Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian maka dosen memiliki kewajiban untuk menghasilkan luaran. Luaran hasil penelitian ini kemudian yang akan dilaporkan dan bisa menjadi sumber angka kredit bagi kenaikan jabatan fungsional dosen.
Luaran hasil dari penelitian ternyata sangat beragam, dan didominasi oleh publikasi ilmiah. Kalangan dosen tentu perlu paham kewajiban ini dan ketentuan yang mengikat luaran yang dihasilkan. Terutama jika mendapatkan dana hibah penelitian.
Luaran penelitian adalah hasil dari sebuah studi atau riset yang disajikan dalam bentuk publikasi ilmiah atau produk inovatif yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Secara sederhana, luaran penelitian merupakan hasil dari penelitian itu sendiri.
Seperti yang diketahui, penelitian adalah proses dimana dilakukan analisis ada tidaknya suatu masalah. Masalah ini kemudian diusahakan untuk dipecahkan dan didapatkan solusi melalui metode ilmiah.
Hasil dari proses tersebut adalah hasil penelitian yang kemudian diproses seperti ketentuan, yakni dipublikasikan atau disebarluaskan. Hasil penelitian bisa dipublikasikan dalam beberapa bentuk.
Mulai dari prosiding, artikel ilmiah, sampai buku ilmiah yang diterbitkan agar bisa diakses oleh masyarakat luas. Dalam lingkungan akademik, penelitian adalah salah satu tugas pokok dosen di perguruan tinggi sehingga sifatnya wajib.
Penelitian yang dilakukan dosen diharapkan bisa menghasilkan luaran hasil penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah. Prosesnya bisa sangat lama karena penelitian bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Proses panjang ini tentu saja tak hanya menghasilkan luaran penelitian saja. Luaran yang dihasilkan dosen kemudian memberikan tambahan poin angka kredit. Sehingga menjadi jembatan bagi dosen untuk mengajukan kenaikan jabatan fungsional dosen.
Bentuk dari luaran hasil penelitian seperti yang disinggung sekilas sebelumnya cukup beragam. Dosen yang melaksanakan penelitian diberi kebebasan hendak memilih luaran dalam bentuk apa.
Kecuali ketika dosen mengikuti program hibah, biasanya dari pihak penyelenggara sudah ada ketentuan luaran yang bersifat wajib dan luaran tambahan. Umumnya dosen akan mengutamakan luaran wajib dulu, jika dana hibah ada sisa baru mengupayakan luaran tambahan.
Berikut adalah bentuk-bentuk dari luaran hasil penelitian yang dilakukan dosen dan menjadi sumber angka kredit dalam jumlah yang lumayan:
Bentuk luaran yang pertama adalah buku. Bisa disebut sebagai buku ilmiah karena memaparkan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah tertentu. Buku hasil penelitian mencakup buku monograf, referensi, dan book chapter.
Buku yang diterbitkan dosen sebagai upaya menyebarluaskan hasil penelitian harus memenuhi standar atau kriteria yang berlaku, yaitu:
Buku monograf memberi KUM 20 poin, buku referensi sebesar 40 poin, sementara book chapter memiliki ketentuan KUM sebagai berikut:
Dosen perlu menerbitkan buku di penerbit anggota IKAPI dan buku harus ber-ISBN. Sebelum menerbitkan buku, ketahui dulu aturan buku yang diterima Dikti. Artikel berikut akan membantu Anda:
Bentuk publikasi luaran hasil penelitian yang kedua adalah jurnal ilmiah. Publikasi dalam bentuk ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis yang memberikan tambahan KUM dalam jumlah berbeda-beda. Berikut penjelasannya:
Jurnal ilmiah yang pertama adalah jurnal ilmiah nasional yang wajib disusun penulis minimal dari 2 institusi berbeda. Jurnal nasional terbagi menjadi dua, yaitu:
Kedua, adalah jurnal ilmiah internasional yang minimal disusun dari penulis yang berasal dari 4 negara berbeda. Jurnal internasional juga terbagi menjadi beberapa jenis dengan tambahan KUM berbeda. Yaitu:
Baca Juga: 5 Tips Produktif Menulis Jurnal paling Ampuh dan Mudah Diterapkan
Prosiding juga termasuk luaran hasil penelitian dari kategori jurnal ilmiah. Prosiding adalah hasil penelitian yang dipresentasikan secara oral dan dimuat dalam prosiding yang dipublikasikan dan memiliki ISBN.
Prosiding terbagi menjadi dua jenis. Pertama prosiding pada seminar nasional dengan KUM 10 poin. Kedua, prosiding dalam seminar internasional dengan KUM 15 poin.
Terakhir adalah bentuk luaran lewat publikasi ilmiah lainnya, mencakup:
Lalu, bentuk luaran hasil penelitian mana yang sebaiknya dimaksimalkan untuk mendukung kenaikan jabfung dosen? Pada dasarnya, semua hasil luaran memberi tambahan poin angka kredit. Hanya saja jumlah poin yang diberikan berbeda-beda.
Bagi Anda para dosen yang ingin mempercepat kenaikan jabfung maka bisa mengutamakan luaran dengan KUM tinggi. Yakni publikasi ilmiah dalam bentuk tulisan, baik itu melalui jurnal ilmiah maupun buku ilmiah. Dimana KUM yang diberikan sesuai penjelasan sebelumnya.
Namun, harus diakui bahwa publikasi ilmiah dalam bentuk buku cenderung lebih menarik. Pasalnya, publikasi dalam bentuk buku memiliki banyak kelebihan. Seperti:
Seperti penjelasan sebelumnya, luaran penelitian yang dipublikasikan dalam bentuk buku memberi KUM cukup tinggi. Minimal sampai 20 poin dan bahkan bisa sampai 40 poin untuk buku referensi.
Jika disiplin menulis dan menerbitkan buku, maka dosen bisa mempercepat kenaikan jabfung. Namun, sesuai ketentuan yang berlaku setiap dosen hanya boleh menerbitkan satu judul buku per tahun yang bisa dilaporkan untuk masuk proses PAK.
Baca Juga: Memahami Nilai Poin Dosen Menerbitkan Buku agar Tidak Salah Strategi
Harus diakui, biaya menerbitkan buku lebih murah atau ekonomis dibanding biaya untuk prosiding maupun publikasi dalam bentuk jurnal. Misalnya untuk jurnal internasional bereputasi, tentu biaya yang dikeluarkan di atas Rp 5 juta.
Buku bisa lebih di bawah biaya tersebut dan sama-sama diakui yang kemudian memberi tambahan KUM. Jadi, menerbitkan buku bisa menjadi solusi melakukan publikasi ilmiah dengan anggaran lebih bersahabat.
Berbeda dengan prosiding maupun jurnal, publikasi luaran hasil penelitian dalam bentuk buku bisa memberi tambahan penghasilan. Yakni melalui royalti yang kemudian merupakan sumber passive income bagi dosen yang bersangkutan.
Buku merupakan karya tulis yang tidak pernah diremehkan, sebab menulis dan menerbitkan buku dikenal susah dengan proses panjang. Hanya seorang ahli atau pakar yang umumnya bisa menerbitkan buku.
Menariknya, buku yang berhasil diterbitkan dan dicetak bisa dijadikan alternatif kartu nama agar lebih berkesan. Misalnya dibawa saat menjadi narasumber seminar dan digunakan untuk memperkenalkan diri ke rekan dosen lain yang lebih senior.
Jika kartu nama hanya diselipkan di dompet penerima, buku yang diberikan dijamin dibaca dan tentunya lebih berkesan. Jadi, tidak akan rugi melakukan publikasi ilmiah dalam bentuk buku.
Dengan segala kelebihan publikasi luaran hasil penelitian dalam bentuk buku. Maka tidak akan rugi menjadikannya prioritas. Kuncinya adalah produktif menulis buku dan diterbitkan ke penerbit yang tepat agar memenuhi standar Dikti dan Perpusnas.
Menjadi guru besar di usia muda bisa tercapai apabila memiliki strategi yang matang.
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…