Osiris yang mengembangkan bisnis buah naga dengan melibatkan komunitas difabel di Desa Sidomulyo Bantul, dan sebagainya.
Diah Ajeng Purwani mengatakan, pertumbuhan social entrepreneurs meningkat setiap tahun di Yogyakarta. Fakta ini ternyata belum diikuti dengan keberlanjutan bisnis yang dibangun. Salah satu kendala dalam mengembangkan bisnis yang dialami oleh komunitas adalah keberlanjutan (suistainability) organisasi dan kegiatan sosial serta bisnisnya agar dapat melayani kebutuhan masyarakat.
”Anak muda penggerak kegiatan social entrepreneurship rata-rata mahasiswa yang sedang studi di Yogyakarta. Sehingga ketika mahasiswa tersebut menamatkan pendidikannya maka kegiatan social entrepreneurship tersebut berhenti, karena penggeraknya kembali ke kota asalnya,” ungkap Diah, dilansir ugm.ac.id.
Selain itu, menurut Diah, masalah local empowerment juga menjadi permasalahan serius karena masalah-masalah yang ingin dipecahkan oleh para social entrepreneurs kadang tidak sesuai dengan cara orang lokal untuk bisa bertahan. Kendala lain yang dihadapi adalah hilangnya semangat di tengah pengembangan bisnis. Hal ini disebabkan muncul tawaran gaji dan pekerjaan yang lebih menggiurkan.
Sementara itu, pada dasarnya dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asian (MEA), generasi milenial memegang peranan penting, karena jumlah penduduk di kawasan ASEAN mencapai 625 juta orang dan 40,3 persen, diantaranya adalah penduduk Indonesia. Dengan 84 juta milenial di Indonesia maka terdapat 23 persen pemuda ASEAN ada di Indonesia. Melihat fenomena tersebut diperlukan pemberdayaan masyarakat khususnya anak muda dengan cara-cara yang berbeda.
”Karena itu memberdayakan masyarakat di dunia digital menjadi tantangan yang harus dihadapi young social enterpreneurs di Yogyakarta. Bagaimana unsur-unsur pemberdayaan diimplementasikan oleh young social entrepereneurs Yogyakarta di dunia digital,” ujar Diah.
Dari penelitian disertas ini, Diah Ajeng Purwani menyumbangkan pandangan teoretik baru mengenai pemberdayaan dalam dunia digital untuk generasi milenial melalui unsur-unsurnya yang selama ini belum pernah ada dalam ranah penyuluhan dan komunikasi pembangunan. Pemberdayaan yang dilakukan young social entrepreneurs dalam dunia digital diharapkan melibatkan tujuh unsur yaitu brand story, brand mission, sample product, community development, mixed media, memorable content and packaging, serta differentiation.
”Konsep pemberdayaan di dunia digital (empowerment in digital world) yang ditemukan dari hasil penelitian ini adalah memberdayakan diri sendiri dengan menjadi contentcreator di media sosial,” ucapnya.
Diah sendiri dinyatakan lulus program doktor UGM dengan predikat cumlaude. Ia berharap penelitian berikutnya mampu memperdalam tema kajian empowerment in digital world agar menjadi referensi baru di bidang komunikasi pembangunan. Sebab, perkembangan startup digital dan dunia marketing saat ini sudah mencapai marketing 4.0, teknologi 5G serta era disrupsi yang tentunya akan menyebabkan pola/model pemberdayaan menjadi bergeser.
”Penelitian selanjutnya diharapkan bisa membuat model pemberdayaan dan redefinisi mengenai pemberdayaan dalam dunia digital berdasarkan perkembangan saat ini,” imbuhnya.
Redaksi