Membentuk kemandirian anak laksana menegakkan benang basah, sangat sulit, dan perlu kesabaran dan bantuan terus menerus. Perlu latihan sedikit demi sedikit, mulai dari yang paling sederhana /ringan hingga yang paling berat. Tugas itu merupakan kewajiban orang tua untuk terus membimbing hingga terbentuk kemandirian sempurna.
Termasuk dalam belajar, untuk dapat membentuk kemandirian belajar yang sempurna dibutuhkan upaya dan waktu yang tidak sedikit. Kesadaran anak untuk belajar di rumah, mengerjakan tugas di rumah, dan mempersiapkan materi untuk menghadapi ulangan, tes, dan ujian semuanya berawal dari keterpaksaan.
Terpaksa menjadi biasa. Itulah kemandirian anak yang terbangun selama ini, bukan murni karena kesadaran diri untuk menjadi orang yang mandiri. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara membangun kemandirian belajar anak, sehingga mereka mempunyai tanggungjawab pribadi yang besar?
Orang dewasa yang ada di lingkungan anak seperti, kakak, guru les, guru di sekolah, orangtua, teman, pelatih, dan orang dewasa lainya merupakan orang yang dapat membentuk kemandirian anak. Mereka dapat mengarahkan, menasehati, dan memberi bantuan ketika anak mengalami kesulitan belajar. Karena mereka mampu membantu, maka seluruh perkataannya, nasehat baiknya, dan pemberian motivasinya akan di-iya-kan oleh anak.
Selain itu, kemandirian juga dapat dibentuk melalui pendidikan keterampilan yang diajarkan oleh seluruh orang dewasa yang ada di lingkungannya. Seluruh tugas yang relatif kecil, sepele, bahkan sangat ringan seperti merapihkan tempat tidur, melipat selimut, membuka kordeng jendela tiap pagi, mematikan lampu yang sudah tidak dipakai, membuat minum, mencuci piring, gelas, dan sendok yang dipakai untuk dirinya sendiri, menyapu teras, mengepel ruang tidurnya sendiri, dan berbagai pekerjaan kecil lainnya akan sangat baik dalam melatih kemandirian anak.
Begitu juga dalam belajar, mulai rutin belajar sesudah mandi sore, setelah makan malam, atau pagi hari sebelum berangkat ke sekolah juga merupakan latihan kedisiplinan sekaligus melatih kemandirian anak untuk mempunyai tanggung jawab dalam menyiapkan masa depannya.
Ketika anak sudah agak dewasa, tanggung jawab yang diberikan menjadi semakin bertambah seperti mencuci baju miliknya, mengepel ruang tamu dan ruang keluarga, menyapu teras hingga dapur, mencuci motor, menyiram bunga, dan pekerjaan taraf sedang lainnya. Semua itu merupakan upaya melatih kemandirian anak untuk memikul tanggung jawab yang relatif sedang.
Semua tugas yang diberikan di atas sesungguhnya merupakan kesempatan yang diberikan kepada anak agar tingkat kedewasaannya meningkat.
Upaya itu sangat berguna di tengah kesibukan belajarnya, dalam rangka meningkatkan kemandirian anak untuk terus belajar mencapai cita-cita masa depannya dengan dukungan penuh dari orang dewasa yang ada di lingkungannya.
Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orang tua.
Di saat orang tua melatih kedisiplinan, kemandirian dan rasa tanggung jawab, perlu juga memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif. Sebagai contoh, ketika anak diminta belajar sepulang sekolah, maka anak berinisiatif belajar sambil main ayunan, belajar sambil rebahan di busa, belajar sambil membantu orang tua menyiram bunga. Semua itu adalah inisiatif anak agar lebih terbuka ide-ide inovasinya dalam belajar maupun dalam mengerjakan tugas-tugas ringan dari orang tuanya.
Perlu diingat bahwa, tugas-tugas kecil dan ringan dari orang tua yang dikerjakan secara harian maupun mingguan sesungguhnya sama sekali bukan untuk menjadikan anak sebagai sumber daya yang harus diberdayakan, melainkan sebagai cara untuk melatih anak agar anak mempunyai keterampilan hidup, melatih kemandirian, dan tanggungjawab.
Orang tua juga dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang sedang dihadapi, dan berusaha untuk mempertanggungjawabkan keputusannya. Seperti anak diberi tugas membeli gula merek tertentu, karena di toko tersebut habis, makan tanpa melakukan komunikasi dengan orang tuanya, anak langsung berpindah toko untuk membeli gula dengan merek yang dipesan oleh orang tua, tetapi begitu tidak ada barang yang dimaksud, maka anak langsung membuat keputusan untuk membeli gula bermutu sama dengan merek yang berbeda.
Dalam belajar ketika anak tidak menemukan jawaban dari buku wajib pegangan yang disarankan oleh guru, maka secara inisiatif anak mencari sumber jawaban dari internet, tetapi ketika di internet juga tidak ditemukan, maka anak langsung berinisiatif bertanya pada guru lesnya, orang tuanya, atau teman-temannya yang sudah mendapatkan jawaban.
Kemandirian anak akan semakin melejit manakala ada dukungan sosial dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya, baik dalam bentuk dukungan finansial, emosional, instrumental, data dan informasi, serta penghargaan.
Misalnya ketika anak ingin berlatih e-commerce (berdagang online) maka orang tua perlu memberi dukungan financial, instrumental (sarana dan prasarana), masukan data dan informasi, serta penghargaan berupa pujian atau sanjungan yang bisa membanggakan anak. Sementara itu, kakak atau orang terdekat lainnya memberi masukan jenis-jenis produk yang perlu ditawarkan. Sekaligus memberikan masukan strategi pengambilan gambar maupun penataan di layar monitor. Dengan demikian, emosional anak untuk berdagang secara online akan tumbuh lebih giat lagi. Anak menjadi lebih semangat karena ada dukungan dari orang dewasa yang ada di lingkungannya.
Apalagi ketika dagangannya sudah laku, dan anak dapat menunjukkan berlembar-lembar bukti pengiriman melalui jasa antar barang, maka orang tua harus menunjukkan rasa bangga, dan memberikan sanjungan yang melebihi harapan anak.
Dengan cara seperti itu, kemandirian anak menjadi semakin mantap, bahkan melebihi harapan orang tua. Anak mempunyai rasa confidence yang tinggi, dan berpeluang untuk membuat berbagai inovasi baru yang bisa meningkatkan rasa tanggung jawabnya sebagai anak.
Ketika jerih payah orang tua yang sudah melatih kemandirian anak sejak anak masih usia prasekolah, hingga pendidikan tinggi, maka orang tua terkadang hanya dihadiahi oleh anak berupa kelulusan dari perguruan tinggi. Apakah itu sudah cukup? Tentu saja bisa ya bisa tidak.
Ketika anak mampu memberikan hasil yang lebih baik, selain ijazah, tetapi juga mempunyai kemampuan berbisnis dan keterampilan kerja lainnya, tentu hal itu sangat baik. Jadi, keberhasilan studi bukan merupakan satu-satunya ukuran kesuksesan atau kemandirian anak.
Gambaran diri yang positif dari anak yang mampu melakukan berbagai keterampilan hidup yang dikembangkannya secara mandiri, maka anak akan merasa mempunyai harga diri, kepercayaan diri, motivasi diri yang lebih baik. Dengan kata lain, kesehatan mental anak menjadi terbangun dengan sendirinya, bersamaan dengan kebanggaan orang tua yang telah berhasil mengantarkan mereka menjadi anak yang mandiri, berhasil, dan bertanggung jawab.
Seluruh upaya yang sudah dilakukan oleh anak, didampingi oleh orang-orang dewasa yang ada di lingkungannya, terutama dari orang tuanya sangat penting bagi keberhasilan anak dalam membangun rasa kemandirian dan tanggung jawab anak.
*) Dr. Basrowi, Pengarang Buku Sosiologi Pendidikan dan dosen di STEBI Lampung.
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…