Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya dengan sertifikasi dosen dan guru. Sertifikasi ini ditetapkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 pasal 45 tentang Guru dan Dosen. UU ini menyatakan bahwa “Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Hal itu senada dengan PP No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen, Pasal 2. Di mana batas maksimal untuk memenuhi kualifikasi sebagaimana pasal 45 tersebut telah dijelaskan dalam pasal 39, yaitu dalam kurun waktu 10 tahun. Dengan demikian setelah tahun 2015, semua dosen wajib memiliki sertifikasi.
Lantas bagaimana jika dosen yang telah memenuhi syarat sertifikasi namun tidak mengikuti sertifikasi dosen? Maka dosen yang bersangkutan akan dikenakan sanksi berupa: (1) dialihtugaskan pada pekerjaan tenaga kependidikan yang tidak mempersyaratkan kualifikasi dan kompetensi dosen; (2) diberhentikan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan khususnya; atau (3) diberhentikan dari jabatan sebagai dosen.
Pada tahun 2016, menurut Kompas (1/3) terdapat 12.000 dosen yang memenuhi syarat sertifikasi. Berdasarkan data Kemristek dan Dikti 2015, sekitar 43,8 % dosen belum memenuhi syarat minimal S-2. Sebanyak 32,8% tidak memiliki jabatan akademik, masa kerja, pangkat, dan umur.
Terlepas dari berbagai kendala dan tantangan pelaksanaan sertifikasi dosen, pada dasarnya uji sertifikasi dosen dilakukan melalui penilaian portofolio atas penilaian persepsional, deskripsi diri, kepangkatan, kemampuan Bahasa Inggris, dan Tes Potensi Akademik. Untuk itu, penting memahami kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh dosen dalam melaksakan Tridharma Perguruan Tinggi.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dosen dalam mengelola peserta didik (mahasiswa). Dimana dosen sebagai pendidik dan pengajar mampu merancang pembelajaran, bagaimana menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan pada mahasiswa, serta mampu melakukan evaluasi dan penilaian, yang meliputi:
Kompetensi yang berkaitan dengan etika dalam kegiatan sehari-hari. Bagaimana cara berucap, bersikap, maupun cara berpakaian. Sebagai pengajar dan pendidik dosen harus menjaga tingkah laku dan perbuatan untuk menjadi teladan bagi mahasiswanya. Secara rinci sub – kompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Yamin dan Maisah, 2010):
Kemampuan melakukan interaksi sosial dengan mahasiswa, kolega, karyawan dan masyarakat untuk menunjang pendidikan. Adapun sub kompetensinya meliputi:
Kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam. Dimana dosen tidak hanya terampil dalam merancang penelitian, melainkan juga mampu mengembangkan dab menerapkan hasil penelitiannya di masyarakat. Kemampuan tersebut meliputi:
Penguasaan kompetensi tersebut tentu bukan hanya semata-mata untuk mencapai penilaian yang baik untuk sertifikasi dosen. Lebih daripada itu, kompetensi tersebut harus dimiliki oleh dosen untuk peningkatan kualifikasi dan kompetensi.
Bagaimanapun, dosen tidak hanya memiliki peran dalam transfer ilmu, tapi juga menanamkan nilai-nilai etika dan moral kepada para mahasiswa sebagai agent of change. Selamat Mengajar dan Mendidik.
Referensi:
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…