Setiap masa diketahui akan melahirkan generasi yang berbeda, salah satunya adalah Generasi Z atau Gen Z. Bagi pendidik, mengajar Generasi Z memberikan banyak tantangan sekaligus sejumlah keuntungan.
Oleh sebab itu, menjadi dosen bagi mahasiswa yang masuk kategori Gen Z yakni yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012, memberi PR tersendiri. Suka duka tentu ada, dan perlu ditekuni agar bisa menikmati proses mengajar generasi satu ini.
Namun, meski memberi sejumlah tantangan. Tak sedikit dosen di Indonesia mengakui kelebihan dibalik proses mengajar Generasi Z. Kedua sisi ini tentu perlu disikapi dengan baik dan mencari lebih banyak ide untuk mengajar Gen Z dengan efektif.
Generasi Z atau Gen Z adalah generasi yang memiliki tahun kelahiran dari 1997 sampai tahun 2012. Generasi satu ini diketahui sudah native digital yang tentu mengajar Generasi Z tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya, termasuk generasi milenial.
Gen Z memiliki karakter yang khas yang harus dipahami para dosen. Sehingga bisa membantu dosen menentukan metode pembelajaran yang sesuai. Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah karakteristik khas dari mahasiswa Gen Z tersebut:
Salah satu karakteristik khas Gen Z adalah pembelajar sosial atau aktif bersosialisasi. Artinya, Gen Z cenderung lebih menyukai metode pembelajaran yang membuat mereka aktif bersosialisasi dengan temannya. Misalnya pada metode Project Based Learning atau pembelajaran berbasis proyek.
Dalam metode pembelajaran ini, mahasiswa Gen Z akan membentuk kelompok dan berdiskusi untuk membuat suatu proyek. Metode seperti ini membuat mereka bisa bersosialisasi dan menikmati proses pembelajaran.
Gen Z juga punya karakteristik melek teknologi. Artinya, generasi satu ini sudah terbiasa mengenal dan menggunakan teknologi sejak dini. Sehingga di pendidikan, mereka pun berharap bisa tetap dekat dengan teknologi tersebut.
Karakter ini membuat mereka juga menyukai pembelajaran jarak jauh. Misalnya kelas daring yang dibuka melalui aplikasi Zoom Meeting dan sejenisnya. Oleh sebab itu, melibatkan teknologi dalam mengajar Generasi Z sangat penting.
Karakteristik berikutnya dari Gen Z adalah mandiri. Mandiri ini berlaku di semua aspek kehidupan, termasuk ketika mereka mengenyam pendidikan. Mahasiswa dari Gen Z akan lebih menyukai metode pembelajaran fleksibel dan mandiri.
Misalnya, mereka diberi kesempatan untuk menganalisis masalah di sekitarnya dan mencari pemecahannya secara mandiri. Semakin minim keterlibatan dosen, menurut mereka semakin baik. Sebab mendukung mereka lebih mandiri.
Kemandirian juga membuat mereka lebih suka mencoba praktek langsung. Inilah alasan ada banyak mahasiswa Gen Z yang merintis bisnis selama sekolah atau kuliah. Sebab mereka ingin mandiri dalam urusan pekerjaan sampai finansial.
Gen Z juga diketahui memiliki orientasi yang tinggi pada masa depan, terutama perihal karir. Mereka akan mulai memikirkan profesi apa yang ingin ditekuni di masa mendatang.
Mereka akan menyukai perkuliahan yang membantu mereka memiliki inspirasi dan motivasi dalam mengejar karir profesional. Baik sebagai pegawai maupun pemilik bisnis sendiri.
Dosen yang membahas topik karir cenderung mendapat perhatian mereka dengan lebih mudah. Karakter ini yang bisa memberi inspirasi bagi dosen untuk memberikan relevansi antara materi perkuliahan dengan karir mereka di masa depan.
Dikutip melalui website resmi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA), karakteristik Gen Z juga cenderung kreatif. Kebebasan dan kemandirian yang mereka miliki pada akhirnya membuat kreativitas yang dimiliki sangat tinggi.
Mereka bisa dengan mudah menemukan solusi dengan pemikiran sederhana dan praktis. Misalnya, alih-alih mengembangkan pulpen yang canggih untuk dibawa astronot ke perjalanan luar angkasa. Mereka akan memilih menggunakan pensil.
Mengajar Generasi Z membantu dosen memahami bahwa karakteristik khas mereka juga banyak yang sangat positif. Salah satunya adalah mampu menerima perbedaan yang ada di sekitar mereka.
Mereka terbiasa mengakses informasi dari berbagai media, khususnya media daring. Sekaligus menyukai kegiatan bersosialisasi, bahkan berteman dengan mereka yang berasal dari negara dan benua lain. Mereka pun terbiasa dengan perbedaan dan bisa menerimanya dengan baik.
Karakter khas berikutnya dari Gen Z adalah suka berekspresi. Pada saat dosen mengajar Generasi Z maka bisa dengan mudah menerima ungkapan hati dan perasaan mereka.
Mereka bisa mengatakan keluhan mengenai pembelajaran yang disampaikan begitu saja. Sekaligus bisa dengan lugas menyampaikannya, karena mereka menilai mengungkapkan isi hati dan pikiran adalah kunci meraih kesehatan mental.
Karakteristik khas Gen Z berikutnya adalah cenderung FOMO (Fear Of Missing Out). FOMO secara sederhana adalah perasaan takut atau khawatir tertinggal dengan orang lain. Sederhananya lagi, cenderung suka ikut-ikutan.
Karakteristik ini membuat mereka perlu diberi pendekatan yang benar. Sehingga mereka bisa memahami sesuatu dengan benar dan memberi pengaruh bagi temannya untuk melakukan hal serupa.
Gen Z juga diketahui cenderung memiliki tingkat stres yang tinggi. Hal ini terjadi karena mereka lebih dinamis dan sangat mengikuti perubahan. Karakter ini sekaligus menjadi dampak dari karakter FOMO yang dijelaskan sebelumnya.
Keinginan untuk up to date dan tidak ketinggalan apapun dengan orang di sekitar memberi tekanan lebih tinggi. Inilah yang membuat mereka cenderung lebih mudah stres dibanding Generasi Milenial maupun generasi sebelumnya.
Karakteristik terakhir dari Generasi Z adalah mudah mengeluh. Keterbukaan mereka pada perubahan diikuti dengan FOMO dan mudah stres membuat mereka mudah melakukan perbandingan sosial.
Ada banyak keinginan dan capaian yang melebihi kapasitas sehingga mereka mudah sekali mengeluh. Sebab merasa orang lain bisa dengan mudah meraih apa yang diinginkan. Padahal diri sendiri harus bekerja puluhan kali lebih keras untuk sampai di titik yang sama.
Baca Juga: Inovasi Pembelajaran untuk Mahasiswa Gen Z yang Bisa Diterapkan Dosen
Bagi para dosen, mengajar Gen Z memberi tantangan tersendiri. Hal ini lumrah karena memang ada perbedaan generasi yang cukup jauh. Para dosen bisa saja terpaut usia puluhan tahun dengan mahasiswa yang mereka ajar.
Gen Z dengan segala karakteristiknya kemudian membuat para dosen perlu lebih teliti dalam menentukan bahan ajar dan metode pembelajaran, Dikutip dari beberapa sumber, berikut adalah sejumlah tantangan dosen dalam mengajar mahasiswa Gen Z:
Salah satu tantangan pendidik yang mengajar Gen Z adalah kebutuhan digitalisasi pembelajaran. Tantangan ini mungkin tidak dihadapi dosen di Generasi Milenial. Namun, bagi para dosen lebih senior yang memiliki masa tumbuh tanpa adanya teknologi masif seperti sekarang. Tentunya memberikan PR tersendiri. Tidak terbiasa menggunakan teknologi membuat mereka kesulitan dalam mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
Menurut Vice President of Binus Higher Education, Prof Harjanto Prabowo, salah satu tantangan mengajar Generasi Z adalah attention span yang lebih pendek. Attention span sendiri adalah waktu yang dihabiskan seseorang untuk tetap fokus atau berkonsentrasi pada suatu hal sebelum terganggu. Gen Z yang terbiasa dengan konten digital yang singkat dan jelas, membuat mereka terganggu dengan perkuliahan panjang.
Dibanding mempelajari materi dari video dengan durasi satu jam, mereka memilih memotong video dalam beberapa video berdurasi pendek. Hal ini membantu mereka tetap fokus, dibanding menonton video dan membaca teks yang terlalu panjang.
Tantangan kedua dari mengajar Generasi Z adalah mereka tidak cocok dengan buku cetak. Dosen lebih senior dan bahkan dosen dari Generasi Milenial cenderung punya karakter sebaliknya. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri.
Sebab, mengandalkan buku dan modul elektronik kadang tidak terlalu bisa diandalkan. Selain itu, dalam menyusun tugas dalam bentuk tulisan, mahasiswi Gen Z lebih suka mengetik dibanding ditulis tangan.
Tantangan selanjutnya dari mengajar Gen Z adalah mereka cenderung memberdayakan teknologi AI. Sebab dipandang praktis dan memberi efisiensi waktu yang tinggi.
Sayangnya, penerapan teknologi AI di bidang pendidikan masih menjadi perdebatan. Ada perbedaan tipis antara boleh dan tidak diperbolehkan. Sehingga ada PR bagi para dosen untuk menjelaskan etika dalam pembukaan teknologi tersebut.
Mengajar Generasi Z juga memberi tantangan dengan karakter mereka yang cenderung tidak mau diperintah. Dalam hal ini, para dosen tentu kesulitan ketika meminta mereka mengerjakan suatu tugas dan hal lain dalam pembelajaran.
Gen Z lebih menyukai siapapun yang meminta mereka melakukan apapun, sama-sama melakukan atau mengerjakannya. Padahal dalam pembelajaran, tidak semua hal harus dikerjakan bersama-sama dengan dosen.
Tantangan lainnya adalah Gen Z yang tidak suka menunggu. Hal ini berlaku untuk proses penilaian, baik terhadap tugas maupun ujian. Mereka cenderung menyukai proses penilaian saat tugas selesai dikerjakan.
Jika ada masa tunggu dan jedanya cukup lama, mereka cenderung mudah mengaku lupa dan menganggap hal tersebut sudah lewat. Padahal, kesibukan akademik yang tinggi rentan membuat dosen kesulitan memberi nilai secara cepat.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, mengajar Generasi Z menuntut dosen memberi pembelajaran berbasis praktek. Mereka cenderung menyukai kegiatan perkuliahan yang isinya praktek langsung. Artinya, bukan sekedar memaparkan teori.
Pada mata kuliah praktis, misalnya ilmu komputer. Hal ini cenderung lebih mudah, karena bisa praktek di laboratorium komputer. Namun, tidak semua mata kuliah bisa praktek langsung.
Tantangan terakhir yang sering dihadapi dosen saat mengajar Generasi Z adalah sifat mereka yang mudah bosan. Hal ini masih berkaitan dengan attention span Gen Z yang lebih pendek.
Para dosen tentu perlu memikirkan berbagai cara kreatif agar tidak kehilangan minat mereka saat proses mengajar. Oleh sebab itu, menyuguhkan materi dalam bentuk visual sangat dianjurkan. Sekaligus dibuat pendek dan jelas, bukan terlalu rinci dan panjang.
Mengajar Generasi dengan segala karakteristik dan tantangan yang khas, memang menjadi seni. Tidak cukup bagi dosen memahami materi dan melek teknologi. Melainkan juga melibatkan aspek atau keterampilan lain agar pembelajaran efektif.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa tips mengajar Gen Z agar perkuliahan lancar dan berkualitas:
Dikutip melalui website SOA (Sahabat Orangtua & Anak), salah satu tips dalam mengajar Gen Z adalah menerapkan teknologi. Hal ini selaras dengan karakteristik Gen Z yang sudah dijelaskan, dimana sudah melek teknologi.
Mereka sudah familiar dengan berbagai teknologi dan dengan mudah mengikuti perkembangannya. Jika dalam perkuliahan tidak melibatkan teknologi, mereka bisa saja kehilangan minat dan hasil perkuliahan tidak efektif.
Tips kedua adalah memberikan pembelajaran atau perkuliahan yang mendorong mereka kreatif dan inovatif. Misalnya dengan memberikan suatu masalah dan membebaskan mereka mencari solusinya.
Karakteristik Gen Z yang kreatif dan inovatif membuat mereka menyukai pembelajaran yang mengasah dua hal tersebut. Maka menerapkan metode pembelajaran inovatif lebih dianjurkan. Baik berbasis masalah, berbasis proyek, maupun yang sejenisnya.
Tips ketiga dalam mengajar Generasi Z di perguruan tinggi adalah menerapkan pembelajaran kolaboratif. Hal ini juga didasarkan dari karakteristik khas Gen Z itu sendiri. Yakni pembelajar sosial.
Mereka lebih menyukai kegiatan belajar yang juga berisi kegiatan bersosialisasi. Sehingga lebih suka sharing pendapat dan teori dibanding sekedar menjadi pendengar di kelas. Menerapkan metode pembelajaran kolaboratif seperti pembentukan kelompok mahasiswa lebih dianjurkan.
Ge Z yang melek teknologi dan bisa mengikut perkembangannya meski sangat cepat dan masif. Membuat mereka bisa mengakses berbagai informasi dan materi pembelajaran dengan lebih cepat dan detail.
Sekaligus mendayagunakan berbagai platform dengan teknologi terkini untuk kepraktisan selama kuliah. Oleh sebab itu, mengajar Generasi Z harus melibatkan pendidikan nilai dan etika. Sehingga mereka paham bagaimana mengakses informasi dan memanfaatkan teknologi agar tidak melakukan pelanggaran.
Salah satu tips mengajar Gen Z adalah memberi pembelajaran yang relevan dengan keseharian. Termasuk relevan dengan karir atau potensi mereka di dunia kerja. Materi yang disampaikan harus bisa dijelaskan dengan memberi contoh konkrit di lapangan. Sehingga, mereka menemukan relevansi materi tersebut dengan manfaatnya dalam keseharian mereka atau dengan karir mereka di masa mendatang.
Tips keenam dalam mengajar Gen Z adalah menyajikan materi yang jelas dan singkat. Sekali lagi, tips ini disesuaikan dengan karakteristik Gen Z tersebut. Dimana mereka cenderung memiliki attention stand yang pendek.
Alih-alih memberikan materi berbentuk video berdurasi 50 menit. Akan lebih efektif memberikan mereka video pendek 5 menit atau 10 menit. Sebab video durasi pendek membuat mereka betah dan tidak kehilangan fokus. Hasil pembelajaran menjadi lebih efektif.
Tips berikutnya adalah melakukan visualisasi pada materi pembelajaran. Visualisasi bisa dalam bentuk slide presentasi berisi grafik maupun tabel. Selain itu, bisa juga dalam bentuk video berisi animasi maupun ilustrasi.
Selain beberapa tips mengajar Generasi Z yang dijelaskan di atas, tentunya masih banyak tips lain bisa diterapkan. Setiap Gen Z tentu memiliki karakter hampir sama, maka melakukan inovasi dalam metode pembelajaran dan bahan ajar adalah hal penting.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…