Berawal dari sekadar memberi pendapat ihwal aroma produk kosmetik yang sedang dikembangkan orang tua sahabatnya semasa sekolah menengah atas (SMA), lambat laun Dr.rer.nat. Ir. Lienda Aliwarga Handojo, M.Eng. ingin menghasilkan paten produk komersil atas nama dirinya sendiri. Menjadi dosen kimia adalah jalan yang ia tempuh untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Lienda, sapaan karibnya Lienda Aliwarga Handojo, adalah dosen di Program Studi (Prodi) Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (FTI ITB). Ia menjadi dosen kimia di Kampus Ganesha tersebut sejak 1979, satu tahun setelah Lienda merampungkan pendidikan sarjananya di Prodi Teknik Kimia FTI ITB.
Baginya, dosen adalah profesi yang spesial. Ada beberapa kegiatan penting yang hanya dapat dilakukan oleh dosen apalagi menjadi dosen kimia. “Awalnya karena saya berpikir menjadi dosen merupakan profesi yang menarik, dapat banyak melakukan penelitian yang dapat menghasilkan berbagai jenis produk,” terangnya kepada tim duniadosen.com melalui surat elektronik.
Setelah menekuni profesinya sebagai pengajar di perguruan tinggi, perempuan yang meraih gelar master dalam bidang teknologi pangan di Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand tersebut tak hanya fokus dalam bidang pengajaran, namun juga getol meneliti untuk menghasilkan produk-produk menarik. Terpenting dari itu, Lienda menyebut proses membagi pengetahuan adalah pengalaman paling berkesan.
Ia menyebut almarhum suaminya, Prof. Dr. Andrianto Handojo yang juga dosen di ITB untuk bidang teknik fisika adalah salah satu inspirasi terbesarnya ketika menjadi dosen. Lienda melanjutkan, almarhum suaminya memiliki komitmen sangat tinggi dalam dunia pendidikan dan mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk ilmu pengetahuan.
“Beliau sering mengatakan bahwa bukan tanpa maksud Tuhan memberikan kita sesuatu yang lebih dari orang lain. Bukankah kita mendapat tugas untuk membagikan apa yang kita punyai kepada orang lain? Itu yang menjadi inspirasi saya sampai saat ini,” kenangnya.
Senang Bidang Kimia sejak SMA
Bagi sebagian kalangan, kimia (apalagi dibumbui dengan kata ‘teknik’) adalah salah satu bidang yang menyusahkan di sekolah. Siapa sangka, Lienda telah tertarik dengan bidang tersebut sejak masih duduk di bangku SMA. Kecintaannya terhadap kimia makin bertambah ketika temannya yang kebetulan memiliki orang tua pengusaha kosmetik meminta bantuan Lienda untuk menilai aroma produk yang sedang dikembangkan.
“Saat itu saya mempunyai seorang teman yang orang tuanya memproduksi beberapa jenis kosmetik. Setiap kali bermain ke rumah teman saya ini, saya sering diminta untuk memberi pendapat tentang aroma dari produk kosmetik yang sedang dikembangkannya. Lama-lama saya tertarik dan terpikir untuk bersekolah yang mengajarkan cara membuat produk-produk kosmetik,” cerita dosen kimia itu.
Setelah menggeluti studi Teknik Kimia sampai sekarang menjadi pengajar, ia makin tertarik untuk terlibat dalam bidang tersebut secara mendalam. Lienda mengaku makin tertantang untuk melakukan berbagai penelitian dalam bidang teknologi kimia dan makin sadar bahwa bidang tersebut tak sesempit yang dibayangkan.
“Bidang Teknik Kimia ternyata begitu luas spektrum produk yang dicakup, mulai dari semen sampai minyak goreng, dari minyak bumi sampai parfum. Dengan menjadi dosen, penelitian dapat menghantarkan saya kepada produk-produk yang menarik,” lanjutnya.
Dalam bidang teknologi kimia, Lienda memiliki fokus dalam bidang pangan yang ia yakini sebagai salah satu pilar utama kemandirian bangsa. Adanya kenyataan bahwa negeri dengan kekayaan alam sebesar Indonesia masih melakukan impor memaksa Lienda untuk berbuat sesuatu.
“Kami ingin memperluas basis sumber pangan nasional dengan memanfaatkan kekayaan alam nasional untuk mendapatkan berbagai ragam pangan merupakan salah satu cara mengurangi ketergantungan impor,” tegasnya.
Tantangan Terbesar
Sebagai dosen, Lienda ingin ilmu-ilmu yang ia miliki bisa diimplementasikan dalam tataran praktik. Dengan begitu, ia menilai ilmunya bisa menjadi manfaat untuk masyarakat luas. Namun, doktor lulusan University of Hannover, Jerman tersebut mengaku banyak mengalamai tantangan dalam mengimplementasikan ilmu yang ia miliki.
Salah satu tantangan yang cukup berat baginya adalah fasilitas terbatas yang ada di kampus-kampus di Indonesia, terutama menyangkut kegiatan penelitian. Apalagi, teknik kimia adalah salah satu bidang yang berisikan banyak kegiatan penelitian di dalamnya.
Untuk mengakalinya, Lienda menyebut dosen harus pintar berkreasi sehingga penelitiannya dapat berjalan dengan baik dan bisa memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Dosen sering kali mencari dana penelitian atau membuat dana yang ada lebih efisien agar dapat dimanfaatkan dengan baik.
“Apalagi saat ini publikasi pada jurnal bereputasi seperti Scopus atau sejenisnya seakan menjadi ukuran keberhasilan suatu penelitian, bahkan berkontribusi pada ranking universitas. Itu menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi kami,” ujarnya.
Tak hanya itu, perempuan yang pernah bekerja di Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, Jerman tersebut juga menyebut gaji dosen di Indonesia masih tergolong rendah dibanding yang bekerja di luar negeri.
“Satu hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah gaji atau reward yang jauh lebih kecil daripada kalau mereka bekerja di luar sana. Sehingga saat ini termasuk tidak terlalu mudah untuk dapat merekrut dosen yang kita anggap memenuhi kriteria, tetapi tidak dapat mengambil profesi ini karena terkendala oleh reward ini,” lanjut Lienda.
Dosen Kaya Prestasi
Sejak menjadi dosen pada 1979 lalu, Lienda fokus bagaimana mengimplementasikan ilmu yang ia punya melalui tridharma, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ia meyakini bahwa ilmu yang didapatkan seseorang tidak seharusnya disimpan untuk diri sendiri. Ilmu tersebut harus dibagikan seperti sebuah saluran yang mengalirkan apa yang masuk ke dalamnya.
Meski mengaku tak punya target khusus selain fokus mengimplementasi ilmu dan melakukan penelitian, ia adalah salah satu dosen yang memiliki banyak prestasi. Pada 1995 dan 1996, Lienda berhasil meraih penghargaan Karya Terjemahan Terbaik dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kemenristekdikti) atas buku Teknologi Kimia I dan Teknologi Kimia II yang ia terjemahkan dari Bahasa Jerman.
Ia menyebut penghargaan tersebut memiliki kesan mendalam baginya. Ia tak bisa melupakan pengalaman tersebut sampai sekarang. “Buku tersebut adalah buku pertama karya saya, sehingga saya sangat gembira saat dikabarkan menjadi pemenang pada tingkat nasional,” ceritanya bangga.
Selain itu, Ketua Kelompok Keahlian Teknologi Pengolahan Biomassa dan Pangan tersebut juga pernah mendapat penghargaan satyalancana karya satya, poster penelitian terbaik dalam Pekan Riset Sawit Indonesia 2018, dan penghargaan Karya Inovasi 2019 dari almamaternya berkat paten-paten yang sudah ia hasilkan.
“Saya sangat gembira atas penghargaan yang diberikan, karena ini menunjukkan pengakuan atas sebuah hasil penelitian, yang tidak hanya berupa publikasi tapi juga produk yang dapat diimplementasikan untuk kepentingan orang banyak. Yang penting kita melaksanakan dengan sebaik-baiknya setiap tugas atau tanggung jawab yang diemban,” katanya tegas.
Hasilkan 3 Paten Sekaligus
Dalam karirnya sebagai pengajar, Lienda juga sudah berhasil berkontribusi dalam dunia penelitian dengan pembuatan paten produk. Dalam pengembangan teknologi produksi suplemen pakan ternak dengan menggunakan bahan baku hasil samping penyulingan minyak kelapa, ia berhasil membuat tiga paten sekaligus pada 2018 meliputi paten proses, alat, dan komposisi.
Paten tersebut berawal dari kesadarannya bahwa Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Tetapi, Eropa yang tak memiliki sawit telah membuat inovasi, bahkan sudah masuk ranah komersil. Ia lantas tertarik untuk meneliti lebih lanjut terkait pembuatan suplemen pakan ternak yang berasal dari hasil samping pemrosesan minyak sawit.
Ia melanjutkan, di negara industri, paten merupakan komponen penting yang diharapkan datang dari hasil penelitian para akademisi. Maka dari itu, ia ingin sebaik mungkin meneliti tidak sekadar untuk kepentingan publikasi, namun juga mengimplementasikan hasilnya untuk skala komersil.
“Kebetulan saat itu terdapat program grant riset sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang bisa mendukung penelitian terkait sawit. Singkat kata saya berhasil mendapatkan dana penelitian untuk mengembangkan teknologi produksi lemak kalsium dari hasil samping pemrosesan minyak sawit,” terang Lienda.
Ia menuturkan, hasil penelitian yang sudah dimulai sejak 2016 lalu di peternakan sapi Lembang, Jawa Barat tersebut ternyata menggembirakan produk yang ia hasilkan mampu menaikkan produktivitas susu sapi sekitar 16 persen dibanding dengan sapi yang tidak diberi lemak kalsium.
Dari hasil tersebut, ia percaya diri untuk membuat tiga buah paten, masing-masing untuk proses pembuatan, komposisi, dan peralatan yang digunakan. Lienda menuturkan, ia sangat bahagia karena produk paten tersebut dilirik oleh pelaku usaha untuk mengkomersilkannya.
Bagi Lienda, paten tersebut adalah salah satu pencapaian dari banyak pencapaian lain yang ia ingin dapatkan di masa depan. Relevan dengan cita-citanya untuk mengimplementasikan hasil penelitian menjadi produk yang bermanfaat bagi banyak orang, Lienda enggan berhenti berkarya.
“Hasil penelitian lemak kalsium dapat diproduksi dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan suplemen pakan ternak dalam negeri, yang selanjutnya meningkatkan produktivitas susu sapi perah agar, sesuai yang dicanangkan pemerintah, dapat mengurangi impor susu yang saat ini sangat besar. Belum tercapai, tetapi proses menuju ke implementasi ini sedang dipersiapkan,” ujarnya optimistis.
Rencana Masa Depan
Ke depannya, Lienda ingin tetap konsisten menghasilkan penelitian yang tidak hanya menghasilkan publikasi tetapi juga menghasilkan produk yang dapat diimplementasikan untuk kemaslahatan orang banyak. Bahkan, Lienda berencana untuk meneliti suplemen unggas yang akan berguna untuk peternak unggas di Indonesia yang berjumlah cukup banyak.
Selain itu, mantan ketua International Office ITB tersebut berencana menulis buku dalam waktu dekat. Buku tersebut berisi tentang cokelat dan teknologi pemrosesannya. Ia menjelaskan, buku tersebut ditulis bersama seorang praktisi yang sudah lama berkecimpung dalam dunia coklat.
“Tujuan menulis buku tersebut adalah berusaha untuk membukukan pengetahuan praktis yang dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh para mahasiswa, tetapi juga para peminat cokelat. Seperti yang diketahui, cokelat merupakan salah satu komoditas penting Indonesia dengan produksi ketiga terbesar di dunia,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…