Memahami Sistematika Penulisan Buku Referensi
Sebelum mulai menulis naskah, maka para dosen perlu memahami sistematika penulisan buku referensi. Sebab buku referensi sendiri masuk dalam kategori buku ilmiah yang terikat dengan sejumlah aturan dan ketentuan. Termasuk sistematikanya.
Kesalahan pada sistematika akan membuat naskah kurang sesuai dengan ketentuan. Jika dipaksa dikirim ke penerbit, ada kemungkinan revisi skala besar. Jika sedang kurang beruntung, naskah Anda bisa saja ditolak. Jadi, seperti apa sistematika susunannya?
Mengutip dari Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin (UNISKA MAB), buku referensi adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu.
Sehingga di dalam buku referensi akan membahas topik yang cukup luas di suatu bidang keilmuan. Artinya, topik yang dibahas lebih dari satu. Hal ini yang membedakannya dengan buku monograf. Dimana pada buku monograf hanya membahas satu topik saja.
Memahami definisi buku referensi sama pentingnya dengan memahami sistematika penulisan buku referensi tersebut. Sebab sebagai salah satu jenis buku ilmiah, buku referensi disusun menyesuaikan ketentuan sistematika atau struktur.
Jika sistematika ini tidak sesuai, maka biasanya akan diminta dilakukan revisi. Jadi, dibanding harus bekerja dua kali dalam mengerjakan naskah buku referensi. Sebaiknya dari awal sudah menyesuaikan dengan ketentuan sistematika yang ada.
Tak hanya itu, memahami sistematika penulisan buku referensi juga penting untuk meningkatkan keterbacaan buku tersebut. Sistematika yang jelas dan sesuai ketentuan membantu memastikan pembahasan di dalam buku runtut dan sesuai alur logika keilmuan. Sehingga enak dibaca dan mudah dipahami oleh pembaca.
Dalam memahami sistematika penulisan buku referensi, nantinya akan menjumpai persamaan dengan sistematika buku ilmiah lainnya. Secara umum, sistematika antara naskah buku referensi adalah sama dengan buku monograf maupun bunga rampai.
Adapun yang membedakan ketiganya adalah dari segi isi atau substansi pembahasan. Jika diterbitkan sesuai standar Ditjen Dikti, maka sistematikanya akan mirip atau bahkan bisa disebut sama persis. Berikut rincian sistematika yang dimaksud:
Bagian yang pertama di dalam sistematika naskah buku referensi adalah bagian preliminaries. Bagian ini disebut juga sebagai bagian awal dan bagian pembuka. Sebab secara letak, bagian ini berada di paling awal buku sebelum ke bagian inti (isi buku).
Pada bagian preliminaries, umumnya terdiri dari beberapa halaman. Pada buku ilmiah, halaman-halaman di bagian pembuka ini penting untuk ada. Berikut beberapa diantaranya:
Pada beberapa penerbit buku ilmiah, terkadang ada kebijakan untuk menambahkan halaman tertentu di bagian preliminaries. Misalnya meminta penulis untuk menambahkan halaman persembahan.
Sedangkan jika buku referensi diterbitkan dengan dukungan program hibah. Maka biasanya dilengkapi halaman ucapan terima kasih di bagian preliminaries. Jadi, pastikan untuk mengecek ketentuan isi bagian preliminaries ini dan menyesuaikan.
Bagian kedua di dalam sistematika naskah buku referensi adalah bagian isi atau disebut juga bagian inti. Pada bagian ini akan memaparkan topik-topik yang dibahas atau dijabarkan oleh penulis.
Pembahasan topik membentuk susunan bab dan subbab dalam jumlah tertentu. Jumlah bab dan subbab bersifat fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan dari penulis.
Sebab dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya, tidak hanya oleh kemampuan penulis dalam mengembangkan topik. Namun juga oleh ketersediaan data, referensi, dan faktor lainnya.
Pada buku referensi, bab dan subbab akan cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan buku monograf. Sebab sesuai penjelasan sebelumnya, topik yang dibahas di buku referensi lebih luas.
Buku referensi yang ditulis oleh dosen juga ditetapkan jumlah halaman minimalnya. Yakni minimal 49 halaman agar sekaligus memenuhi ketentuan batas minimal jumlah halaman untuk mendapat ISBN dari Perpusnas.
Jumlah halaman ini dihitung dari halaman pertama sampai halaman terakhir bagian isi, bukan dari bagian preliminaries yang dijelaskan sebelumnya. Jadi, bagian ketiga, yakni bagian postliminaries juga tidak masuk hitungan.
Bagian ketiga dan bagian terakhir di dalam sistematika naskah buku referensi adalah postliminaries. Bisa juga disebut sebagai bagian akhir dari naskah buku ilmiah, termasuk juga buku referensi.
Bagian akhir buku referensi ini juga terdiri dari sejumlah halaman. Mayoritas bersifat opsional, sehingga tidak wajib ada. Penulis bisa menambahkan halaman tertentu tersebut jika dirasa memang dibutuhkan. Berikut detail isi dari bagian postliminaries:
Sistematika buku referensi yang dijelaskan di atas adalah pada bagian dalam buku. Seperti yang diketahui, buku yang terbit di pasaran memiliki dua bagian. Bagian luar dan bagian dalam.
Bagian luar adalah bagian-bagian dari cover (sampul) yang mencakup sampul depan, punggung buku, dan sampul belakang. Masing-masing mencantumkan unsur tertentu yang menjadi identitas buku tersebut. Bagian dalam buku, adalah sesuai penjelasan di atas.
Selain perlu memahami sistematika penulisan buku referensi. Perlu juga memahami gaya penulisannya seperti apa. Sebab sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah atau buku ilmiah. Maka tentu gaya penulisan wajib mengikuti ketentuan atau standar yang sudah ada. Berikut penjelasannya:
Poin pertama yang menjelaskan gaya penulisan di dalam naskah buku referensi adalah gaya bahasa yang digunakan. Sama halnya dengan karya ilmiah lain, buku referensi disusun dengan gaya bahasa formal dan cenderung ilmiah.
Sehingga menggunakan ragam kosakata baku sesuai dengan ketentuan EYD, kalimat efektif yang cenderung pendek dan tidak bertele-tela, serta ilmiah. Artinya, penulis lebih sering menggunakan istilah ilmiah.
Hal ini yang membedakan gaya bahasa dalam buku referensi dengan buku ajar. Dimana buku ajar, ditargetkan untuk mahasiswa sehingga gaya bahasa semi formal. Penggunaan istilah ilmiah masih ada, akan tetapi diminimalan dan mengedepankan istilah umum.
Gaya penulisan khas berikutnya di dalam naskah buku referensi adalah sikap penulis yang ditunjukan lebih objektif. Hal ini terlihat dari penggunaan kata ganti orang pertama bukan “saya” atau “aku” melainkan “penulis”, atau memakai kata ganti “peneliti”.
Ketika memaparkan data dari hasil penelitian, maka akan menggunakan frasa “penelitian ini”, “dalam penelitian ini”, dan sejenisnya. Sehingga tidak terkesan ada pendapat pribadi atau subjektivitas.
Apa yang dipaparkan penulis di dalam naskah adalah sesuai dengan data yang didapat secara aktual di lapangan. Baik data dari penelitian yang dilakukan penulis. Maupun dari data yang diambil dari sejumlah referensi yang digunakan penulis.
Ciri khas gaya penulisan berikutnya di dalam buku referensi adalah pada aspek pola pengembangan paragraf. Pada bagian pembuka, misalnya bagian pendahuluan di dalam bagian inti buku. Penulis umumnya memakai pola umum-khusus.
Misalnya, membuka paragraf dengan menjelaskan suatu konsep atau fenomena yang bersifat umum. Kemudian diikuti dengan penjelasan teoritis. Misalnya dengan mencantumkan sejumlah teori yang menjelaskan fenomena tersebut, sehingga akan dijumpai kutipan.
Baru kemudian disusul dengan menjelaskan pandangan atau argumen dari penulis. Dimana argumen ini dijelaskan bisa disampaikan setelah membaca sejumlah data valid dan kredibel. Sehingga bukan semata-mata opini pribadi penulis. Namun ada dasar yang kuat dan jelas.
Gaya penulisan khas berikutnya di dalam naskah buku referensi adalah penambahan kutipan diikuti sitasi (mencantumkan sumber). Kutipan secara umum hanya dijumpai di dalam karya tulis ilmiah.
Kutipan ini diambil dari pendapat para pakar di bidangnya. Kemudian salah satu fungsinya adalah menguatkan argumen yang dipaparkan oleh penulis. Kutipan bisa berbentuk kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung dan wajib diikuti sitasi.
Mengenai teknik sitasi, disesuaikan dengan gaya sitasi yang digunakan. Misalnya, jika memakai APA Style, maka sumber kutipan masuk ke dalam kalimat atau paragraf dimana kutipan tersebut berada. Namun, jika memakai Chicago Style, maka biasanya sitasi dicantumkan di footnote (catatan kaki).
Baca juga artikel berikut:
Ikuti juga Kelas Ekslusif: Roadmap Riset Efektif bersama profesor untuk permudah Anda di setiap pengajuan jabatan fungsional!
Ciri khas gaya penulisan berikutnya di dalam buku referensi adalah bentuk kalimat yang menyusun setiap paragrafnya. Sejalan dengan sikap penulis yang ditunjukan objektif ke pembaca. Maka setiap kalimat di dalam naskah adalah kalimat pasif.
Penggunaan kalimat pasif bertujuan untuk menekankan objektivitas penulis. Sehingga menghilangkan atau meminimalkan kesan subjektivitas. Hal ini membantu menguatkan setiap penjelasan yang dicantumkan sebagai data bukan opini. Berikut contoh untuk membandingkan:
Memahami sistematika penulisan buku referensi memang sangat membantu mengembangkan naskah dengan efektif dan efisien. Namun, para dosen juga harus mengetahui apa saja tantangan dalam proses tersebut. Sehingga bisa mengantisipasinya dengan baik. Diantaranya adalah:
Tantangan yang pertama, dosen mengalami kesulitan dalam konversi KTI (Karya Tulis Ilmiah). Umumnya, buku referensi adalah hasil konversi dari artikel ilmiah pada prosiding maupun jurnal ilmiah. Namun karena sistematika berbeda dan juga gaya bahasa tidak mirip 100%. Banyak dosen mengalami kendala.
Cek juga kelas online dari Duniadosen disini! Kumpulan E-Course.
Menulis buku referensi harus mengedepankan etika publikasi ilmiah. Salah satunya bebas dari plagiarisme. Sehingga wajib mengecek skor cek plagiasi. Sayangnya, masih banyak yang kesulitan mendapatkan skor sesuai ketentuan.
Yakni di bawah batas minimal yang ditetapkan institusi maupun pihak penerbit. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya terlalu banyak kutipan langsung, kesulitan melakukan parafrasa, dan sebagainya.
Tantangan lainnya, dosen masih sering kesulitan untuk konsisten menulis. Pasalnya, kesibukan akademik dosen terbilang padat. Tidak semua dosen bisa memiliki waktu cukup untuk menyusun naskah buku referensi. Sehingga rawan naskah terbengkalai.
Tantangan lainnya, penulis sering kesulitan memenuhi ketentuan jumlah halaman. Mengembangkan suatu topik menjadi 49 halaman terasa sulit. Apalagi jika referensi terbatas, penulis kurang memahami topik tersebut, keterbatasan waktu, dll. Maka sangat disarankan untuk berkolaborasi agar ketentuan ini lebih mudah dipenuhi.
Tantangan tersebut tentu perlu diketahui sejak awal. Sehingga bisa menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasinya agar proses menulis naskah berjalan lancar. Pengetahuan ini sama pentingnya dengan memahami sistematika penulsian buku referensi.
Jika Anda membutuhkan layanan penerbitan buku berkualitas, Penerbit Deepublish adalah jawabannya!
Menyusun buku ilmiah tentu berbeda dengan proses menyusun buku nonilmiah. Sebab di dalam buku ilmiah…
Ada banyak strategi bisa dilakukan para dosen dalam membangun akademik branding. Salah satunya dengan produktif…
Salah satu bentuk publikasi ilmiah dosen di Indonesia adalah publikasi buku referensi. Publikasi buku referensi…
Menekuni profesi dosen tidak hanya membuat Anda dekat dengan kegiatan mengajar. Namun juga dekat dengan…
Sebelum mulai menulis naskah, tentunya penting untuk memahami detail perbedaan buku ajar, buku monograf, dan…
Membaca buku berisi pedoman penulisan buku ajar dan buku monograf tentu hal penting bagi dosen.…