Dalam dunia profesi dosen, ada kewajiban untuk menulis buku sehingga dosen harus menulis buku tidak bisa tidak. Bagi sebagian besar dosen, ada anggapan bahwa seseorang belum bisa dikatakan sebagai dosen jika belum menulis dan melakukan publikasi.
Seorang dosen dalam membagikan ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman yang dimiliki tidak cukup hanya disampaikan secara lisan saja. Akan tetapi juga perlu disampaikan dalam bentuk tulisan yang kemudian bisa diwariskan.
Sebab, meskipun dosen yang bersangkutan sudah tutup usia namun buku-buku dan karya tulis jenis lain seperti jurnal dan buku ajar tetap abadi. Tetap dimanfaatkan baik sebagai referensi dosen dan mahasiswa maupun sebagai bahan bacaan untuk mengisi waktu luang.
Jadi, bagi siapa saja yang menekuni profesi dosen. Sudahkah menulis dan menerbitkan buku? Seorang dosen punya kewajiban tersebut, tidak selalu buku ilmiah bisa juga berupa buku ilmiah.
Baca Juga:
Penulisan Buku Ajar Perguruan Tinggi
Kiat Dosen Produktif Menulis Buku
Tips Membaca Buku Bahasa Inggris
Mengenal Pengertian Buku Non Fiksi
Menulis buku sebagaimana yang disebutkan di awal merupakan bentuk kewajiban bagi pemilik profesi dosen. Kewajiban atau adanya ketentuan dosen harus menulis buku dituangkan dalam sejumlah Undang-Undang yang menjadi dasar penetapan tersebut.
Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pendidikan Tinggi. Jika dicermati, pada pasal 12 ayat ke-3 ada penyebutan kewajiban dosen dalam menulis dan menerbitkan buku. Berikut bunyi pasal dalam ayat ketiga tersebut:
Dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi sivitas akademika.
Menulis diharapkan menjadi budaya yang dilakukan oleh para dosen di Indonesia. Hasil tulisan ini merupakan bagian dari proses transfer ilmu pengetahuan dosen kepada mahasiswa dan masyarakat luas.
Buku yang sifatnya umum, dimana menggunakan bahasa umum membuatnya bisa dibaca oleh masyarakat luas. Isinya mudah dipahami dan menjadikan ilmu yang dimiliki dosen bermanfaat bagi lebih banyak orang.
Selain itu, produktivitas dosen dalam melaksanakan kewajiban dosen harus menulis buku. Nantinya diharapkan bisa menumbuhkan semangat membaca bagi kalangan dosen dan mahasiswa. Kemudian meluas sampai ke masyarakat seluruh Indonesia.
Sebab, jika ada bahan bacaan bagus, berkualitas, dan sarat akan ilmu yang mumpuni dan bermanfaat. Mana ada orang yang menolak untuk membacanya? Tentunya, dengan adanya kewajiban bagi dosen untuk menulis dan menerbitkan buku. Maka bisa ikut andil dalam mendongkrak semangat baca masyarakat Indonesia.
Baca Juga:
Pengertian Buku Pengayaan, Jenis, dan Cara Menulisnya
Strategi Mengubah Tesis Menjadi Buku
Resensi Buku: Cara Membuat dan Contoh Lengkap
Pengertian Buku Digital, Fungsi, dan Manfaatnya
Selain berlandaskan Undang-Undang di sejumlah pasal terkait dunia pendidikan tinggi. Kewajiban dosen dalam menulis juga perlu dibudayakan karena banyak alasan. Salah satunya ada lebih banyak manfaat bisa didapatkan dan diberikan dosen dari kegiatan menulis dan menerbitkan buku. Yaitu:
Dosen adalah sebuah profesi, siapa saja yang menekuni profesi ini ada kewajiban dan tuntutan untuk selalu tampil profesional. Dalam dunia profesi dosen ada empat kompetensi yang melekat dan perlu dikuasai oleh mereka.
Yakni mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Salah satu bentuk dan wujud profesionalisme dosen dalam menjalankan profesinya adalah mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki baik di lingkungan asosiasi profesi maupun lingkungan masyarakat.
Wujudnya tidak hanya menyampaikan ilmu secara lisan, melainkan juga secara tulisan. Inilah alasan kenapa dosen harus menulis buku. Wujud publikasi tulisan bisa dalam bentuk hasil pemikiran berbasis riset atau hasil penelitian. Kemudian dipublikasikan dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah.
Menulis dan menerbitkan tulisan dalam bentuk buku, jurnal, dan lain sebagainya akan mempengaruhi jenjang karir seorang dosen. Hasil karya tulis yang telah diterbitkan nantinya akan menambah angka kredit.
Angka kredit yang mencapai jumlah tertentu membuka jalan bagi dosen untuk mengajukan kenaikan jabatan. Mulai dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, sampai Guru Besar atau Profesor.
Tanpa menulis dan tanpa melakukan publikasi, maka dosen tidak dapat mengajukan kenaikan jabatan. Dosen bisa kehilangan banyak kesempatan akademik. Sekaligus membuat pihak kampus merugi, karena kualitas SDM dari dosen belum menunjukan kualitas mumpuni. Sehingga bisa mempengaruhi rendahnya hasil akreditasi.
Alasan tambahan kenapa dosen harus menulis buku adalah ada manfaat finansial dari kegiatan atau kewajiban ini. Menulis dan menerbitkan buku bisa menjadi sarana investasi jangka panjang bagi dosen. Sebab ada royalti.
Nilai royalti di setiap penerbit berbeda-beda, namun biasanya ada di angka 10-20% dan bahkan bisa lebih. Nilai royalti seringnya diambil dari total jumlah pembelian buku. Meskipun begitu setiap penerbit punya ketentuan tersendiri, maka dosen saat menerbitkan buku perlu mengecek surat perjanjiannya seperti apa.
Jadi, royalti umumnya cari sekali dalam setahun. Meskipun nilainya tidak sampai Rp 10 juta. Namun tentunya nilai ini sangatlah besar mengingat didapatkan rutin setiap tahun sesuai ketentuan dan kesepakatan di awal. Sehingga dosen memiliki passive income yang bisa digunakan untuk beberapa keperluan.
Semakin banyak buku yang ditulis dan diterbitkan maka semakin besar pula nilai royalti yang didapatkan. Sehingga dosen perlu semangat dalam menulis, karena produktivitas menulis akan berbuah manis dalam jangka panjang.
Menulis buku tak hanya menjadi kewajiban, namun juga memberi manfaat bagi dosen untuk bisa mengaktualisasikan diri. Sebab karya ini bisa dilihat, dibaca, dimanfaatkan, dan bisa didapatkan dari berbagai tempat dan media.
Mulai dari toko buku online maupun offline, perpustakaan, dan lain sebagainya yang merupakan buah pikiran. Sebuah karya yang diciptakan dengan sejumlah perjuangan panjang. Tentunya buku ini akan tetap abadi dan bisa diakses atau dibaca siapa saja.
Termasuk oleh anak cucu, para mahasiswa dari generasi ke generasi, sampai kepada tetangga sekitar rumah. Bayangkan jika buku yang ditulis bertengger di rak buku sebuah toko buku. Apalagi bisa berada di deretan buku best seller.
Kemudian, bayangkan juga jika buku yang ditulis kemudian dijadikan resensi oleh orang lain. Resensi ini kemudian dipublikasikan di sejumlah media massa sehingga buku yang ditulis semakin dikenal. Nama diri semakin dikenal dan memiliki sarana aktualisasi diri yang abadi.
Bagi dosen yang tidak memiliki produk akademik, maka namanya akan susah dikenal oleh masyarakat luas. Namanya hanya dikenal di lingkungan kampus tempatnya mengajar. Hanya dikenal oleh dosen lain dan mahasiswa di kampus tersebut.
bandingkan jika sudah melaksanakan kewajiban dosen harus menulis buku dan berhasil diterbitkan. Maka nama diri sendiri akan tercantum dalam sampul buku tersebut yang bisa dibeli dan dibaca masyarakat luas.
Semakin tinggi kualitas tulisan maka semakin mudah buku dibaca banyak orang dan nama penulisnya semakin dikenal. Hal ini membantu promosi diri atau branding diri agar dikenal luas. Dikenal secara positif dan dikenal sebagai ahli di suatu bidang keilmuan.
Meskipun menulis bagi dosen adalah kewajiban dan ada segunung manfaat bisa didapatkan. Sampai saat ini masih banyak dosen yang enggan menulis dengan seribu satu alasan. Jika merasa ingin bertanggung jawab atas profesi dosen yang dipilih.
Maka sejak awal perlu sadar dosen harus menulis buku. Semakin lama akan semakin terbiasa dan bisa menikmatinya. Alih-alih menjadi beban, dosen tersebut akan selalu rindu untuk menulis dan menerbitkan buku. Silahkan mencobanya.
Artikel Terkait:
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…