fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Menekuni Dunia Literasi, Dosen Unisma Ini Sukses Sebagai Penulis Produktif

Hayat S.AP., M.Si. dosen Universitas Islam Malang saat menjadi pemateri dalam salah satu bedah buku. Ia merupakan penulis buku bestseller `Manajemen Adminitrasi Publik`. (Sumber Foto: dok. Hayat)
Hayat S.AP., M.Si. dosen Universitas Islam Malang saat menjadi pemateri dalam salah satu bedah buku. Ia merupakan penulis buku bestseller `Manajemen Adminitrasi Publik`. (Sumber Foto: dok. Hayat)

Malang – Selain dikenal sebagai dosen, Hayat S.AP., M.Si. juga dikenal sebagai penulis yang aktif. Terdapat sekitar 30 buku miliknya yang diterbitkan secara mandiri maupun kolaborasi. Ia adalah penulis buku bestseller ‘Manajemen Administrasi Publik’. Ia mengaku menekuni dunia literasi awalnya saat mengemban tanggung jawab mengelola jurnal ilmiah di Universitas Islam Malang (Unisma) tahun 2013 yang telah `mati` atau tidak berfungsi lagi. Ia belajar secara otodidak dan berusaha membangun jaringan dengan teman-teman sesama pengelola jurnal ilmiah melalui media sosial seperti Facebook.

“Dari mengelola jurnal saya belajar banyak bagaimana melakukan manajemen perjurnalan hingga bagaimana cara menulis artikel di jurnal yang baik. Tentu saya juga tidak diam hanya mengelola artikel-artikel yang masuk ke redaksi, kemudian diterbitkan, tetapi saya belajar dari tulisan-tulisan para guru besar, para doktor dan para orang-orang hebat lainnya yang mengirimkan artikelnya ke jurnal yang kami kelola. Belajar dari pengelolaan jurnal saya lebih banyak tahu bagaimana menulis yang baik dan efektif,” ungkap Hayat kepada tim duniadosen.com.

Ia melanjutkan, sembari mengelola jurnal ia menulis artikel ilmiah dan mengirimkannya ke penerbit jurnal di Indonesia baik yang dikelola oleh perguruan tinggi maupun oleh lembaga-lembaga negara atau kementerian. Terhitung selama setahun, ia bisa menerbitkan 10 artikel.

“Tiga tahun menekuni perjurnalan, saya belajar untuk menulis opini, esai, maupun resensi yang dimuat di berbagai media elekrtonik atau cetak. Sampai sekarang artikel atau opini saya yang diterbitkan oleh media cetak atau elektronik sebanyak hampir 150-an. Dan masih banyak lagi yang tidak terekam,” tambah dosen Fakultas Ilmu Adminitrasi Unisma tersebut.

Buku bestseller ‘Manajemen Administrasi Publik’ disebutnya sebagai buku dari hasil perjuangan dan pengorbanan ‘berdarah-darah’. Buku ini adalah buku pertama yang ia tulis secara mandiri. Buku ini diperuntukkan untuk mahasiswa ilmu administrasi publik/negara mulai dari jenjang S1, S2, dan S3. Buku ini berangkat dari riset sederhana yang dilakukannya terkait pelayanan publik.

Untuk mendapatkan data-data dan bahan dari buku ini cukup panjang dan lama. Mulai dari buku-buku referensi, jurnal, laporan, maupun peraturan perundang-undangan sebagai bahan utama dalam penulisan buku selama tiga bulan. Kemudian penulisannya memakan waktu kurang lebih setahun. Ia menyempatkan menulis dari pukul 01.00 sampai menjelang subuh.

“Beberapa penerbit menolaknya, karena dianggap kurang pas, kurang tepat, kurang referensinya dan kurang-kurang yang lainnya. Dengan keteguhan hati dan tanpa rasa menyerah selalu saya mencari jaringan yang bisa menerbitkan di penerbit mayor. Mencoba untuk berkomunikasi dengan para sahabat di media sosial untuk minta arahan dan trik menerbitkan buku secara mayor. Ketemulah dengan penerbit yang cukup bagus dan sudah lama berkecimpung di buku teks,” ujar Hayat.

Ia merasakan kebahagiaan dan kebanggaan tatkala buku tersebut diterima penerbit mayor tahun 2017. Sebagai orang awan yang masuk ke dunia kepenulisan, hal tersebut merupakan hal yang patut diapresiasi. Apalagi buku tersebut menyandang gelar bestseller dengan cetakan mencapai 2000 eksemplar.

“Pada bulan Maret 2019 ini, dapat kabar lagi dari penerbit, kalau buku tersebut mau dicetak untuk ketiga kalinya. Tahun ini, buku saya yang sudah terbit ada 2 buku sedangkan yang sedang diproses di penerbit ada 4 naskah, semuanya masuk ke penerbit mayor yang mempunyai jaringan secara nasional,” tukas Hayat.

Produktivitas Hayat dalam menulis dilandasi oleh pemahamannya bahwa menulis itu keterampilan yang membutuhkan pembiasaan dan terus menerus dilatih. Menulis itu tidak bisa hanya dipelajari tetapi wajib untuk dipraktikan. Terus-menerus menulis adalah cara paling ampuh untuk melahirkan tulisan-tulisan yang berkualitas dan produktif. Caranya adalah usahakan setiap hari bisa menulis, menulis apa saja, mulai dari pengalaman, kejadian setiap hari, atau cerita kehidupan sendiri, atau pengalamannya selama menjadi dosen atau pengalaman ketika mengajar, dan lain sebagainya.

Hayat merupakan dosen yang aktif di dunia literasi. Ia telah menerbitkan 30 buku dan 150 artikel atau opini. Kecintaannya pada dunia literasi membawanya sebagai penulis sukses dan sering menjadi pembicara dalam bedah buku ataupun pelatihan kepenulisan. (Sumber Foto: dok. Hayat)

“Atau kalau dosen, bisa menulis bahan ajar mata kuliah dijadikan sebagai buku ajar atau teks. Jika dibiasakan setiap hari menulis bahan ajar, selama 3 bulan buku itu sudah bisa jadi. Misalnya saja, setiap hari menulis 2 sampai 5 halaman saja, jika di kali 30 hari sudah 60 halaman atau 150 halaman. Kalau dikali 3 bulan sudah jadi berapa halaman, sudah cukup tebal untuk menjadi buku.”

Jadi jika berprofesi sebagai dosen dan sering melakukan penelitian, hasil penelitian tersebut bisa dijadikan sebagai buku teks atau buku referensi. Seperti yang dilakukan Hayat. Biasanya dalam setahun ia melakukan dua riset maka minimal terdapat dua buku yang dihasilkan. Menulis itu sangat mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, terutama dosen.

Menurutnya dosen itu wajib hukumnya menulis karena menulis merupakan bagian dari aktifitas yang melekat dalam diri dosen. Dosen dengan tridharma perguruan tinggi erat kaitannya dengan menulis. Menulis erat hubungannya dengan kewajiban dosen. Sudah selaiknya, dosen itu harus menulis entah buku, artikel, opini, dan lainnya sebagai aktifitas yang mengikat dalam dirinya.

Untuk menjaga tetap produktif menulis, Hayat membagikan beberapa trik. Baginya, ide-ide itu muncul dari setiap kejadian. Untuk buku teks misalnya, ia menuliskan berdasarkan mata kuliah yang diampu. Mulai dari silabus yang matang secara konsep, mencari referensi hingga menuliskannya. Pengumpulan referensi ini penting agar penulis tidak bingung saat menulis.

“Biasanya saya menulis itu di malam hari, antara jam 01.00 sampai 06.00 dirutinkan setiap hari, hingga tulisan itu selesai. Jika di kantor sedang tidak ada kesibukan, biasanya saya juga menyempatkan diri untuk membuka laptop dan melanjutkan menulis yang semalem.  Atau ketika sedang ingin menulis di luar, saya keluar, biasanya di kafe, atau tempat-tempat ngopi sambil mengamati sekitar agar pikiran segar.”

Setelah tulisan selesai kemudian proses editing. Membaca tulisan dari awal atau meminta teman untuk mengoreksi. Jika sudah selesai semua, tahap selanjutnya adalah mencari penerbit. Cara memilih yang penerbit baik menurutnya dengan memahami seperti apa penerbit yang dituju. Prinsipnya memilih penerbit sesuai dengan karakter penerbitnya.

Misalnya kalau buku kita tentang hukum maka bisa memilih penerbit-penerbit yang konsen menerbitkan buku-buku hukum. Setiap penerbit memiliki SOP dan karakternya masing-masing. Penulis harus menyesuaikan dengan keinginan penerbit agar tulisannya bisa lolos.

Bertahun-tahun berkecimpung di dunia literasi ini, Hayat mendapatkan banyak dampak positif mulai dari kesehatan, fisik, psikis, finansial, manfaat, keberkahan, dan amal jariyah serta kebanggaan tersendiri secara pribadi maupun kelembagaan. Ia sering diundang untuk melakukan bedah buku di berbagai daerah, di pergurun tinggi, atau lembaga publik.

Di samping itu, ia juga seringkali diundang untuk mengisi workshop kepenulisan, menulis buku teks, menulis opini, dan menulis artikel. Dengan dampak positif dari aktivitas menulisnya selama ini, ia semakin senang berbagi pengalamannya.

“Saya ingin berbagi pengalaman menulis buku dan jurnal dengan teman-teman dosen dan mahasiswa. Semoga bisa bermanfaat dan berguna melalui forum formal maupun non formal,” pungkas Hayat. (duniadosen.com/aw)